Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kelisanan di Tengah Banjir Keaksaraan Digital

Kelisanan, tradisi komunikasi tertua yang membentuk struktur interaksi sosial manusia selama ribuan tahun, justru tidak menghilang. 

Editor: Muh Hasim Arfah
Tribunnews.com/Dok Pribadi
Nabilah Irwan, Mahasiswi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Makassar 

Nabilah Irwan 

Mahasiswi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM- Di tengah derasnya arus informasi saat ini, kita sering mendengar keluhan, masyarakat semakin jauh dari tradisi lisan dan terjebak pada budaya menatap layar.

Pesan-pesan singkat, komentar di media sosial, artikel digital, dan berbagai bentuk teks lainnya seolah menguasai hidup kita.

Fenomena ini kerap disebut sebagai banjir keaksaraan digital—sebuah istilah yang, dalam pandangan saya, tidak hanya menggambarkan keberlimpahan teks, tetapi juga kecenderungan mengaitkan masa depan komunikasi sepenuhnya dengan bentuk tulisan digital.

Namun, saya menilai asumsi tersebut terlalu menyederhanakan kenyataan.

Kelisanan, tradisi komunikasi tertua yang membentuk struktur interaksi sosial manusia selama ribuan tahun, justru tidak menghilang. 

Ia bertransformasi, hidup kembali dalam bentuk yang lebih cair, lebih adaptif, dan lebih dekat dengan kebutuhan manusia modern.

Jika kita melihat lebih dekat, penggunaan teknologi komunikasi digital justru menunjukkan bahwa batas antara lisan dan tulisan semakin kabur. 

Baca juga: Kedaulatan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu 

Gagasan Chaer (2012) tentang perbedaan fundamental antara kelisanan—yang spontan dan terikat konteks—dan keaksaraan—yang terencana dan bebas konteks—masih relevan, tetapi kini tidak lagi bisa diterapkan secara kaku.

Platform digital menyediakan ruang bagi keduanya untuk hidup berdampingan.

WhatsApp, sebagai contoh paling kasat mata, mempertemukan pesan teks dengan pesan suara, stiker yang bersifat visual-lisan, dan panggilan video yang menghadirkan kelisanan secara langsung tanpa memerlukan pertemuan fisik. 

Ketika seseorang ingin efisien, ia menggunakan pesan suara. Ketika membutuhkan bukti atau dokumentasi, ia beralih ke teks. Interaksi terjadi dalam spektrum yang lentur, bukan pada kutub lisan atau tulisan semata.

Bergesernya lanskap komunikasi ini juga terkait erat dengan perkembangan literasi digital.

Amin (2019) dan Suherdi (2021) menekankan bahwa literasi digital tidak hanya tentang kemampuan membaca atau menulis teks digital, tetapi juga bagaimana seseorang mampu mengelola, memproduksi, dan menafsirkan informasi dalam berbagai bentuk. 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved