Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Artikel Guru Besar FKG Unhas

Covid-19 dan Antisipasi Rute Transmisi Praktik Dokter Gigi

Ditulis Guru Besar FKG Unhas Prof Dr drg Muhammad Harun Achmad MKes SpKGA(K)

Editor: Jumadi Mappanganro
Dokumen M Harun Achmad
Guru Besar FKG Unhas Prof.Dr.drg. Muhammad Harun Achmad, M.Kes.,Sp.KGA(K) 

Oleh: Prof.Dr.drg. Muhammad Harun Achmad, M.Kes.,Sp.KGA(K)
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

WABAH corona virus yang muncul saat ini berasal dari Kota Wuhan pada akhir Desember 2019. Infeksi ini telah menyebar dengan cepat dari Wuhan ke sebagian besar provinsi lain hingga melibatkan212 negara lainnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan kedaruratan kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional atas wabah pneumonia global ini pada 30 Januari 2020.

Gejala klinis khas dari pasien yang menderita pneumonia virus baru ini adalah demam, batuk, dan mialgia atau kelelahan dengan CT dada abnormal, dan gejala yang kurang umum adalah produksi dahak, sakit kepala, hemoptisis, dan diare.

Agen infeksius baru ini lebih cenderung menyebabkan penyakit pernapasan parah bagi usia lanjut. Beberapa gejala klinis dari penyakit ini berbeda dari Severe Acute Respiratory Syndrome yang disebabkan oleh SARS coronavirus (SARS-CoV) yang terjadi pada tahun 2002-2003.

Paramedis, Kita, dan Kurikulum Kehidupan

Hal ini mengindikasikan bahwa ada sebuah agen infeksius baru yang menyebabkan penularan manusia-ke-manusia sehingga menyebabkan wabah pneumonia. Peneliti Cina dengan cepat mengisolasi virus baru dari pasien dan mengurutkan genomnya (29.903 nukleotida).

Agen infeksius dari pneumonia virus yang terjadi di Wuhan ini akhirnya diidentifikasi sebagai coronavirus baru (2019-nCOV), anggota ketujuh dari keluarga coronavirus yang menginfeksi manusia.

Pada 11 Februari 2020, WHO menyebut pneumonia akibat virus yang baru ini sebagai "Corona Virus Disease (COVID19). Penyakit Covid-19 yang diakibatkan oleh infeksi dari virus corona atau SARS-COV-2 dapat menular melalui droplet dengan media mulut, hidung juga mata.

Selain petugas medis yang menangani pasien konfirmasi Covid-19 secara langsung, dokter gigi juga merupakan profesi yang sangat rentan tertular Covid-19 karena sangat dekat dengan sumber droplet saat memeriksa pasien sakit gigi dan gusi.

Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Dr. drg. R M Sri Hananto Seno, membenarkan bahwa dokter gigi memang sangat berpotensi atau rentan terhadap penularan Covid-19 melalui droplet.

Hal ini sudah terbukti dengan adanya beberapa sejawat dokter gigi yang telah menjadi korban wabah ini.

Rute Transmisi

Rute transmisi umum dari novel coronavirus meliputi transmisi langsung (batuk, bersin, dan transmisi inhalasi droplet) dan transmisi kontak (kontak dengan membran mukosa oral, hidung, dan mata).

Meskipun manifestasi klinis umum dari infeksi coronavirus baru tidak termasuk gejala pada mata, analisis sampel konjungtiva dari kasus positif dan suspect 2019-nCoV menunjukkan bahwa penularan 2019-nCoV tidak terbatas pada saluran pernapasan, dan paparan pada mata dapat memberikan cara yang efektif bagi virus untuk memasuki tubuh.

Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa virus pernapasan dapat ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung atau tidak langsung, atau melalui droplet kasar atau kecil.

Gumbang di Tengah Covid-19

2019-nCoV juga dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung melalui saliva. Salah satu laporan kasus infeksi 2019-nCoV di Jerman menunjukkan bahwa penularan virus juga dapat terjadi melalui kontak dengan pasien tanpa gejala.

Penelitian telah menunjukkan bahwa 2019-nCoV dapat menyebar melalui udara melalui aerosol yang terbentuk selama prosedur medis. Patut dicatat bahwa RNA 2019-nCoV juga dapat dideteksi dengan pengujian rRT-PCR dalam spesimen feses yang dikumpulkan pada hari ke 7 setelah pasien sakit.

Namun, rute transmisi aerosol dan rute transmisi fecal-oral yang bersangkutan masih perlu dipelajari dan dikonfirmasi lebih lanjut.

Klinik Dokter Gigi

Karena 2019-nCoV dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain melalui droplet, bukti lain yang muncul menunjukkan bahwa virus juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dan beberapa benda yang mungkin mengtransmisi virus.

Selain itu, masa inkubasi tanpa gejala untuk orang yang terinfeksi 2019-nCov telah dilaporkan yaitu selama1–14 hari, dan setelah 24 hari orang tersebut harus dilaporkan, dan dipastikan bahwa mereka yang tanpa gejala dapat menyebarkan virus. Virus tersebut dapat hidup dalam saliva orang yang terinfeksi dengan metode kultur virus.

Pasien dan dokter gigi dapat terpapar mikroorganisme patogen, termasuk virus dan bakteri yang menginfeksi rongga mulut dan saluran pernapasan. Perawatan gigi selalu membawa risiko infeksi 2019-nCoV karena kekhususan prosedurnya.

Itu karena melibatkan komunikasi tatap muka dengan pasien, dan sering terpapar saliva, darah, dan cairan tubuh lainnya, serta penggunaan instrumen yang tajam.

Mikroorganisme patogen dapat ditransmisikan selama perawatan gigi melalui inhalasi mikroorganisme di udara yang dapat tetap tersuspensi di udara untuk jangka waktu yang lama, kontak langsung dengan darah, cairan oral, atau cairan lain dari tubuh pasien.

Juga dapat melalui kontak mukosa konjungtiva, hidung, atau mulut dengan droplet dan aerosol yang mengandung mikroorganisme yang dihasilkan dari individu yang terinfeksi dalam jarak dekat melalui batuk maupun berbicara dengan pasien tanpa menggunakan masker dan kontak tidak langsung dengan instrumen yang terkontaminasi dan / atau permukaan lingkungan.

Infeksi dapat terjadi melalui salah satu dari kondisi yang terlibat pada seseorang yang terinfeksi di klinik gigi dan rumah sakit, terutama selama wabah 2019-nCoV.

Penyebaran melalui udara

Penyebaran SARS-Cov melalui udara (severe acute respiratory syndrome coronavirus) dilaporkan dengan baik dalam banyak literatur. Penelitian menunjukkan bahwa banyak prosedur perawatan gigi yang menghasilkan aerosol dan droplet yang terkontaminasi virus.

Dengan demikian, penularan 2019-nCoV melalui aerosol dan droplet adalah masalah paling penting di klinik gigi dan rumah sakit gigi dan mulut, karena sulit untuk menghindari pembentukan aerosol dan droplet dalam jumlah besar yang bercampur dengan saliva pasien dan bahkan darah selama perawatan gigi.

Selain batuk dan pernapasan pasien yang terinfeksi, perangkat gigi seperti handpiece gigi berkecepatan tinggi yang menggunakan gas berkecepatan tinggi untuk menggerakkan turbin berputar dengan kecepatan tinggi dan bekerja dengan air yang mengalir.

Ketika perangkat gigi bekerja di rongga mulut pasien, sejumlah besar aerosol dan droplet yang bercampur dengan saliva pasien atau bahkan darah akan dihasilkan. Partikel-partikel droplet dan aerosol cukup kecil untuk tetap berada di udara dalam waktu yang lama sebelum mereka menetap di permukaan lingkungan atau memasuki saluran pernapasan.

