Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Walhi Tagih Janji Gubernur Sulsel Dialog Terbuka Soal Tambang Pasir

Riadi sapaan Slamet Riadi juga menjelaskan bahwa pihaknya sedang telah mengkaji dokumen lingkungan perusahan pemilik konsesi.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM/EMBA
Puluhan nelayan Pulau Kodingareng berkumpul di tepi pantai saat aksi penolakan tambang pasir oleh kapal PT Royal Boskalis 

Kebijakan belajar daring dari rumah itu, membuatnya harus membeli paket data.

"Apalagi sekarang ini tiga anakku belajar pake hape semua kasihan, biasa dua hariji napake datanya habismi lagi. Manami untuk dimakan juga," ujar Hasmia sambil meneteskan air mata.

Senasib dengan Hasmia, kondisi yang sama dialamiibu Airin (26). Ibu dua anak itu juga mengaku kesulitan ekonomi semenjak adanya pengerukan pasir.

Airin bahkan membawa anaknya yang masih berumur dua tahun dari pulau untuk ikut berunjukrasa.

"Saya pak dua anakku masih kecil, butuh susu, butuh popok. Apami mau dimakan kalau suami tidak dapatmi ikan kasihan," celutuk Airin.

Begitu juga yang dirasakan Darti (24). Ibu satu anak ini juga membawa anaknya berunjukrasa agar perjuangan untuk menghentikan pengerukan pasir itu dapat diamini Pemprov Sulsel.

"Susah sekalimi dapat ikan kasihan, karena pucaki air lautka. Biar pakai jaring apaki tidak ada didapat," kata Darti.

Lebih kurang 15 menit berbincang dengan awak tribun, Hasmia, Airin dan Darti yang telah usai santap siang pun bergegas memasuki barisan massa.

Ia ikut berteriak 'Hentikan Pengerukan Pasir' sembari menunggu Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah muncul menemui massa aksi.

Namun, pantaun awak tribun hingga pukul 14.00 Wita, Nurdin Abdullah tidak kunjung menemui massa aksi.

Unjukrasa itu sendiri menyuarakan tuntutan:

1. Menolak seluruh proyek tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan (copong lompo, copong keke, Bone ma'lonjo Bone lure, Bone pama, Sangkarrang, Batu ila, Lalo angkan, Bone luara, Bone pute, Gossea, Ponto pontoan, garasa pamalu, Bone langga, Bone pute rate, Bine pinjeng, Bone kaluku, kaodasan lambe lambere, Batu La'bua, dan pariyama), serta mendesak PT Royal boskalis untuk segera menghentikan seluruh aktivitas tambang pasir laut diwilayah tangkap nelayan, di wiliyah perairan kepulauan spermonde (copong lompo, copong keke, Bone ma'lonjo, Bone lure, Bone pama, sagkarrang, Batu ila, lalo agkang, Bone luara, Bone pute , Gossea, Ponto pontoag, Garasa pamalu, Bone langga, Bone pute rate, Bone pinjeng, Bone kaluku, Kapodasan, Lambe lambere, Batu La'bua, dan Pariyama).

2. Mendesak PT.Royal boskalis, PT. Pembangunan perumahan, PT, Alefu karya Makmur dan PT. Banteng laut Indonesia bertanggungjawab dan memulihkan seluruh penderitaan dan kerugian materil serta non materil yang dialami masyarakat Pulau Kodingareng selama beroperasinya proyek tambang pasir laut yang dilakukan PT Royal Boskalis di wilayah tangkap nelayan.

3. Mendesak Pemerintah Belanda dalam hal ini Duta Besar Kerjaan Belanda untuk Indonesia agar segera menunaikan kewajiban ekstrateritorialnya untuk memantau seluruh aktifitas PT Royal Boskalis terutama terkait pelanggaran HAM dan penggunaan institusi militer dan polis serta preman dalam menghadapi aspirasi masyarakat, nelayan, perempuan dan warga Pulau Kodingareng. Serta menuntut PT Royal Boskalis segera mengentikan aktifitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan.

4. Mendesak Gubernur Sulsel untuk mencabut seluruh izin pertambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan.

5. Mendesak Gubernur Sulsel merevisi Perda RZWP3K dan menghapus zona ambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan.(Tribun-Timur/Muslimin Emba).

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved