Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Revolusi Industri 4.0, Pandemi Covid-19, dan Tugas Pendidik

Ditulis Prof Dr Irawan Yusuf PhD, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Kepakaran: Fisiologi dan Molekul Genetic

Editor: Jumadi Mappanganro
INT
Prof Irawan Yusuf PhD, Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas 

Oleh: Prof Dr Irawan Yusuf PhD
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Kepakaran: Fisiologi dan Molekul Genetic

SAYA merasa rugi melewatkan kesempatan dialog virtual yang digelar Forum Dosen bekerja sama Tribun Timur, Sabtu (2/5/20202).

Dialog dalam rangkka Hari Pendidikan Nasional ini menghadirkan para pakar pendidikan mengkaji topik penting yang nampaknya secara tidak sengaja berjalan bersamaan yaitu Revolusi Industri 4.0 dan Pandemi covid-19.

Kalau kita melakukan analisis sejarah, interaksi antara manusia dengan parasit, bakteri dan virus sudah berlangsung sejak puluhan ribu tahun yang lalu (bahkan oleh beberapa peneliti telah ratusan ribu tahun) dalam rangka proses evolusi melalui prinsip survival of the fittest.

Interaksi semakin intensif sejak ditemukannya budaya dan teknologi bercocok tanam yang mendorong terbentuknya masyarakat agraris atau masyarakat petani.

Diskusi Forum Dosen - Belajar Dari Rumah, Tujuan Pendidikan Nasional Tak Optimal

Masyarakat petani dengan kemampuannya mengumpulkan, menyimpan dan mengelola informasi (informavora, bukan lagi sekedar carnivora dan herbivora) melakukan berbagai inovasi sehingga terjadilah revolusi pertanian.

Semua data yang diperoleh dari lingkungan diolah menjadi informasi yang kemudian diproses menjadi pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui pembelajaran kolektif (collective learning).

Dampak dari teknologi pertanian ini membuat masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pangan dan energi mereka dengan biaya rusaknya lingkungan.

Interaksi manusia dan hewan yang semakin dekat membuat parasit, bakteri dan virus yang tadinya hanya hidup di hewan, menular ke manusia.

Dalam interaksi dengan manusia, mereka juga mengumpulkan data, informasi (mereka juga adalah informavora) dan memperoleh pengetahuan bahwa manusia adalah inang (host) yang paling tepat untuk tempat bertumbuh dan berkembang biak membentuk variasi baru melalui mutasi agar mereka dapat terus bertahan dalam perubahan lingkungan yang semakin cepat.

Mengapa manusia? Karena manusia mempunyai usia harapan hidup yang lebih panjang dan mempunyai mobilitas yang sangat tinggi.

Itulah sebabnya kita terus mengalami masalah dengan parasit, bakteri dan virus sampai saat ini.

Diskusi Forum Dosen - Prof Husain Syam Tegaskan Pentingnya Peran Guru di Era Pembelajaran Virtual

Kita tidak akan pernah menang melawan virus dengan menggunakan cara yang sama dengan kita menyebabkannya berkembang.

Saya jadi ingat pernyataan Albert Einstein, “the significant problema we are face cannot be solve at the same level of thinking we were at when we created them”
Lalu apa hubungannya dengan revolusi industri 4.0?

Dari pertemuan World Economic Forum, 2016 di Davos disepakati bahwa revolusi industri 4.0 adalah “technological revolution that fuses the boundaries of physical, digital and biological space based on the third industrial revolution.

Revolusi industri 4.0 ini berbeda secara mendasar dengan revolusi industri ketiga dalam volume, velocity dan variety (volume, kecepatan dan variasi informasi) yang memberikan dampak yang luar biasa pada masyarakat, pemerintah dan bisnis.

Apa dampaknya terhadap pendidikan?

Revolusi industri 4.0 melalui internet of things akan memicu pengembangan new literacy (literasi baru).

Juga berpeluang mengembangkan kemampuan original dan remixed creative content, ekspresi identitas individual dan kolektif (persamaan minat dan kultur).

Diskusi Forum Dosen - Rektor UIN Harap Pemerintah Persiapkan Program Home Schooling

Hal lain memperkuat hubungan interpersonal, memperkuat pengembangan komunitas dan memicu keterlibatan dan partisipasi politik.

Dengan melihat dampak yang begitu besar, mari kita kembali ke pernyataan Einstein di atas.

Dapatkah kita menyelesaikan masalah yang kita harap saat ini dengan cara berpikir lama?

Masihkah standar kompetensi yang ada relevan? Masihkah relevan jurusan, disiplin keilmuan, dan cara-cara kita menyampaikannya menghadapi kompleksitas masalah yang ada?

Dalam diskusi forum dosen kemarin, didiskusikan bagaimana perubahan strategi pembelajar dari teacher centered ke student centered padahal saat ini sudah bergeser lagi ke resource centered.

Anak didik dapat belajar dimana saja dan dari siapa saja sepanjang mereka dapat mengakses informasi dan pengetahuan tersebut.

Dalam berbagai pertemuan mengenai pendidikan kedokteran, saya selalu menyampaikan otokritik bahwa bagaimana mungkin kami diharap menghasilkan dokter masa depan dengan menggunakan kurikulum masa kini dan dilakukan oleh dosen masa lalu?

Apa kaitannya dengan pandemi covid-19? Kita tidak dapat memahami dan menanggulangi pandemi ini dengan cara berpikir masa lalu.

Cara berpikir kita saat ini adalah perang (combat) melawan covid-19, bukan cara berpikir interaksi.

Kita telah berinteraksi sudah puluhan ribu tahun dengan berbagai jenis virus.

Memahami secara lebih baik perangai virus ini akan membantu kita menentukan strategi mencegah penularan dengan menjaga jarak fisik, memilih tes yang tepat, vaksin dan obat yang tepat pada waktu yang tepat.

Banyak penyakit yang dahulu banyak membuat korban dapat dieliminasi bukan dengan obat, tetapi memahami perangai mereka dalam menyebar.

Menjaga kebersihan, hidup sehat, lingkungan fisik dan sosial yang sehat jauh lebih mudah dan murah dari pada mengobati.

Buat apa mengembangkan vaksin kalau kita dapat mengatasi penularan covid-19 dengan cuci tangan pakai sabun?

Pandemi covid-19 tidak dapat diprediksi dengan pendekatan ilmu kedokteran, kesehatan dan biologi saja.

Kita sebagai dosen dan guru bertanggung jawab untuk mempersiapkan anak didik kita menghadapi masalah yang belum pernah mereka hadapi dengan pengetahuan dan teknologi yang juga mungkin belum ditemukan.

Dengan demikian kita harus mempersiapkan mereka menjadi better learner (pembelajar yang lebih baik dari waktu ke waktu).

Tugas dosen dan guru bukan lagi yang memberi pelajaran dan mahasiswa yang belajar. Kita semua adalah pembelajar. Selamat Hari Pendidikan Nasional. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved