Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Catatan Armin Mustamin Toputiri

Selamat Jalan Profesor Arief Budiman

Pertengahan 1988. Saat itu saya memimpin rombongan mahasiswa seangkatan melaksanakan Studi Banding Jawa-Bali.

Editor: Jumadi Mappanganro
fB Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri 

Kakak kandung demonstran terpopular Soe Hoek Gie itu, tokoh pergerakan dan intelektual bernas yang dimiliki Indonesia, tak lain adalah dulu seorang pengajar Universitas Kristen Satya Wacana.

Saya ikutan tahu Universitas Kristen Satya Wacana, justru diawali mengenal Arief Budiman.

Sejak pendidikan menengah, saya kenal melalui media cetak yang memuat tulisan, lontaran pemikiran kritisnya, serta gerakan perlawanannya pada pemerintahan Orde Baru.

Namanya kuat melekat di benak saya, lantaran dia berbeda pikiran intelektual Indonesia di masa itu.

Inilah Deretan Amalan Meraih Keutaman di 10 Hari Pertama Ramadan

Saya semakin akrab pemikiran dan gagasan kritis Arief Budiman yang berbau Marxis, ketika saya mulai intens menggeluti banyak bacaan di kelompok studi dan dunia aktifis mahasiswa.

Terutama banyak artikelnya terbit di Harian Kompas, Sinar Harapan, Tempo, serta Horison, lebih lagi di majalah Prisma, terbitan LP3ES. Majalah ilmiah populer cukup disegani kala itu.

**

Senarai pemikiran dan pandangan Arief Budiman, sekalipun banyak tersebar dalam berbagai makalah, artikel serta banyak buku, tapi jika dicermati, seutuhnya telah terangkum di dalam buku “Kebebasan, Negara, Pembangunan”.

Kumpulan seratusan tulisan Arief Budiman yang terserak yang digarap Luthfi Assyaukanie dari Freedom Institute-nya Rizal Mallarangeng.

Kemudian 2006 diterbitkan bekerjasama Pustaka Alvabet.

Demonstran angkatan ‘66, penantang “demokrasi terpimpin”-nya Soekarno itu, sekembali dari Amerika Serikat seusai meraih gelar doktornya di Harvard University, segera melancarkan pertentangan terhadap cara pandang berkecenderungan Barat dianut oleh banyak ilmuwan di Indonesia.

Mereka berpandangan bahwa teori modernisasi sifatnya universal, sehingga tidak keliru andaikan juga diterapkanlah dalam rumusan orientasi pembangunan di Indonesia.

Mereka para ilmuan yang berkontribusi dalam perumusan orientasi pembangunan nasional itu, oleh Luthfi Assyaukanie menulis, mereka penganut modernisasi yang berpikiran bahwa kemiskinan suatu negara, pangkal muaranya pada persoalan internal negara bersangkutan.

Maka satu-satunya rumusan teori yang bisa dilakukan untuk keluar dari jebakatan itu ialah memodernkan negara itu sendiri, menyamai negara lain, termasuk juga dengan Indonesia.

Arief Budiman, datang mempertanyakan asumsi-asumsi teori modernisasi digunakan para penyusun orientasi pembangunan Indonesia itu.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved