Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Walhi Tagih Janji Gubernur Sulsel Dialog Terbuka Soal Tambang Pasir

Riadi sapaan Slamet Riadi juga menjelaskan bahwa pihaknya sedang telah mengkaji dokumen lingkungan perusahan pemilik konsesi.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM/EMBA
Puluhan nelayan Pulau Kodingareng berkumpul di tepi pantai saat aksi penolakan tambang pasir oleh kapal PT Royal Boskalis 

Kondisi itu pun membuatnya ikut bergerak melakukan perlawanan.

Bersama ratusan nelayan Kodingaren, Hasmiah ikut melakukan perlawanan dengan mengusir kapal-kapal pengeruk pasir milik PT Royal Boskalis.

Tidak sampai disitu, perlawanan juga dilakukan dengan cara berunjukrasa.

Seperti yang dilakukan siang ini di depan kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (13/8/2020) pukul 10.30 siang.

Hasmiah bersama ratusan ibu-ibu lainnya kembali melakukan aksi unjukrasa menolak pengerukan pasir yang masih berlangsung.

Aksi penolakan dengan cara unjukrasa itu mendapat pendampingan sejumlah kelompok gerakan dan pemerhati lingkungan di Kota Makassar.

Seperti, Walhi, FNKSDA Makassar, FPPI, JATAM, KIARA, Solidaritas Perempuan AM, LAPAR Sulsel, KontraS, KruHa dan beberapa ormas lainnya.

Dalam aksinya, Hasmia tampak begitu bersemangat menyuarakan agar Pemprov Sulsel segera menghentikan pengerukan pasir tersebut.

Saat matahari berada di puncak peraduannya sekira pukul 12.15 Wita, Hasmia dan sejumlah ibu-ibu lainnya menepi dari kerumunan massa yang menduduki depan gerban masuk kantor orang nomor satu Sulsel itu.

Ia lantas berkemas membuka sejumlah bingkisan yang berisi aneka ragam makanan yang dibawa dari pulau.

Seperti, gogos, nasi putih, nasi kuning dan beberapa makanan lainnya. Ia pun mengajak sebagian masaa untuk makan bersama.

Saat menyantap persediaan makanan yang dibawa, keringat Hasmia tampak belum kering.

Dihampiri awak tribun, ibu enam orang anak itu pun bercerita betapa pengerujan pasir laut itu mengancam keberlansungan ekonomi keluarganya.

"Sebelum ada pengerukan ini, suamiku (Ngenjeng) biasaji dapat Rp 200-300 ribu sehari kasihan, ini setelah ada ini pengerukan berkurangmi. Bahkan kemarin seharian keluar cari ikan tidak dapat karena pucak ki itu air laut, lari semua ikan," kata Hasmiah.

Kondisi itu diperparah dengan masa Pandemi Covid-19 yang mengharuskan tiga putrinya belajar di rumah.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved