OPINI
Evolusi Korona dan Maknanya
Indonesia termasuk dalam negara yang belum mencapai puncak wabah. Baru ada 1 negara (Slovenia) yang menyatakan pandemi telah berakhir.
Oleh: Yusnita Rifai
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin - Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Farmasi Unhas)
SAAT ini sejumlah negara beradaptasi terhadap tatanan kehidupan normal baru pascapandemi Covid-19.
Prinsip mendasar adaptasi adalah menjalani protokol kesehatan dan membatasi pergerakan.
Selama belum ditemukan obat dan vaksin, kehidupan pascadatangnya pandemi belum terasa benar-benar normal.
Tanpa vaksin, dunia membuktikan bahwa 85% dari 212 negara berada dalam kondisi di mana jumlah kasus Covid-19 menurun dan terkendali.
Masih ada 42 negara di dunia yang berjuang menghadapi virus korona.
Indonesia termasuk dalam negara yang belum mencapai puncak wabah. Baru ada 1 negara (Slovenia) yang menyatakan pandemi telah berakhir.
Mutasi
Semua virus secara alami bermutasi, termasuk SARS-CoV2 penyebab Covid-19.
Proses mutasi bervariasi di berbagai belahan dunia bergantung pada kepadatan populasi, jumlah orang yang terinfeksi dan berapa banyak peluang virus ditransmisikan.
• Remote Control Covid-19 Kini di Tangan Masyarakat, Ini Risikonya
Paparan terhadap virus korona juga dapat memengaruhi kerentanan populasi terhadap infeksi yang menyebabkan munculnya varian virus baru serupa influenza musiman.
Mutasi terjadi jika virus yang mereplikasi dalam sel melakukan kesalahan ketika menyalin kode genetik.
Tidak seperti gen manusia yang dicetak dalam DNA untai ganda, gen virus korona dicetak dalam RNA untai tunggal dimana kekeliruan dalam menyalin kode genetik berpeluang terjadi.
Seiring pertambahan waktu, jumlah mutasi yang terakumulasi menyebabkan virus lebih efisien menginfeksi sel.
Para ilmuwan menganalisis munculnya keragaman genom pada SARS-CoV2 dengan menyaring genom 7.500 virus yang menginfeksi pasien di seluruh dunia.
Hasil riset menunjukkan bahwa telah terjadi 198 mutasi secara independen lebih dari sekali, yang menyampaikan petunjuk bagaimana virus beradaptasi.
Dari hasil analisis 13.000 sampel di Inggris, ditemukan bahwa mutasi virus pada bulan maret 2020 terjadi dua kali dalam sebulan.
Sedangkan hasil analisis tiga dari tujuh whole genome sequencing dari lembaga Eijkman-Indonesia dinyatakan tidak masuk dalam tiga tipe yang sudah dikelompokkan secara global yaitu S, G, dan V.
Rupanya, tiga data hasil urutan genom virus corona penyebab Covid-19 di Indonesia berbeda dari tiga tipe dunia yang telah teridentifikasi.
Perubahan Perilaku
Faktanya adalah genom virus, meskipun berbeda dari manusia atau spesies lain dalam banyak hal, tampaknya mematuhi prinsip evolusi yang sama.
Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa sebagian besar penyimpangan genetik lazim memengaruhi perilaku individu.
Semakin cepat virus bermutasi, semakin cepat ia mengubah perilaku.
• Berdamai dengan (Akuntabilitas Anggaran) Covid, Bisa?
Mutasi menyebabkan antibodi tidak lagi efektif menangkal virus karena sistem kekebalan tubuh telah mengalami perubahan.
Influenza musiman dengan strain virus mutasi baru menyebabkan dunia membutuhkan vaksin berbeda setiap tahun.
Ketika strain genetik tertentu muncul untuk membuat lompatan besar, biasanya ia digolongkan sebagai pergeseran genetik, bukan adaptasi.
Model Null pada evolusi SARS-CoV2 dikemukakan oleh ahli biologi evolusi dengan istilah penyimpangan genetik.
Akumulasi pergeseran genetik lintas generasi memiliki beberapa konsekuensi yang mengejutkan; satu urutan evolusi dapat menyebabkan mutasi yang secara biologis tidak signifikan, atau netral, menjadi dominan dalam suatu populasi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh manusia merangsang sistem pertahanan tubuh untuk melawan antigen.
Apabila antigen menginfeksi manusia kembali maka antibodi yang telah dihasilkan telah mengenali antigen tersebut, sehingga terbentuk kekebalan atau imunitas.
Hal yang unik dari virus adalah protein inang virus dapat dikenali oleh sistem kekebalan tubuh, yang justru dapat menyebabkan kekebalan hilang (antibody-dependant enhancement).
Diperlukan waktu dalam memahami kerja virus korona terhadap inang dan sistem imunitas.
Untuk memastikan vaksin dapat digunakan dalam jangka panjang, para ilmuwan harus merancang eksperimen untuk menantang sistem kekebalan setelah vaksinasi dan menguji ketahanannya dari waktu ke waktu sehingga respon kekebalan tetap adaptif melindungi infeksi di masa depan.
Jika mutasi terjadi karena adaptasi, maka mudah membuat vaksin.
Namun jika mutasi terjadi karena penyimpangan genetik atau evolusi maka sulit membuat vaksin yang adaptabel. Apalagi jika strain baru lebih agresif.
Tidak ada vaksin yang dihasilkan terhadap SARS pada tahun 2002 dan MERS pada tahun 2012 oleh karena alasan evolusi ini.
Dalam menjalani era kehidupan normal baru, diharapkan kekebalan tubuh masyarakat semakin tinggi dan akhirnya korona mengalami evolusi.
Lalu menjelma layaknya influenza musiman. (*)