Dengan demikian, 2019-nCoV memiliki potensi untuk menyebar melalui droplet dan aerosol dari individu yang terinfeksi di klinik perawatan gigi dan rumah sakit perawatan gigi dan mulut.

Penyebaran melalui kontak

Seringnya kontak secara langsung ataupun tidak langsung antara dokter dengan cairan manusia dan instrumen gigi yang terkontaminasi atau permukaan lingkungan kerja membuat rute yang memungkinkan untuk penyebaran virus.

Selain itu, mukosa konjungtiva, hidung, atau rongga mulut dokter gigi dan pasien lain dalam jarak dekat kemungkinan berkontak  dengan droplet dan aerosol yang mengandung mikroorganisme yang dihasilkan dari individu yang terinfeksi melalui batuk dan berbicara tanpa masker.

Strategi pengendalian infeksi yang efektif diperlukan untuk mencegah penyebaran 2019-nCoV melalui rutinitas kontak ini.

Penyebaran melalui permukaan

Virus corona manusia seperti SARS-CoV, Middle East Respiratory Syndrome coronavirus (MERS-CoV), atau virus corona manusia endemik (HCoV) dapat bertahan pada permukaan seperti logam, kaca, atau plastik hingga beberapa hari.

Oleh karena itu, permukaan yang terkontaminasi yang sering disentuh pada tempat pelayanan kesehatan merupakan sumber potensial penularan coronavirus. Droplet dan aerosol pada praktik dokter gigi yang dari pasien yang terinfeksi, kemungkinan mencemari seluruh permukaan di klinik gigi.

Selain itu, ditunjukkan bahwa HCoV tetap dapat menginfeksi selama 2 jam hingga 9 hari pada suhu ruangan, dan bertahan lebih baik pada kelembaban 50% dibandingkan dengan kelembaban relatif 30%.

Dengan demikian, menjaga lingkungan yang bersih dan kering di klinik gigi akan membantu mengurangi persistensi penyebaran 2019-nCoV.

Infeksi di Klinik

Para dokter gigi harus mampu mengantisipasi penyebaran 2019-nCoV dengan cara mengidentifikasi pasien yang kemungkinan telah mengalami infeksi 2019-nCoV, dan harus memiliki keilmuan tindakan perlindungan ekstra apa yang harus dilakukan selama praktik untuk mencegah penularan 2019-nCoV.

Di sini kami merekomendasikan langkah-langkah pengendalian infeksi yang harus diikuti oleh dokter gigi, terutama mengingat fakta bahwa aerosol dan droplet dianggap sebagai rute penyebaran utama 2019-nCoV.

Evaluasi pasien

Seorang tenaga dokter gigi harus mampu mengidentifikasi kasus suspect COVID-19. Di Negara seperti China, Komisi Kesehatan Nasional Republik Rakyat Tiongkok telah merilis sebuah pedoman edisi 5 untuk melakukan Diagnosis dan Perawatan pada kemungkinan adanya pasien yang mengalami Novel Coronavirus Pneumonia.

Di Indonesia saat ini secara umum, pasien dengan COVID-19 yang sedang dalam fase demam akut dari penyakit ini tidak dianjurkan untuk mengunjungi klinik perawatan gigi, kecuali pada kasus tertentu yang telah ditetapkan oleh ikatan profesi dokter gigi atau ikatan spesialisasi kedokteran gigi.

Jika ini terjadi pada kasus emergensi, maka dokter gigi harus dapat mengidentifikasi pasien yang diduga terinfeksi 2019-nCoV, dan tidak boleh merawat pasien di klinik gigi, tetapi segera mengkarantina pasien dan melapor ke departemen pengendalian infeksi sesegera mungkin, terutama pada periode epidemi 2019-nCoV.

Suhu tubuh pasien harus diukur sejak awal. Termometer terstandar yang bebas kontak sangat disarankan untuk skrining. Kuisioner harus digunakan untuk menskrining pasien dengan potensi infeksi 2019-nCoV sebelum mereka dapat dibawa ke dental unit.

Pertanyaan-pertanyaan ini harus mencakup yang berikut:

(1) Apakah Anda mengalami demam atau mengalami demam dalam 14 hari terakhir?

(2) Apakah Anda pernah mengalami masalah pernapasan baru-baru ini, seperti batuk atau kesulitan bernafas dalam 14 hari terakhir?

(3) Apakah dalam 14 hari terakhir, melakukan perjalanan atau mengunjungi lingkungan dengan transmisi 2019-nCoV yang terdokumentasi?

(4) Apakah Anda pernah kontak dengan pasien dengan infeksi 2019-nCoV yang dikonfirmasi dalam 14 hari terakhir?

(5) Apakah Anda melakukan kontak dengan orang-orang yang datang dari kota tertentu yang telah terdata sebagai daeran pandemi dan sekitarnya, atau orang-orang dari lingkungan anda yang terkena demam atau masalah pernapasan yang tercatat baru-baru ini dalam 14 hari terakhir?

(6) Apakah paling tidak ada dua orang yang mengalami demam atau masalah pernapasan yang didokumentasikan dalam 14 hari terakhir berhubungan dekat dengan Anda?

(7) Apakah Anda baru-baru ini berpartisipasi dalam pertemuan, atau kontak dekat dengan banyak orang yang anda tidak kenal?

Jika seorang pasien menjawab "ya" untuk salah satu pertanyaan skrining, dan suhu tubuhnya di bawah 37,3 ° C, dokter gigi dapat menunda perawatan sampai 14 hari setelah kejadian pajanan.

Pasien harus diinstruksikan untuk melakukan karantina sendiri di rumah dan melaporkan jika terjadi demam atau sindrom mirip flu ke departemen kesehatan setempat.

Jika seorang pasien menjawab "ya" untuk salah satu pertanyaan skrining, dan suhu tubuhnya lebih dari atau sama dengan 37,3 ° C, pasien harus segera dikarantina, dan dokter gigi harus melapor ke departemen pengendalian infeksi di rumah sakit atau departemen kesehatan setempat.

Jika seorang pasien menjawab "tidak" untuk semua pertanyaan skrining, dan suhu tubuhnya di bawah 37,3 ° C, dokter gigi dapat merawat pasien dengan langkah-langkah perlindungan ekstra, dan menghindari prosedur yang menghasilkan percikan atau aerosol.

Jika seorang pasien menjawab "tidak" untuk semua pertanyaan skriningn, tetapi suhu tubuhnya lebih dari atau sama dengan 37,3 ° C, pasien harus diinstruksikan ke klinik demam atau klinik khusus untuk COVID-19 untuk perawatan medis lebih lanjut.

Menjaga kebersihan tangan

Transmisi feses-oral telah dilaporkan untuk 2019-nCoV, hal ini menggarisbawahi pentingnya kebersihan tangan untuk praktik gigi. Meskipun kebersihan tangan yang tepat adalah prasyarat rutin untuk praktik gigi, kepatuhan mencuci tangan relatif rendah.

Hal ini memberikan tantangan besar bagi pengendalian infeksi selama periode epidemi penularan 2019-nCoV. Penguatan untuk kebersihan tangan yang baik adalah yang paling penting.

Pedoman kebersihan tangan dua sebelum dan tiga setelah diusulkan oleh departemen pengendalian infeksi Rumah Sakit Stomatologi China Barat, Universitas Sichuan, untuk memperkuat kepatuhan mencuci tangan.

Secara khusus, para pdokter gigi harus mencuci tangan sebelum pemeriksaan pasien, sebelum prosedur gigi, setelah menyentuh pasien, setelah menyentuh lingkungan dan peralatan tanpa desinfeksi, dan setelah menyentuh mukosa mulut, kulit atau luka, darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi.

