Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Fikih Corona

Jika mendengar ada wabah, dalam hal ini corona terjadi di sebagian kota maka orang-orang yang berada di luar kota tersebut tidak boleh masuk ke kota

Editor: syakin
TRIBUN TIMUR/MUH ASIZ ALBAR
Dr Ilham Kadir MA, Dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang 

Oleh: Dr Ilham Kadir MA
Dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang

Detik ini, tidak ada yang lebih populer untuk dibahas melebihi wabah virus corona. Para ahli maupun amatiran tidak mau ketinggalan mendiskusikan wabah yang begitu sulit dibendung ini. Berbagai usaha telah diupayakan agar penyebaran virus asal Wuhan tersebut dapat dibatasi. Sesuai teori ilmu kesehatan bahwa ‘al-Wiqayah khaerun minal-‘ilaj’, ‘mencegah lebih baik daripada mengobati ‘harus menjadi skala prioritas.

Begitu banyaknya pembahasan masalah virus corona, termasuk ketika dikaitkan dengan agama, baik itu secara akidah, syariat, hingga muamalat, maka perlu penjelasan secara komprehensif bagaimana menyikapi wabah, termasuk virus corona yang sedang mengglobal saat ini.

Penjelasan ini saya sebut sebagai fikih atau memahami sebuah masalah dalam perspektif hukum Islam, termasuk memaparkan dalil-dalil dari hadis Nabi maupun pandangan ulama muktabar yang pernah mengalami wabah pada zamannya, hingga reaksi ulama kontemporer zaman milenial ini.

Membincangkan masalah pengobatan corona, atau wabah apa pun itu, maka itu adalah ranah dokter atau para medis, namun membincangkan masalah pengendalian dan pencegahan agar tidak banyak korban berjatuhan akan menjadi tanggungjawab semua pihak, termasuk para intelektual agar memberikan informasi dan opini yang bermanfaat dan bisa dijadikan kebijakan oleh pemerintah.

Tidak sebaliknya, menghabiskan waktu dan energi untuk berdebat kusir. Selain itu, pemerintah juga harus mendengar masukan dari rakyatnya, bertindak cepat menyelamatkan mereka sebagai bagian dari penegakan konstitusi dan fungsi utama dibentuknya sebuah negara.

Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya wabah demi wabah kerap terjadi di muka bumi ini. Hanya saja, ratusan atau ribuan tahun lalu penyebaran satu wabah di daerah tertentu relative stagnan. Sebab pada masa itu, satu daerah dengan daerah lain dalam melakukan perjalanan memakan waktu yang relatif lama karena tranportasi belum secanggih sekarang.

Jadi dapat ditebak, apabila terjadi wabah di suatu tempat maka penularannya tidak mendunia, tetapi fokus pada daerah tersebut. Sementara saat ini, satu daerah dengan lainnya begitu mudah diakses dan tidak butuh waktu lama untuk menjelajahi dunia.

Corona menjadi bukti nyata bahwa dunia saat ini hanya selebar daun kelor. Awalnya, hanya satu orang di Wuhan yang terkena virus corona disinyalir karena memakan makanan yang tidak higienis, bahkan untuk kita menjijikkan seperti kelelawar, ular dan semisalnya. Dari sini menyebar ke tetangga, setiap anggota rumah tangga bersentuhan dengan komunitas mereka masing-masing, dan menularkan corona.

World Health Organization menyatakan bahwa virus corona (covid 19) telah meningkat derajat penyebarannya dari wabah menjadi epidemi dan akhirnya sekarang menjadi pendemi. Yaitu penyebarannya sudah internasional, dan negara-negara internasional gagal dalam membendung penyebaran tersebut.

Pesan Nabi

Umat Islam sebagai umat terbesar negara ini, alangkah baiknya jika mengamalkan pesan Nabi. Jika mendengar ada wabah, dalam hal ini corona terjadi di sebagian kota maka orang-orang yang berada di luar kota tersebut tidak boleh masuk ke kota tersebut.

“Jika kalian mendengar tentang thoún di suatu tempat maka janganlah mendatanginya, dan jika mewabah di suatu tempat sementara kalian berada di situ maka janganlah keluar karena lari dari thoun tersebut” (HR Al-Bukhari 3473 dan Muslim no 2218).

Tentu dalil ini menyimpan hikmah tidak mendatangi ke area tersebut agar tidak tertular, sebagaimana sabdanya yang lain, “Larilah dari orang yang kusta sebagaimana engkau lari dari singa” (HR Ahmad no 9722 dishahihkan oleh al-Arnauth dan Al-Albani di As-Shahihah no 783). Hadis ini sinkron dengan firman Allah, “Dan janganlah kalian menjerumuskan diri kalian ke dalam kebinasaan” (QS Al-Baqarh[2] : 195).

Dalam memahami hadis di atas, beberapa ulama memberikan keterangan bahwa orang yang keluar akan melewatkan dirinya dari kesempatan untuk meraih pahala mati syahid. Karena jika ia bertahan dengan sabar, maka ia akan mendapatkan pahala mati syahid apakah ia meninggal ataukah sakit lalu sembuh, atau tidak terkena wabah sama sekali. (Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 4/10-11)

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved