Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Ahmad M Sewang

Mulanya Dianggap Utopia, Berubah Jadi Kenyataan Dalam Kurun Waktu Lain

Terinspirasi saat penulis berkesempatan ke Pulau Texam, di Laut Utara, ujung timur laut negeri Belanda.

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/ANITA
Prof Dr Ahmad M Sewang MA saat meluncurkan sebuah buku Antologi Puisi berjudul Selalu Ada Jalan Keluar (Sajak). 

Oleh: Ahmad M Sewang
Guru Besar UIN Alauddin Makassar - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Masjid Mubalig  Indonesia  Muttahidad (IMMIM) 

SUATU ketika studi dan riset di Belanda, penulis mendapat hadiah Summer Card berupa karcis musim panas yang free naik kendaraan ke mana pun pergi tanpa bayar asal dalam negeri Belanda selama tiga hari.

Penulis memanfaatkannya untuk mengelilingi negeri 'Kincir Angin' ini dari sudut ke sudut.

Rasanya tidak sulit ditempuh sebab negeri ini luasnya setara dengan Jawa Barat dan bisa dikelilingi sehari penuh

Apalagi kendaran bus di sana begitu disiplin waktu, lancar, bersambung, dan terjadwal.

Kesempatan ini digunakan pula untuk menyeberang ke pulau kecil, Pulau Texam, di Laut Utara, persis terletak di ujung timur laut negeri Belanda.

Cegah Corona, Bersepeda Disarankan Tidak Berkelompok. Dokter: Sebaiknya Solo Riding

Penulis sengaja menyeberang ke pulau kecil itu hanya sekedar nostalgia sebagai tapak tilas dan ingin mendapatkan inspirasi.

Di pulau ini penulis mendapatkan inspirasi setelah plasback jauh ke belakang di akhir abad ke-16 bahwa pulau kecil ini dijadikan tempat start pertama kalinya kapal Belanda menuju Nusantara.

Ekspedisi Belanda tiba tahun 1596 di Banten sebagai pelabuhan lada terbesar saat itu.

Di sana mereka segera terlibat konflik, baik dengan Portugis yang lebih dahulu berdagang di sana maupun penduduk setempat.

Ekspedisi ini mengalami banyak tantangan dan kerugian.

Pada tahun 1597 sisa tiga dari empat kapal dan 87 dari 247 orang awaknya bisa kembali ke negerinya di Belanda.

Sekalipun demikian, dilihat dari segi misi utama mereka, yaitu untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah.

Ekspedisi mereka anggap berhasil sebagai perintis jalan pada ekspedisi berikutnya.

Makassar, Gowa, Bulukumba, Maros Masuk 7 Daerah Zona Merah Sulsel, Cek Juga Zona Hijau, Tana Toraja?

Sejak itu, mulai banyak kapal perusahan Belanda yang lalu lalang untuk memperoleh rempah-rempah.

Untuk menghindari persaingan kurang sehat, pada bulan Maret 1602 banyak perusahaan mereka menggabungkan diri ke dalam satu organisasi dagang disebut VOC yang berpusat di Amsterdam.

Segera setelah itu, ekspedisi yang mulanya bertujuan perdagangan berubah jadi penjajahan.

Dalam catatan sejarah, sejak itu Indonesia dijajah selama tiga setengah abad. Kekecewaan mulai muncul ketika penjajah melakukan eksploitasi secara tidak adil terhadap negeri jajahan.

Kebetulan penduduk setempat mayoritas muslim dan agama mereka tidak membiarkan ketidakadilan itu berlangsung, maka tidak heran jika terjadi perlawanan di mana-mana.

Di Kerajaan Goa terjadi Perang Makassar. Di Jawa pecah Perang Diponegoro.

Di Sumatera terjadi Perang Paderi yang di pimpin Imam Bonjol dan banyak lagi perlawanan di daerah lainnya di seluruh tanah air.

Perang ini mulanya, mustahil bisa dimenangkan bahkan dianggap utopia. Bagaimana mungkin berhadapan kolonial Belanda yang terorganisasi rapi dan memiliki persenjataan canggih waktu itu.

Mereka memiliki strategi perang yang sempurna. Belum lagi politik devide et impera yang terkenal itu.

Misalnya pada Perang Makassar. Belanda menerapkan politik devide et impera dengan berkoalisi penduduk setempat yaitu Arung Palaka dari Kerajaan Bone.

VIDEO: Apel Siaga Ganyang Komunis di Makassar

Dengan koalisi itu, mudah Sultan Hasanuddin dipaksa menyerah untuk menandatangani Perjanjiaan Bongaya yang sangat merugikan Kerajaan Makassar (kerajaan Goa dan Tallo) pada tahun 1667.

Di antara penyebab perlawanan terhadap kolonialisme sangat sulit dimenangkan, karena para pejuang melakukan perlawanan secara sporadis.

Tidak terkoordinasi semacam gerakan bersama yang memungkinkan perlawanan bisa dilakukan secara bersama dan terpadu.

Bersamaan dengan datangnya abad kedua puluh muncul kesadaran baru membentuk pergerakan nasional yang dimulai organisasi Budi Utomo, Syarikat Islam dan sebagainya.

Timbul pula organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kedua organisasi ini ikut serta membangun kesadaran nasionalisme lewat pendidikan.

Sebelumnya, pengaruh dari gerakan nasional dengan munculnya pergerakan pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda: berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.

Menurut sejarawan, di antara perbedaan istilah perjuangan dan pergerakan. Perjuangan adalah perlawanan yang dilakukan secara sporadis dan berdiri-sendiri.

Sedang pergerakan adalah perlawanan yang dilakukan secara bersama-sama lewat organisasi.

Walau demikian sampai pada perlawanan mempertahankan kemerdekaan 1945 ketika tentara sekutu dan di belakangnya membonceng tentara NICA Belanda, setelah menyerah pada jepang 8 Maret 1942.

Pada masa pra kemerdekaan Belanda ingin kembali untuk menjajah Indonesia. Menurut hasil riset sejarah lokal, masih saja ada orang yang berpandangan bahwa Belanda akan kembali memenangkan pertarungan ini.

Alasannya, bagaimana mungkin merdeka, jarum sendiri tidak mampu dibikin. Bagaimana bisa melawan senjata canggih berhadapan dengan bambu runcing.

Karena itu, menurut yang pro kolonial, perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu adalah perbuatan mustahil, sia-sia, dan utopia.

Tetapi, menurut analisa sejarawan, Belanda lupa bahwa perang tidak cukup dengan kecanggihan senjata, tetapi juga semangat optimisme di belakang senjata atau bambu runcing yang diyakini para pejuang.

Semangat itu berbunyi, "Tidak akan kembali kalau tidak menang. Hidup berarti mulia dan mati berarti syahid".

Semangat itulah dan atas rahmat Allah swt. mengubah yang mustahil jadi kenyataan dan mengantar Indonesia merdeka.

Akhirnya, penulis salin sebagian susunan kalimat yang cukup bagus pada pembukaan UUD 1945, yaitu, "... maka sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdakaan negara Indonesia..."

Penulis mengajak pembaca untuk kembali ke Pulau (kecil) Texam, di Laut Utara negeri Belanda yang dikemukakan pada pembukaan tulisan di atas.

Peristiwa tempat start pertama kalinya Kolonial Belanda ke Nusantara beberapa abad silam yang menginspirasi penulis, sehingga yakin bahwa sesuatu yang mustahil pada suatu masa bisa berubah menjadi kenyataan riil pada masa yang lain.

Bukankah salah satu kegunaan sejarah adalah inspiratif?

Tulisan berikutnya akan menampilkan prasyarat yang harus dipenuhi menuju persatuan umat. (*)

Wassalam,

Makassar, 6 Juli 2020

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved