Pandemi Virus Corona
Bill Gates Dipercaya Jutaan Netizen Afrika Jadi Pihak yang Munculkan Pandemi Virus Corona, Kok Bisa?
Teori konspirasi tentang wabah virus corona yang sengaja dibuat, tak hanya muncul di Indonesia. Di Afrika tuduhan itu malah lebih luas lagi.
TRIBUN-TIMUR.COM - Nama biliuner Bill Gates termasuk salah satu nama yang disebut ahli teori konspirasi terkait virus Corona, termasuk di Afrika.
Yang mempercayai itu tidak tanggung-tanggung, jumlah mencapai jutaan netizen di Afrika.
• CEO PSM Usul Liga 1 2020 Stop, Diganti dengan Apa? Begini Pendapat Zulkifli Syukur dan Abdul Rahman
• Anak Buah Mendikbud Nadiem Makarim Umumkan Jadwal Masuk Sekolah di Era New Normal, Aman Saat Corona?
Hal itu bermula dari postingan online politisi palsu Kenya, yang kemudian menjadi penyebaran informasi yang salah kaprah.
Klaim palsu seperti itu telah mendapatkan daya tarik baru di tengah pandemi Virus Corona.
Apalagi saat program-program vaksin Bill Gates di benua Afrika itu telah lama menjadi bahan spekulasi, seperti dilansir dari AFP.
Pada 15 Maret, Gubernur Nairobi Mike Sonko menerbitkan video lama Gates, yang memperingatkan tentang konsekuensi pandemi di masa depan.
Video itu berisi tulisan "Bill Gates memberi tahu kami tentang virus korona 2015".
Video klip yang muncul dalam pembicaraan TED-nya lima tahun lalu itu, menunjukkan Bill Gates sedang berkata kepada audiens, bahwa dunia tidak siap untuk wabah global.
Kendati demikian, saat itu Bill Gates tidak menyebutkan virus corona.
Menurut alat analisis media sosial CrowdTangle, Postingan Sonko itu menghasilkan begitu banyak interaksi di antara dua juta pengikut Facebook-nya.
• Kelanjutan Liga 1 2020, Hasil Virtual Meeting Ini Kata CEO PSM? Lalu Bek PSM Zulkifli Syukur Bilang?
• Bintang Ajax 1999 Selevel Christian Eriksen hingga Bek Juventus Matthijs De Ligt, Tapi Gagal di PSM
Sehingga tetap menjadi postingan global paling produktif tentang Gates di era Covid-19.
Sejauh ini, unggahan Sonko telah dibagikan lebih dari satu juta kali dan telah mengumpulkan 38 juta tanggapan di media sosial.
Menurut Lab Penelitian Forensik Digital (DFRLab) yang berpusat di Washington, yang mempelajari disinformasi secara global, postingan tersebut menyoroti peran yang dimainkan oleh tokoh masyarakat setempat dalam menyebarkan klaim palsu atau menyesatkan di berbagai belahan dunia.
"Mereka biasanya dilakukan melalui komunitas khusus ketika influencer, seperti selebritas terkemuka, atau bahkan sumber media arus utama, menguatkan mereka," kata Zarine Kharazian dari DFRLab kepada AFP.
"Begitu mereka mencapai tingkat penyebaran ini, mereka bermigrasi lintas bahasa."