Virus Corona
Viral Mayat Pasien Covid-19 atau Virus Corona di Ekuador Dibakar, Betulkah? Konfirmasi Pemerintah
Viral mayat pasien Covid-19 atau Virus Corona di Ekuador dibakar, betulkah? Kata pemerintah hingga berita Washington Post.
QUITO, TRIBUN-TIMUR.COM - Viral mayat pasien Covid-19 atau Virus Corona di Ekuador dibakar, betulkah?
Kata pemerintah hingga berita Washington Post.
Pihak pemerintah Ekuador sedang menyelidiki ribuan akun media sosial yang diduga menyebar hoaks atas kasus Covid-19 di Ekuador, negara di Amerika Selatan.
Hoaks tersebut disinyalir bertujuan mengacaukan pemerintahan Presiden Lenin Moreno yang sedang menangani Virus Corona.
Menteri Dalam Negeri Maria Paula Romo pada Rabu (1/4/2020) mengatakan kepada radio lokal, unggahan-unggahan di media sosial tersebut dihasilkan dari upaya terkoordinasi oleh "kelompok politik".
Unggahan yang dimaksud di antaranya adalah foto-foto dugaan pemakaman massal untuk korban meninggal Covid-19 di Ekuador.
"Ada kampanye berita palsu, rencana untuk menghasilkan kekacauan melalui jejaring sosial," kata Romo dikutip dari National Post, Jumat (3/4/2020).
Kemudian, terkait foto-foto pemakaman massal di Kota Guayaquil, pemerintah mengatakan, foto itu adalah sebuah pemakaman di Meksiko pada 2018.
• Virus Corona di Ekuador, Mayat Korban Covid-19 Dibiarkan Tergeletak di Jalan-jalan, Mirip Film Horor
Guayaquil adalah pusat penyebaran Covid-19 di Ekuador.
Pihak pemakaman Guayaquil dan polisi mengonfirmasi bahwa foto-foto itu tidak diambil di sana.
Pemerintah juga membantah gambar lain yang menunjukkan korban Covid-19 dibakar, dengan mengatakan bahwa itu sebenarnya membakar ban.
Dalam pemberitaan Washington Post pada 3 April, terdapat satu kesaksian dari seorang warga Ekuador yang mengaku melihat korban Covid-19 dibakar.
"Setiap hari bertambah buruk. Kami melihat mereka membakar mayat di jalan. Tidak ada yang menjemput mereka di rumah-rumah... Satu-satunya pilihan adalah meninggalkan orang tercinta mereka di jalanan atau di rumah sakit (jika mereka meninggal di sana)," ungkap Diego Diaz Chamba.
Sempat beredar pula video tentang warga Ekuador yang tampak putus asa sehingga membakar anggota keluarga mereka yang meninggal karena Covid-19.
• Video Viral WhatsApp dan Facebook Dampak Virus Corona ( Covid-19 ) di Ekuador, Mayat Bergelimpangan
Menurut pemberitaan Concord Monitor pada Kamis (9/4/2020), ketika polisi meninjau langsung ke lokasi kejadian, yang ditemukan adalah satu keluarga telah membakar ban sebagai bentuk protes ke pemerintah karena lambatnya penanganan pemerintah.
Kemudian pada kasus-kasus lainnya, orang-orang Ekuador membakar sofa yang dipakai tidur oleh pasien-pasien Virus Corona.
Presiden Moreno pada Kamis (2/4/2020) telah mengatakan, pemerintah memperkirakan jumlah korban meninggal di provinsi sekitar Guayaquil mencapai 3.500, dan mengatakan bahwa "kamp khusus" sedang dibangun untuk mengubur jenazah.
Data dari worldometers.info/coronavirus/ menyebutkan, korban meninggal Covid-19 di Ekuador sebanyak 474 hingga Senin (20/4/2020).
Menlu Romo menambahkan, pihak berwenang juga sedang menyelidiki peran dalam kampanye berita palsu eks Presiden Rafael Correa.
Ia adalah pendahulu sayap kiri Moreno yang sejak lengser pada 2017 dituduh melakukan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di Ekuador, yang ia bantah.
National Post melaporkan, Correa yang sekarang tinggal di pengasingan di Belgia telah berulang kali mengkritik Moreno, dan pada Oktober lalu secara terbuka mendukung protes anti-pemerintah di Ekuador yang dipicu oleh langkah-langkah penghematan baru.
Romo mengklaim para penyelidik memiliki bukti yang melibatkan Correa, tetapi tidak mengungkapnya secara spesifik.
Seorang pengacara untuk Correa, Fausto Jarrin, membantah keterlibatan Correa.
Ia mengatakan, Correa tidak membuat "perhitungan politik" di jejaring sosial.
"Dia tidak membutuhkan alat untuk menyebarkan berita palsu, itu konyol," kata Jarrin, dikutip dari Reuters via National Post.
Correa dalam sebuah video yang diunggah di Twitter berujar, jika pemerintahan Moreno tidak dapat menangani krisis, "itu harus melangkah ke satu sisi".
Sekretaris pers Moreno, Gabriel Arroba, mengatakan, pihak berwenang telah mengidentifikasi sekitar 6.000 akun yang bertanggung jawab, yang unggahannya menyebar ke 180 juta pengguna seminggu terakhir.
Peti Kardus, Plastik, dan Bakar Barang, Cara Warga Ekuador Makamkan Jenazah Covid-19
Pemerintah di kota terbesar di Ekuador membagikan ribuan peti mati dari kardus untuk memakamkan jenazah korban Virus Corona.
Mereka juga membuat jaringan bantuan khusus bagi para keluarga yang menunggu jenazah sanak keluarga mereka diangkut dari kediaman masing-masing.
Guayaquil, ibu kota Provinsi Guaya, merupakan pusat penyebaran Virus Corona di Amerika Latin. Rumah sakit dan kamar mayat penuh dan menyebabkan banyak keluarga terpaksa menyimpan jenazah di rumah.
"Seperti layaknya rumah sakit di zona perang. Apa yang kami saksikan seperti halnya di film horor," kata seorang dokter di rumah sakit Teodoro Maldonado Carbo.
"Istri saya tak mau saya bekerja, tapi bila saya tak datang, akan semakin banyak pasien yang meninggal," kata dokter itu kepada The Guardian.
Presiden Ekuador Lenin Moreno mengatakan, sekitar 3.500 orang kemungkinan bisa meninggal di provinsi Guaya dalam beberapa minggu ke depan.
Pemerintah kota Guayaquil mengungkapkan, mereka membagikan sekitar 2 ribu peti mati kardus untuk pemakaman dalam "situasi darurat kesehatan."

Sampai Jumat (10/4), jumlah kasus Covid-19 di Ekuador mencapai lebih dari 4.700 orang.
Salah seorang warga bernama Bertha menceritakan apa yang mereka alami di Guayaquil.
Inilah ceritanya kepada Matías Zibell dari BBC Mundo.
"Adik perempuanku meninggal lebih dulu. Kami membawanya ke luar ruangan. Kami duduk di luar rumahnya, dan di sanalah dia meninggal, di pelukanku. Kami mengajaknya ke apotek untuk mencari obat, tetapi dia sudah meninggal dunia," cerita Bertha.
"Kakak iparku menyaksikan keadaan istrinya dan hal ini membuatnya terkena serangan jantung."
"Di apotek kami diberitahu bahwa kami harus membawa pergi jenazah. Kami kemudian membawanya ke dalam rumah. Kami menelepon layanan darurat. Mereka tak kunjung datang."
"Akhirnya kami membungkus jenazah dengan plastik. Kami sangat takut akan menimbulkan bau."
Kota Guayaquil dan provinsi Guaya adalah daerah yang paling terdampak pandemi Covid-19 di Ekuador.
Data resmi menyebutkan lebih dari 2.400 orang terinfeksi Virus Corona di Guaya, dengan 1.640 di antaranya di ibu kota provinsi.
"Saya lahir di Santa Elena, Manglar Alto. Orang tua saya pindah dan menetap di Guayaquil, dengan membawa anak-anak yang masih kecil. Kami sepuluh orang bersaudara."
"Saya anak nomor sembilan. Kakak perempuan saya berumur 67 tahun dan saya anggap sebagai ibu. Namanya Inés dan suaminya Filadelfio Salinas."
Baca juga: Presiden Brasil Jair Bolsonaro Sebut Virus Corona sebagai Flu Ringan
"Saya telah menikah dengan empat anak. Sementara dia memiliki 5 orang anak."
"Kami juga telah memiliki cucu. Kami bertetangga dan bertemu setiap hari. Sebelum karantina, keadaan semua baik-baik saja."
"Sebenarnya sebelum karantina dimulai, kami telah tinggal di dalam rumah saja."
"Dan karena saya sudah tidak berjumpa selama seminggu, saya menanyakan keadaannya kepada keponakan dan mereka mengatakan, 'Ibu merasa agak lemah'."
"Tetapi ketika saya menjenguknya, dia terlihat baik-baik saja. Dua hari kemudian, keadaannya memburuk."
"Keponakanku mengatakan, 'Ibu sakit, dia kesulitan bernapas semalam'."
"Kemudian ipar saya juga menjadi lemah. Dia juga mengalami kesulitan bernapas."
"Katanya, 'Saya tidak tidak tahu kenapa, saya pikir saya juga akan meninggal'."
Keluarga tersebut menelepon nomor yang disediakan pemerintah Ekuador bagi orang-orang yang mengalami gejala terkena virus, tetapi mereka diminta untuk tetap di rumah.
Meskipun mereka telah berusaha menghubungi dokter swasta, tidak seorang pun mau memeriksa walau berbagai gejala mengisyaratkan mereka terkena Covid-19.

Selain masalah kesehatan, rumah sakit yang penuh dan unit gawat darurat yang tidak berfungsi, Guayaquil juga menghadapi masalah jenazah. Sebab, kebanyakan perusahaan pemakaman tutup akibat takut tertular.
Pada mulanya muncul pembicaraan pemakaman massal, tetapi hal ini tidak mendapat dukungan.
Pemerintah pusat harus membentuk gugus tugas untuk mengambil jenazah dan menguburnya satu per satu.
Gugus yang beranggotakan petugas Kementerian Kesehatan, polisi nasional, dan angkatan bersenjata ini kewalahan.
Jenazah Inés dan Filadelfio diletakkan di rumah selama empat hari dan keluarga Salinas, sama seperti yang lainnya di Guayaquil, harus mengandalkan media sosial untuk meminta bantuan.
"Mereka datang setelah empat hari, sekitar jam sembilan malam. Polisi dengan ambulans datang dan membawa mereka. Mereka tidak ingin seorang pun merekam."
"Mereka menginginkan semua orang berada di dalam rumah. Mereka hanya mengizinkan anggota keluarga yang hadir, dari kejauhan."
"Mereka mengatakan jenazah akan tetap di tempat itu. Jika kami tidak mampu menguburnya, maka mereka akan mengambil alih. Tetapi ini berarti kami tidak akan mengetahui tempat pemakaman."
"Kami sebenarnya menginginkan rumah duka mengambil alih. Ini berarti kami harus menghimpun dana."
"Sementara kemampuan ekonomi kami terbatas. Biaya per jenazah adalah 2.000 dollar AS atau Rp 33 juta."
"Kami tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Kami tidak memiliki pekerjaan, kami terkurung di rumah. Makan juga jauh berkurang."
Bagi mereka yang mampu, biaya pemakaman tidak menjadi masalah.
Namun bagi warga seperti Bertha, situasi ini sangat berat.
Suara Bertha bergetar saat membicarakan biaya “satu peti jenazah”.
Sulit juga untuk meminta pertolongan karena keadaan para tetangga di daerah tempat tinggalnya juga sama susahnya.
"Kami membungkus Inés dan Filadelfio, serta menempatkan mereka di dalam rumah. Sejumlah anggota keluarga lainnya membawa keluar jenazah untuk mencegah penularan."
Banyak keluarga lain yang menempatkan jenazah sanak saudara mereka di luar untuk mencegah penularan. Mereka tak punya pilihan lain.
Banyak juga warga lainnya yang tertular Covid-19. Semua orang merasa takut karena banyak sekali orang sekarat.
Setelah jenazah kakak serta iparnya diambil, Bertha dengan suaminya, membakar semua barang yang sempat dipegang Inés dan Filadelfio.
Upacara perpisahan yang bisa mereka berikan kepada keduanya hanyalah pembakaran berbagai barang mereka.(kompas.com/bbc)