Inspirasi Ramadan 1441 H
Tanpa Imsak Puasa Tak Beda dengan Diet Ketat,Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) Juga Pakai Imsak
Dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kita imsak untuk membatasi hubungan sosial kita dan kembali menata kehidupan keluarga di rumah
Oleh
Afifuddin Harisah
Pembina Pondok Pesantren An Nahdlah Makassar/Akademisi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Semua orang muslim yang rajin dengar dengar ceramah tarawih pasti paham dan sering mendengar bahwa hakikat puasa adalah imsak, dan imsak adalah rukun yang terpenting dalam ibadah puasa.
Apa itu imsak? Dalam Bahasa Arab, imsak adalah menahan, atau lebih jelasnya adalah upaya sengaja seseorang untuk menahan dirinya atau menahan sesuatu dari sesuatu.
Apabila Anda menahan galon air di sepeda motor agar tidak terjatuh, atau menahan kentut di dalam lift agar tidak bikin mabok orang sekitar anda, itu artinya anda melakukan imsak.
Dalam konteks ibadah puasa yang kita tunaikan di Bulan Suci Ramadan ini, imsak adalah menahan diri dari seluruh yang membatalkan puasa, yaitu makan dan minum sesuatu dan hubungan seksual (jima’).
Imsak tidak berarti melarang atau mengharamkan diri dari semua kenikmatan, tetapi lebih bermakna ‘pembatasan’ dan pengaturan.
Di sini puasa berbeda dari program diet ketat, yang tujuan utamanya ‘pelarangan’. Sedang dalam puasa, umat muslim tidak dilarang makan dan minum, tetapi diatur dan dibatasi.
Mengapa kenikmatan makan minum dibatasi dan diatur? Agar kita memperoleh kesempatan untuk mengembalikan hakikat dan jati diri kita kepada fitrah kesucian.
Fitrah dalam arti bebas dari ketergantungan kepada segala kaitan-kaitan keduniawian, independen dalam menyikapi hasrat dan keinginan, serta kuat dalam menahan bujukan setan.
Ringkasnya adalah kita manusia yang mengatur dan menguasai kenikmatan duniawi, bukan kenikmatan duniawi yang menguasai dan menjajah pikiran dan hati kita.
Para filsuf berkata bahwa akal sehat tidak akan mampu membimbing kita jika hati masih dijerat oleh ambisi dan hasrat keduniawian.
Selain makan, minum dan hasrat seksual, puasa yang baik juga membatasi sisi emosional dan perilaku manusia. Ini jauh lebih urgen dari pada sekedar menahan makan dan minum sepanjang hari.
Dengan berpuasa (imsak), kita umat muslim terbimbing untuk membatasi emosi kemarahan yang sering meledak-ledak, dengki dan iri hati yang bikin susah tidur dan gelisah setiap malam, ambisi kekayaan dan jabatan yang bikin orang menghalalkan segala cara, kesombongan bak
Fir’aun abad milenial dan kebencian yang bikin gelap mata, hingga menghalalkan darah sesama manusia, bahkan sesama muslim.
Pembatasan memang tidak enak, apalagi pembatasan sosial. Kata sosiolog, manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa koneksi dengan manusia lain. Jiwa manusia selalu cenderung ingin bersosialisasi, berkomunikasi dan butuh relasi (muamalah) dengan orang lain.
Anda tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Karena itulah teknologi menciptakan media-media sosial untuk memmuaskan hasrat dan kebutuhan sosial tersebut secara lebih mengglobal.