Bawaslu Sulsel
Awasi Verifikasi Faktual, Bawaslu Sulsel: Sebelum Pandemi Banyak Tidak Valid, Apalagi Sekarang
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Sulsel Amrayadi mengatakan, ada dua hal yang menjadi fokus perhatian.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Selatan (Bawaslu Sulsel) memerhatikan pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) jalur perseorangan.
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Sulsel Amrayadi mengatakan, ada dua hal yang menjadi fokus perhatian.
"Adanya pelanggaran prosedural yang bertentangan dengan aturan yang berlaku dan standar protokol kesehatan karena wabah Covid-19," ujarnya dalam diolag bertemakan Kawal Verifikasi Faktual (Verfak) Calon Perseorangan dan Jaga Hak Konstitusi yang digelar Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulsel, Bawaslu Sulsel dan Netfid Sulsel, Kamis (18/6/2020)
Amrayadi mengatakan, menguji keabsahan dukungan hasil verfikasi adminitrasi (vermin) melalui verfikasi faktual (verfak) , khususnya terkait legalitas dukungan B.1.KWK bagi pendukung yang ber-KTP Eletronik atau terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) Pemilu terakhir.
Hal lainya adalah mekanisme penetapan protokoler kesehatan bagi penyelenggaran PPS pada saat melakukan metode sensus.
“Di masa sebelum pandemi saja banyak ditemukan yang tidak valid datanya, apalagi masa pandemi ini. Dimana keterbatasan masyarakat masih phobia Covid. Tentu butuh strategi khusus untuk kondisi seperti ini," ujar mantan Ketua KPU Soppeng itu.
Di Sulawesi Selatan ada dua daerah yang maju lewat jalur perseorangan. Yakni Kabupaten Kepulauan Selayar, pasangan Zainuddin-Aji Sumarno dengan syarat dukungan sudah diserahkan dan di vermin 10.987 KTP sebaran di 11 kecamatan.
Lalu di Kabupaten Maros pasangan Muh Nur-Muh Ilyas sebaran KTP dukungan 26.158 di 14 Kecamatan.
Sisi lain jumlah Pengawas Pemilihan Lapangan (PPL) di desa/kelurahan hanya satu orang, sedangkan Panitia Pemungutan Suara (PPS) berjumlah tiga orang.
"Sehingga potensi penyebaran pengawasan tidak merata. Bawaslu akan menggunakan mentode sampling 20 persen dari jumlah syarat dukungan," ujarnya.
Potensi kerawan lain, menurut Amrayadi adalah pendukung di daerah perbatasan yang tidak masuk lokus sebaraan dukungan. Sering kali ada mobilisasi dari daerah lain yang bukan lokus sebaran.
“Jika nanti di Perbawaslu menginisyaratkan pengawasan penerapan prosedural protokol kesehatan, maka wajib hukumnya Bawaslu dan jajarannya memberikan peringatan atau rekomendasi," ujarnya.
Verfak ini akan menjadi penentu nasib pasangan calon jalur perseorangan. Jika nanti dalam verfak jumlah syarat dukungan belum mencukupi, maka diberikan kesempatan untuk menambah di masa perbaikan.
“Pengalaman di jalur perseorangan ini potensi dukungan ganda. Maksudnya adminitrasi dukungan B1.Kwk di vermin pertama dan sudah difaktualkan itu lagi yang masuk di masa perbaikan. Ini potensi masalah yang membutuhkan pencermatan baik dari kpu maupun Bawaslu,” kata Amrayadi.
*Bagaiaman Mengecek Keabsahan Dokumen?
Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi JaDI Sulsel, Abd Rasyid mengatakan, titik rawan yang harus diperhatikan dalam tahapan verfak adalah keabsahan dokumen pendukung syarat dukungan.
Menurutnya, syarat memberikan dukungan secara adminitrasi memiliki KTP Eletronik atau terdaftar dalam Daftar pemilih Tetap (DPT) pemilihan terakhir.
“Ada pemilih yang tidak tahu sama sekali bahwa dirinya mendukung calon perseorangan. Karena dokumennya didapat oleh LO atau tim sukses di koperasi atau pembiayaan lainnya, “ kata Rasyid.
Bagaimana mengecek keabsahan dokumen? Menurut Rasyid sistemnya adalah sensus, meski secara metode KPU akan menggunakan sistem daring atau luring, validasi dukungan harus dibuktikan.
Ketua Netfid Indonesia, Dahliah Umar menyarangkan agar metode teknologi digital menjadi opsi untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 yang berpotensi terjadi jika ada pertemuan orang perorang.
Meski dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2016 mengatur tentang validasi dukungan metode sensus namun di Perppu 1 tentang pilkada memberikan keleluasaan dan kewenangan mengatur lebih lanjut proses yang tidak membebani penyelenggaran.
“Yang penting adalah validitas dukungan orang apakah mendukung atau tidak. Di masa pandemi ini, membutuhkan terobosan dokumen terekam secara digital menjadi sah untuk mennghindari penyebaran virus Corona,“ kata Dahliah.
Kenapa pilihan teknologi digital menjadi pilihan? "Karena tidak memungkinkan dilaksaakan test massal untuk memastikan apakah verifikator atau masyarakat itu terpapar covid atau tidak," ujarnya.
Dengan pilihan dokumen digital dan pertemuan daring akan memudahkan verfikator, pendukung dan pasangan calon.
“Bagaimana pengawasannya, Bawaslu harus menyesuaikan dengan cara bekerja KPU. Jangan hanya fokus mengawasi implementas pelaksanaan protokol kesehatan lalu lupa dengan objek pengawasannya,“ kata Mantan Ketua KPU DKI Jakarta itu.
*Warning Bawaslu Terkait Verfak
Ketua Bawaslu RI, Abhan me-warning baik KPU dan Bawaslu di daerah untuk berhati-hati dalam melaksanakan tugas verfak perseorangan.
Pada masa pandemi verfak adalah tahapan yang membutuhkan interaksi antara penyelenggara dengan masyarakat.
Karenya protokol kesehatan Covid-19 harus disiplin dijalankan saat proses verfak. Hal ini penting agar tidak menimbulkan klaster baru klaster penyelenggara atau klaster pilkada.
Selain itu, tahapan verifikasi dukungan perseorangan ini signifikan untuk menentukan nasib bakal calon dari jalur perseorangan apakah memenuhi syarat dukungan atau tidak.
“Tahapan verfak ini berpotensi menjadi sengketa di Bawaslu ketika calon perseorangan menyatakan bersyarat tetapi kpu menyatakan tidak sesuai dengan hasil vermin dan verfak,“ Kata Abhan.
Karena Pilkada Serentak 2020 memiliki tantangan tersendiri akibat bencana Covid-19, maka KPU dan Bawaslu harus membangun sinergitas dalam tahapan faktual ini. Dan menjalankan mekanisme prosedural sesuai dengan ketentuan undang-undang.