Sulsel Masih Butuh Pemimpin
AM Sallatu: Bicaralah Melalui Tulisan, Dorong Masyarakat Berunjuk Pikir Bukan Mahir Berunjuk Rasa
akuntabilitas itu harus terbangun nyata secara internal dalam tubuh pemerintahan sendiri terlebih dulu, di kalangan jajarannya sendiri
Akuntabilitas pemerintahan sudah sekian lama masih tetap dalam tahap political will. Itupun sebatas dalam pidato-pidato pejabat daerah. Lebih banyak bermakna NATO. Mungkin ada perubahan, tapi tidak banyak perkembangan.
Ada yang telah dilupakan oleh jajaran pemerintahan di daerah ini, bahwa akuntabilitas itu harus terbangun nyata secara internal dalam tubuh pemerintahan sendiri terlebih dulu, di kalangan jajarannya sendiri, sebelum mampu menjangkau pelaku pembangunan dan masyarakat secara luas.
Tidak sulit menemukan aparat yang tidak respek pada pejabat strukturalnya ataupun saling tidak respek diantara para pejabat struktural sendiri. Bagaimana akuntabilitas bisa terbentuk dalam working environment seperti ini? Muruah pemerintahan masih saja terus tergerus.
Pelaku pembangunan dan masyarakat, hanya mampu tersenyum kecut dan bingung, memperhatikan prilaku dan kinerja aparat pemerintah. Di sinilah sebenarnya dibutuhkan esensi keberadaan pemimpin dan kepemimpinan dalam pemerintahan.
Pemerintahan dan pembangunan nyaris sepenuhnya bersangkut-paut dengan ‘management’. Dimensi sciencedalam ‘management’ bisa dibaca dan dipelajari, untuk menuntun implementasi secara praktikal.
Namun jiwa dan roh ‘management’, terletak pada dimensi arts. Arts, membutuhkan ‘cerdas otak’ bukan sekedar ‘otak cerdas’ dengan sederet gelar.
Suka atau tidak suka, wilayah ini masih dalam perangkap sejumlah ‘matters’ ; institutional matters, planning matters, leadership matters, political matters, yang mungkin masih bisa diperpanjang daftarnya.
Yang pasti, pemerintahan dan pembangunan Sulsel masih mengalami sejumlah ‘leakages’, kebocoran-kebocoran, dalam kinerja pemerintahan dan pembangunan; hadir dan masih nyata ketimpangan multi-dimensi, kemiskinan, pengangguran, kinerja IPM, dan seterusnya.
Setidaknya, semoga isi buku ini bisa menyebar, maaf ‘aroma kentut’, yang hanya bisa tercium tapi tidak bisa diraba.
Kiranya dapat menjadi tantangan bagi rekan-rekan penulis lainnya. Bicaralah melalui tulisan, untuk tidak mendorong masyarakat luas mahir berunjuk-rasa, dan bukannya berunjuk pikir.
Kepada Sidang Pembaca, buku ini saya dedikasikan, namun bila ada yang berlebihan dan kurang berkenan dari substansi isinya, itulah keterbatasan saya.
Akhirnya, saya harus menyebutkan bahwa buku ini bisa mewujud, diluncurkan dan dibedah hari ini karena kerja keras dan kesungguhan kolega muda saya, DR. Agussalim, Prof Nursini dan Dr Sultan Suhab (Ketua ISEI MKS), serta Dr Iqbal Samad Suhaeb (Plt WALIKOTA MAKASSAR), yang telah sekitar 30 tahun mendukung dan membantu saya, baik secara pribadi maupun secara professional.
Tidak lupa ucapan terima kasih pada kolega saya, M Dahlan Abubakar yang telah berkenan menyunting buku ini, serta BUNG AMI, Moh Hasymi Ibrahim, yang berkenan menjadi host.
Last but not least, rasa terima kasih dan penghargaan kepada adik-adik saya, Prof Junaidi, Prof Imam Mujahidin Fahmid dan DR Sukri Tamma yang berkenan menjadi panelis dalam acara bedah buku ini.
Akhirnya, segenap Hadirin yang saya muliakan dan saya banggakan, terima kasih atas kehadirannya, serta semua yang mendukung dan membantu persiapan dan pelaksanaan peluncuran dan bedah buku ini. Semoga Allah SWT senatiasa merahmati kita semua, Aamiin.(*)