Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Sejarah

Respons Netizen Tentang Problema Persatuan Umat

Hal baik dari Masyumi, semata-mata mengikuti jargon pesantren, "Memelihara tradisi positif masa lalu dan menerima yang lebih baik yang baru masa kini

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/DESI TRIANA ASWAN
Prof Dr Ahmad M Sewang MA 

Oleh: Ahmad M Sewang
Guru Besar UIN Alauddin Makassar - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Masjid Mubalig Indonesia Muttahidad (IMMIM)

Terima kasih semua masukan dari para sahabat: Prof. Hasyim Aidit, Wahyuddin Halim, Muh. Wayong, Yadi dan Arif serta beberapa respon di luar Sulawesi Selatan.

Berbagai problem yang menimpa umat membutuhkan penyelesaian multi pendekatan, di antaranya:

1. Memikirkan ulang usaha para pendahulu kita dan menghormati usaha yang telah mereka rintis untuk membangun persatuan umat.

Seperti diketahui lewat tulisan sebelumnya bahwa sejak awal abad XX pada tahun 1911 sudah memulai upaya ke arah persatuan itu dengan mendirikan Persatoean Oelama di Majalengka oleh Abdoel Halim.

Usaha itu terus-menerus dilakukan sampai kini.

5 Amalan Agar Hati Selamat

Dihantam Ombak Besar, 2 Nelayan Asal Sinjai Tenggelam di Laut Aru Maluku

Tetapi dalam kenyataan selalu saja ada hambatan, tidak mudah memang untuk mewujudkannya.

Sebab ada saja faktor penyebab terjadinya perpecahan.

Untuk itu, diperlukan gerakan bersama simultan menuju persatuan itu.

Siapa pun yang berpotensi untuk memimpin umat, maka itulah yang seharusnya dijadikan pemimpin bersama, tanpa memandang latar belakang organisasinya.

Sebaliknya pemimpin yang disepakati itu segera mengubah dan menyadari diri sebagai pemimpin untuk semua, bukan lagi pemimpin kelompok.

Dulu saya memilih KH Hazim Muzadi dari NU dan bersama Prof. Din Syamsuddin sebagai ketua karena keduanya sudah memiliki jaringan internasional.

Keduanya juga memiliki potensi atau siapa pun yang disepakati jadi pemimpin umat.

Berpedoman pada pendirian Masyumi yang didirikan tahun 1943 dipimpin oleh KH Hasim Asy'ari dari NU dan KH Mas Mansur dari Muhammadiyah semata-mata agar organisasi ini jadi milik bersama.

Kita mencontoh hal yang positif masa lalu dari Masyumi, semata-mata mengikuti jargon pesantren, "Memelihara tradisi positif masa lalu dan menerima yang lebih baik yang baru masa kini."

Warga Anies Menangis di ILC Tadi Malam, Ngaku Tak Dapat Bansos Corona karena KTP: Gadaikan BPKB Dulu

VIDEO: Viral! Seorang Ayah Tertangkap Kamera Mengajari Anaknya Mencuri

2. Istilah Eep Saifuddin bahwa umat masih tertinggal, baru bisa berkerumun tetapi belum tahu berorganisasi untuk menyusun agenda strategis.

Misalnya, banyak sahabat belum bisa menahan duri untuk mendaftar sebagai calon DPD.

Jika semua mau jadi calon DPD, baik dari NU atau pun dari Muhammadiyah masing-masing mencalonkan lebih dari satu orang.

Padahal paling memungkinkan lolos hanya satu orang tetapi karena tidak dibicarakan bersana strategi yang baik, hasilnya satu pun tak ada yang lolos ke Senayan.

Beda dengan satu kelompok kecil yang suaranya pas-pasan satu orang karena calonnya hanya satu dan mereka bersatu dan fokus memenangkannya, maka itulah yang berhasil lolos ke Senayan.

Artinya, kita juga perlu strategi. Karena itu, kita tak perlu menyesal jika diwakili oleh senator yang dianggap tidak mewakili suaranya di Senayan.

3. Ada kebiasaan umat tidak menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengannya.

Bahkan ada kebiasaan yang kurang baik, orang yang berbeda dengan pahamnya, langsung saja dicap salah bahkan sesat.

Perlu diketahui masalah ijtahadiah pasti menghasilkan perbedaan.

Pada masa Nabi, ada dua sahabat yang selaku bertolak belakang pendapatnya yakni Umar dan Abu Bakar as. Demikian pula Ibn Abbas dan Ibn Umar.

Tetapi kedua sahabat ini saling menghormati satu sama lain dan tidak sampai muncul perselisihan berkat arahan wibawa dan leadership Nabi.

BPBD Ungkap Penyebab Utama Banjir di Sinjai hingga Rendam Rumah Sakit

Warga Anies Menangis di ILC Tadi Malam, Ngaku Tak Dapat Bansos Corona karena KTP: Gadaikan BPKB Dulu

Sama halnya di Indonesia ada satu masalah yang sama yang menghasilkan fatwa yang berbeda.

Misalnya hukum merokok berdasarkan bahsul masail NU dan majlis tarjih Muhammadiyah.

Hasil fatwanya kontradiksi. Satu menghalalkan rokok. Lainnya mengharamkannya dengan argumen masing-masing.

Sekalipun kontradiktif mereka menerima perbedaan itu dengan lapang dada.

Mereka tidak saling menyesatkan satu sama lain. Keduanya saling menghargai hasil ijtihad masing-masing.

Mereka sadar bahwa perbedaan hasil ijtihad.

Keduanya akan mendapatkan jaminan pahala dari Nabi sebagai penghargaan atas usaha ijtihad mereka.

Intinya, kita harus siap menghormati pendapat orang lain.

4. Para pengurus masjid dan mubalig di bawah yuridiksi DPP IMMIM saya fatwakan, jika ada masalah furu dalam agama yang berbeda, misalnya salat tarwih dan witir, apakah 21 rakaat atau 11 rakaat, jangan berhenti pada perbedaan itu.

Tetapi lanjutkan dan telusuri, kenapa berbeda?

Hasil penulusuran itu, dipegangi menurut yang diyakini paling benar.

Tetapi jangan menyalahkan pada pendapat yang dianggap kurang sarih.

Cara beragama demikian jauh lebih diterima secara akademik dan kebih rasional daripada hanya mengandalkan emosi.

Cara ini lebih bisa membawa pada persatuan. (*)

Wassalam,
Makassar, 19 Ramadan 1441 H

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved