Bocah Penjual Jalangkote Asal Maros
Kisah Firman Bocah Penjual Jalangkote Asal Maros dan Tulang Punggung Keluarga, Beda Rizal di Pangkep
Firman juga jual jalangkote keliling kota Maros dengan jalan kaki. Ia tak punya sepeda untuk digunakan.
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Ansar
Sang ayah, Haruddin meninggal karena menderita penyakit.
Lina juga bekerja sebagai tukang masak di salah satu rumah makan di Maros dengan penghasilan dibawah dari Rp 1 juta sebulan.
Penghasilan Lina tidak cukup untuk biaya Firman bersama enam saudaranya.
• Janda ini Ketagihan Kirim Foto Vulgar ke Pacar, Baru Menyesal saat Putus dan Sudah Tersebar
• Tak Lazim, Cita-cita Penjual Jalangkote Korban Bullying di Pangkep Bikin Anggota DPRD Sulsel Kaget
Melihat kondisi ibunya, bocah yang bercita-cita jadi polisi ini, menggunakan waktu luangnya untuk berjualan jalangkote.
"Kalau pulang dari sekolah, saya pergi mengaji dulu. Setelah itu, saya pulang mengambil jalangkote dan berjalan kaki keliling kota Maros. Saya kasihan lihat ibu," kata Firman, baru-baru ini.
Bocah yang senang belajar matematika ini, mengaku tidak malu untuk berjualan jalangkote. Meski seumurannya kerap membully-nya saat kebetulan bertemu di jalan.
Jika diejek, Firman menanggapinya dengan santai dan tidak marah.
Perkataan temannya tersebut juga dinilai benar.
Firman memang berprofesi sebagai penjual jalangkote.
Dia justru menjadikan ejekan temannya sebagai motivasi.
Jika sudah besar, Firman sudah memiliki pengalaman berbisnis. Sementara temannya belum.
"Kalau diejek, tidak ada urusan. Saya ini kerja halal, meski hasilnya tidak seberapa. Ejekan itu justru memotivasi saya untuk kerja keras untuk membantu keluarga yang selama ini dalam kesulitan," ujarnya.
Setiap hari, anak keempat dari tujuh orang bersaudara ini, membawa 150 biji jalangkote.
Jalangkote dijual Rp 1000 per biji. Jika beruntung, Firman bisa membawa uang Rp 150 ribu per hari.
Jika jalangkotenya habis, Firman kadang diupah Rp 10 ribu.