Pendidikan Agama Berbasis Covid-19
Dalam kajian fikih Islam, kondisi keselamatan dari penularan wabah yang ganas dikategorikan dlarurah. Maksudnya keselamatan dan menghilangkan wabah.
Berkumpul ngobrol dalam jarak dekat, salaman dan cipika-cipiki, dan kontak fisik dalam bentuk apapun dipastikan berpotensi penularan. Oleh karena itu, pemerintah pun sigap melarang adanya kerumunan dan keramaianapapun dan di mana pun. Termasuk kegiatan ibadah yang mengumpulkan orang banyak di mesjid, gereja, pura, wihara dan lain-lain diimbau dengan tegas untuk dihindari.
Dalam kajian fikih Islam, kondisi keselamatan dari penularan wabah yang ganas dikategorikan dlarurah. Maksudnya keselamatan dan menghilangkan wabah virus adalah hal yang prinsipil, prioritas utama dan menyangkut jiwa manusia. Membiarkan potensi wabah mengganas dan meluas adalah mafsadah (mafasid).
Adapun shalat di mesjid adalah perbuatan yang utama (afdhaliyah), lebih banyak pahalanya dan bernuansa maslahat (kebaikan bagi pelakunya). Sama halnya shalat jum’at yang wajib dilaksanakan secara berjamaah, pun mengandung dua bilik hukum, wajib bagi penduduk mukim dan berkesempatan, dan tidak wajib bagi musafir dan memiliki uzur masyaqqah (kesulitan untuk menghadiri shalat jumat di mesjid).
Meski demikian, gugurnya kewajiban jumatan sama sekali tidak mengugurkan kewajiban shalat duhur. Pada prinsipnya, fenomena covid-19 menampilkan pilihan ijtihadi yang dilematis oleh para ulama. Fatwa ulama (MUI) mendidik kita untuk cerdas membaca situasi dan mengimplementasikan hukum fikih dalam konteks persoalan yang konkret.
Fatwa dibolehkannya penundaan shalat jumat dan diganti shalatduhur berjamaah bersama keluarga di rumah, dengan tujuan menghindari mafsadah yang mengancam keselamatan jiwa, akibat penularan virus corona adalah lebih penting dan prioritas dari pada pahala shalat di mesjid. Dalam fikih dlarurah, keselamatan dan kebutuhan mendesak jauh lebih prioritas dari memperoleh pahala yang bersifat afdhaliyah.
Fenomena covid-19 secara tidak langsung merupakan pendidikan dan pencerdasan bagi kita untuk lebih cerdas dan open minded dalam mengimplementasikan ajaran agama. Keharusan mencuci tangan dengan sabun dan hand sanitizer pada akhirnya mendidik kita bagaimana pentingnya kebersihan tubuh.
Nabi mengajarkan sunnah bersiwak setiap akan shalat, dapat dipahami bahwa jika gigi saja, yang hanya bersentuhan dengan makanan minuman yang bersih, harus selalu dibersihkan dengan siwak, apatah lagi tangan kita yang sering kelayapan ke mana-mana. Wallahua’lam. (*)