Dokter gigi harus lebih memperhatikan dan berhati-hati agar menghindari menyentuh mata, mulut, dan hidung mereka sendiri.

Langkah Perlindungan Pribadi

Di Indonesia, saat ini telah banyak disepakati tentang pedoman khusus untuk perlindungan dokter gigi dari infeksi 2019-nCoV di klinik gigi dan rumah sakit. Dari berbagai data yang diperoleh penulis bahwa, pengalaman terakhir dengan coronavirus telah menunjukkan bahwa sejumlah besar infeksi didapat dari petugas medis yang bekerja di rumah sakit maupun klinik perawatan gigi.

Karena penularan infeksi melalui droplet dianggap sebagai rute utama penyebaran, terutama di klinik gigi dan rumah sakit.

Peralatan pelindung diri, termasuk kacamata pelindung, masker, sarung tangan, penutup kepala, pelindung wajah, dan baju kerja, sangat disarankan untuk semua pemberi layanan kesehatan di klinik / rumah sakit selama periode epidemi 2019-nCoV.

Berdasarkan kemungkinan penyebaran infeksi 2019-nCoV, tindakan perlindungan tiga tingkat untuk dokter gigi direkomendasikan untuk situasi tertentu.

(1) Perlindungan primer (perlindungan standar untuk staf di klinik). Mengenakan penutup kepala sekali pakai, masker bedah sekali pakai, dan pakaian kerja (jas putih), menggunakan kacamata pelindung atau pelindung wajah, dan sarung tangan lateks sekali pakai atau sarung tangan nitril jika perlu.

(2) Perlindungan sekunder (perlindungan lanjutan untuk dokter gigi). Mengenakan penutup kepala sekali pakai, masker bedah sekali pakai, kacamata pelindung, pelindung wajah, dan pakaian kerja (jas putih) dengan pakaian isolasi sekali pakai atau pakaian bedah, dan sarung tangan lateks sekali pakai.

(3) Perlindungan tersier (perlindungan yang diperkuat ketika berkontak pasien dengan suspect atau positif infeksi 2019-nCoV).

Meskipun pasien positif infeksi 2019-nCoV tidak diharapkan dirawat di klinik gigi, dalam hal kedaruratan, dan dokter gigi tidak dapat menghindari kontak dekat, pakaian pelindung khusus wajib diperlukan.

Jika pakaian pelindung tidak tersedia, pakaian kerja (jas putih) dengan pakaian pelindung sekali pakai di luar harus dipakai.

Selain itu, penutup kepala sekali pakai, kacamata pelindung, pelindung wajah, masker bedah sekali pakai, sarung tangan lateks sekali pakai, dan penutup sepatu yang tidak terpakai harus dipakai.

Penggunaan obat kumur

Obat kumur antimikroba sebelum tindakan umumnya diyakini dapat mengurangi jumlah mikroba oral.

Namun, seperti yang diinstruksikan oleh Pedoman untuk Diagnosis dan Perawatan Novel Coronavirus Pneumonia (edisi ke-5) yang dirilis oleh Komisi Kesehatan Nasional Republik Rakyat Tiongkok, chlorhexidine, yang biasanya digunakan sebagai obat kumur dalam praktik kedokteran gigi, mungkin tidak efektif untuk membunuh 2019-nCoV.

Karena 2019-nCoV rentan terhadap oksidasi, obat kumur yang digunakan sebelum perawatan harus mengandung agen oksidatif seperti  hidrogen peroksida 1% atau povidone 0,2% direkomendasikan untuk tujuan mengurangi jumlah mikroba oral dalam saliva, termasuk potensi adanya 2019-nCoV.

Obat kumur yang digunakan sebelum perawatan akan sangat berguna dalam kasus-kasus ketika rubber dam tidak dapat digunakan.

