Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Kuda Hitam di Musda Golkar Sulser

Musda Golkar Sulsel X yang sedianya digelar di Sulsel, 'terpaksa' dipindahkan ke DPP di Jakarta dengan beberapa alasan.

Editor: Jumadi Mappanganro
handover
Hasrullah MA (Dosen FIsip Unhas) 

Oleh: Dr Hasrullah MA
Dosen Fisip Universitas Hasanuddin

PENYERAHAN DUKUNGAN bakal calon Ketua Golkar Sulsel hanya diikuti empat sosok petarung politik.

Keempat tokoh tersebut menyerahkan syarat dukungan (30 persen) yakni Taufan Pawe, Syamsuddin Hamid, Hamka B Kady, dan Supriansa.

Taufan Pawe dan Syamsuddin Hamid adalah kader Golkar yang sementara ini masing-masing memegang tampuk kepemimpinan kepala daerah.

Sedangkan Hamka B. Kady dan Supriansa barada di palagan legislator pusat.

Musda Golkar Sulsel X yang sedianya digelar di Sulsel, tapi dipindahkan ke DPP di Jakarta dengan beberapa alasan.

Di antaranya katanya karena Makassar masih berada zona merah covid-19.

Pengakuan Seorang PSK: Jajakan Diri Sejak Mahasiswi, Tarif Rp 700 Ribu. Kini Coba Jualan Pakaian

Sembari menanti hasil musda tersebut, ada baiknya kita menelisik 4 sosok calon ketua yang keluar sebagai ‘kuda hitam’ yang akan dipilih oleh 30 pemilik suara nanti Musda Golkar Sulsel.

Pertarungan politik yang didramaturgikan kader-kader Golkar cukup dinamis dan menyita perhatian publik dan media. Terasa penuh persaingan bahkan dibumbui intrik-intrik politik.

Aroma dan dinamika partai berlambang pohon beringin pun diwarnai adanya tokoh yang selama ini telah mempunyai modal suara yang cukup signifikan untuk menduduki kursi yang akan ditinggalkan Nurdin Halid.

Sebut saja Syamsuddin, Taufan Pawe, dan Hamka B. Kady yang dianggap sudah mumpuni basis suara yang dianggap akan keluar sebagai pemenang.

Namun, kehadiran Supriansa sebagai tokoh muda dan juga muda dalam kiprahnya di Golkar, yaitu selama 2 tahun mengabdi di partai berlambang pohon beringin yang tiba-tiba muncul sebagai tokoh energik.

Berbekal ‘popularitas’ yang dimiliki dan mendapat ‘penyemangat’ dari Ketua DPP Golkar Airlanga Hartarto berupa surat ‘rekomendasi’ diberikan kepada Supriansa.

Surat rekomendasi dengan memberi catatan di bagian point 2a, bahwa “semua aturan dan tata tertib disepakati dalam forum musda” perlu ditaati.

VIDEO:Giliran Puskesmas Samataring Sinjai Tak Layani Pasien

Maka pelajaran demokrasi dilakukan Airlangga kepada Supriansa bahwa yang bersangkutan tetap berkewajiban memenuhi syarat pencalonan sebagai Ketua Partai Golkar.

Ketua Umum Golkar memberi kewenangan penuh suara untuk menentukan pilihannya kepada peserta Musda.

Tampilnya keempat sosok untuk memenangkan pertarungan politik dengan kondisi demokrasi ala Golkar, maka masing-masing kandidat perlu berjibaku mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Maka

tentunya sebagai petarung, tidak ada jalan lain melakukan lobi-lobi politik untuk mendapatkan 30 suara.

Sekadar catatan 30 suara itu, berasal dari : 24 suara dari DPD Kota/Kabupaten, 1 suara DPP Golkar, 1 suara Dewan Pertimbangan Partai, 1 suara organisasi mendirikan partai (Soksi, Kosgoro, dan MKGR), 1 suara didirikan Golkar (AMPI, HWK, Alhiyah, Satkar Ulama, dan MDI), dan 1 suara organisasi sayap yang terdiri dari (AMPG-KPPG).

Maka dari itu, siapa sebenarnya tokoh yang berhasil mendulang suara sebanyak itu, maka sudah dapat dipastikan keluar sebagai pemenang.

Ketiga tokoh yang sudah lama ‘mempersiapkan’ dirinya untuk mendapatkan suara.

Semisal Syamsuddin dan Taufan Pawe sudah ‘berkeringat’ mengumpulkan pundi-pundi suara dan tentu keduanya mempunyai keyakinan untuk menang.

FOTO: Penari 4 Etnis ber-Face Shied

Sementara sosok Hamka B. Kady dianggap orang lama di Golkar dan mempunyai persahabatan yang kental, baik dengan pengurus DPD 1 Sulsel maupun di DPP II.

Ia pun mempunyai basis massa yang cukup signifikan di dapil satu Sulsel, sehingga melanggengkan dirinya duduk di DPR-RI.

Sosok Hamka B. Kady yang cenderung tidak mengandalkan pencitraan, namun mempunyai basis massa yang cukup kuat.

Sedangkan tokoh ‘pendatang baru’ Supriansa dengan segala kemampuan politik sehingga masuk di DPR-RI periode 2019-2014, dianggap memiliki kemampuan lobi persuasi politik yang baik.

Juga mumpuni dan berhasil membuka ‘kotak pandora; yang selama ini terkesan calon ketua partai ini didominisasi para senior Partai Golkar.

Sehingga kehadiran Supriansa wajar menyentak perhatian publik.

Apalagi telah mendapat ‘restu; dari Ketua Umum Partai Golkar.

Hanya perlu disimak dan diketahui bersama, pertarungan politik tidak boleh hanya mengandalkan ‘pencitraan media semata’ untuk meraih kursi kekuasaan.

Sebagai orang belajar tentang komunikasi politik struggle of power menjadi pemicu kemenangan merebut kekuasaan.

Tapi sekali lagi diingat, politik sangat mengandalkan: lobi, negoisasi, kolaborasi, power sharing, jual-beli suara, politik ‘dagang sapi’, hingga koalisi.

Pengalaman dan jam terbang politiklah menjadi ‘kuda hitam’ untuk meraih suara.

Karena sudah dapat dipastikan, hanya kandidat yang memainkan perannya sangat ulung berpolitik praktis akan keluar sebagai pemenang.

Tentu keempat tokoh tersebut sudah mempunyai suara tetap atau pemilih tradisional akan tetap melakukan isolasi mandiri agar suara bisa tetap utuh.

Namun kalau tetap mau menang, maka persoalan taktik dan strategi untuk meraih kemenangan, sepantasnya keempat tokoh perlu berkoalisi dan saling mengintai mana suara yang bisa dinegosiasikan.

Begitulah politik. Terkadang intrik politik menjadi bumbu penyedap untuk meraih kemenangan. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Kajili-jili!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved