Kasihan, Bocah Penderita Hidrosefalus Asal Maluku Tak Dilayani di RS Wahidin Makassar
Bukannya mendapatkan layanan sesuai yang diharapkan, Putra Imanuel malah diminta untuk mendatangi klinik
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Malang niang nasib Putra Imanuel Parjala, bocah tujuh tahun asal Kabupaten Pulau Aru, Provinsi Maluku.
Sudah dua pekan terakhir ia bersama Oma dan Opanya, Yosina Waite dan Simon Parjala, serta bibinya, Wati, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Kehadiran Putra Imanuel di Makassar yang juga didampingi seorang pendamping dari kelompok pemuda Kabupaten Kepulauan Aru, untuk menjalani pengobatan di RS Wahidin Sudiro Husodo, Makassar setelah dirujuk oleh rumah sakit daerah Kepualaun Aru.
Bukannya mendapatkan layanan sesuai yang diharapkan, Putra Imanuel malah diminta untuk mendatangi klinik pengobatan oleh salah seorang petugas di RS Wahidin Sudiro Husodo Makassar.
Padahal, kinik tentunya membutuhkan biaya lebih besar.
Putra Imanuel dan keluarganya ke Makassar untuk berobat hanya mengandalkan kartu BPJS Kesehatan dan uang hasil penggalangan dana oleh beberapa kelompok pemuda dan organisasi di Kepulauan Aru.
Penolakan itu sontak mematahkan semangat Yosina Waite dan Simon Parjala untuk kesembuhan cucunya Putra Imanuel.
Dari rekaman perbincangan pendamping Putra Imanuel, Latif dan seorang petugas RS Wahidin, terdengar jelas oknum petugas itu mengarahkan Putra Imanuel ke klinik pengobatan atau tempat praktek swasta.
"Tidak usah pakai telepon pak, jangan telepon pak. Langsung ke sana saja pagi-pagi, depan Carrefour, Apotek Perintis," kata seorang petugas perempuan saat berbincang dengan Latif.
"Kalau di sini (RS Wahidin Sudiro Husodo Makassar) memang tidak bisa ya bu?" Tanya Latif dalam rekaman perbincangannya dengan petugas.
"Tidak bisa, dia (dokter) habis praktek langsung operasi. Dia sekarang operasi di ruangan operasi, dua operasi ini hari dia punya pasien," jawab oknum petugas itu.
"Lebih cepat kalau langsung ke praktek pak, kalau di sini tidak ada waktunya," sambung oknum petugas itu.
"Ibu, kalau di sana (prektek) sistem prabayar ya? "lanjut Latif.
"Iya, bayar. Kalau BPJS," sahut oknum petugas.
"Kalau di sini (RS Wahidin) bu? Tanya Latif kembali.
"Kalau di sini berlaku, kalau di praktek tidak berlaku. Karena swasta toh," jawab oknum petugas itu.
Latif pun berusahan meyakinkan petugas itu, bahwa ia hadir di RS Wahidin membawa rujukan dari rumah sakit di Kepulauan Aru.
"Cuman rujukannya kita ke Wahidin bu," terang Latif.
"Cocok rujukannya ke Wahidin pak, tapi dokter yang ditujukan itu pak. Bapak bisa tunggu sini pak, tapi tidak tahu sampai kapan. Kalau bapak mau cepat, bapak ke dokter prektek, kalau bapak mau nunggu tidak apa-apa, tapi tidak tahu sampai kapan," ucap oknum petugas itu dengan nada tinggi.
"Karena dilapor, dilapor, dilapor begitu. Semua pasien kalau mau cepat, semua ke tempat praktek," sambungnya.
Latif yang dikonfirmasi terkait rekaman perbincangannya itu, mengungkapkan ia berbincang dengan salah satu pegawai di bagian Saraf RS Wahidin.
"Jadi awalnya itu, saya ke Wahidin bawa ini anak (Putra Imanuel) lalu tunjukkan rujukan, setelah itu diarahkan ke BPJS untuk daftar, setelah daftar diarahkan ke Poli Anak," ujar Latif dikonfirmasi Minggu (27/9/2020) siang.
Di Poli Anak lanjut Latif, ia pun diarahkan untuk membawa Putra Imanuel melakukan pemeriksaan darah dan CT Scan pada kepala. Empat hari kemudian, lanjut Latif, hasil pemeriksaan darah itu dibawa kembali ke Poli Anak.
Setelah saya bawa hasil pemeriksaan sampel darah dan CT scannya ke Poli Anak, diarahkan ke bagian saraf. Ketemu dokter sarafnya saya diarahkan ke dokter praktek.
"Setelah saya disarankan oleh dokter di bagian saraf ke dokter praktek, saya ketemu salah satu pegawai. Lalu saya tanyakan, kita ini kan dirujuk ke sini pakai BPJS, kenapa disuruh lagi ke praktek," ucap Latif.
Karena khawatir kondisi Putra Imanuel memburuk, Latif pun mengaku terpaksa membawa ke dokter praktek atau klinik swasta di Jl Perintis Kemerdekaan sesuai saran pegawai RS Wahidin.
Di tempat praktek itu, Putra Imanuel menjalani pemeriksaan dan kata dokternya, lanjut Latif, kondisinya baik-baik saja.
"Jadi yang kami sayangkan itu, kenapa di Wahidin tidak dirawat dulu, kenapa malah dirujuk ke dokter praktek. Padahal 2015 lalu ini anak sudah pernah dirawat di Wahidin juga," tuturnya.
Hidrosefelus yang diderita Putra Imanuel kata Latif, sudah berlangsung sejak ia berusia dua bulan.
Dan saat itu juga kedua orang tuanya pergi entah kemana meninggalkan Putta Imanule di rumah oma dan opanya.
Sang opah dan omah yang sudah lanjut usia pun merawat cucunya itu dengan semampunya.
Keberadaannya di Makassar dua pekan terakhir berkat biaya penggalangan dana yang dilakukan Latif dan teman-temannya.
Terpisah, Humas RS Wahidin Sudiro Husodo Makassar, Aulia yang dikonfirmasi mengaku belum bisa menjawab apa yang dikeluhkan Latif dan keluarga Putra Imanuel.
"Untuk ini saya tidak bisa menjawab langsung. Saya harus koordinasi dulu ke yang terkait," ujarnya.