Penggunaan rubber dam

Penggunaan rubber dam dapat secara signifikan meminimalisir produksi aerosol atau percikan saliva dan darah yang terkontaminasi, terutama dalam kasus ketika handpieces berkecepatan tinggi dan perangkat ultrasonik digunakan.

Telah dilaporkan bahwa penggunaan rubber dam dapat secara signifikan mengurangi 70% dari jumlah partikel-partikel udara pada bidang operasional dalam radius 3-kaki. Ketika rubber dam digunakan, extra high-volume suction aerosol dan percikan cairan harus digunakan selama prosedur bersama-sama dengan suction biasa.

Dalam hal ini, implementasi four hand operation juga diperlukan. Jika isolasi rubber dam tidak memungkinkan dalam beberapa kasus, perangkat manual, seperti Carisolv dan scaler manual, direkomendasikan untuk menghilangkan karies dan scaling periodontal, untuk meminimalkan pembentukan aerosol sebanyak mungkin.

Handpiece anti-retraksi

Handpiece berkecepatan tinggi tanpa katup anti-retraksi dapat menyedot dan mengeluarkan debris serta cairan selama prosedur perawatan gigi. Terlebih lagi, mikroba, termasuk bakteri dan virus, dapat lebih jauh mencemari udara dan tabung air dalam dental unit, dan dengan demikian berpotensi menyebabkan infeksi silang.

Penelitian dari dokter Peng (International Journal of Oran Sciences, 2020) telah menunjukkan bahwa handpiece gigi berkecepatan tinggi anti-retraksi dapat secara signifikan mengurangi aliran balik bakteri mulut dan HBV ke dalam tabung handpiece dan unit gigi dibandingkan dengan handpiece tanpa fungsi anti-retraksi.

Oleh karena itu, penggunaan handpieces gigi tanpa fungsi anti-retraksi harus dilarang selama periode epidemi COVID-19. Handpiece anti-retraksi gigi dengan katup anti-retraksi yang dirancang khusus atau desain anti-refluks lainnya sangat disarankan sebagai tindakan pencegahan ekstra untuk infeksi silang.

Disinfeksi klinik

Institusi medis harus mengambil langkah-langkah disinfeksi yang efektif dan ketat baik di lingkungan klinik maupun di tempat umum. Klinik harus dibersihkan dan didesinfeksi sesuai dengan Protokol untuk Pengelolaan Permukaan dan Desinfeksi Lingkungan Medis.

Area umum dan peralatan juga harus sering dibersihkan dan didesinfeksi, termasuk pegangan pintu, kursi, dan meja. Lift harus didesinfeksi secara teratur. Orang yang menggunakan lift harus mengenakan masker dengan benar dan menghindari kontak langsung dengan tombol dan benda lain.

Pengelolaan limbah medis

Limbah medis (termasuk alat pelindung diri sekali pakai setelah digunakan) harus diangkut ke tempat penyimpanan sementara lembaga medis tepat waktu. Instrumen dan barang yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan, disterilkan, dan disimpan dengan benar sesuai dengan Protokol untuk Desinfeksi dan Sterilisasi Instrumen Gigi.

Limbah medis dan rumah tangga yang dihasilkan oleh perawatan pasien suspect atau positif infeksi 2019-nCoV dianggap sebagai limbah medis infeksius. Kantong limbah medis warna kuning harus digunakan berlapis dua dan ligasi “gooseneck” harus digunakan. Permukaan kantong harus ditandai dan dibuang sesuai dengan persyaratan untuk pengelolaan limbah medis. (*)

Dikutip dari Sumber:

- Peng., X. et al. Transmision routes of 2019-nCoV and controls in dental practice. International Journal of Oral Science, 2020. P.1-5

- Nurhilda Inayah. Covid 19 dan Upaya Penanganan Transmisinya bagi dokter gigi. 2020

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved