Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sulsel Masih Butuh Pemimpin

AM Sallatu: Bicaralah Melalui Tulisan, Dorong Masyarakat Berunjuk Pikir Bukan Mahir Berunjuk Rasa

akuntabilitas itu harus terbangun nyata secara internal dalam tubuh pemerintahan sendiri terlebih dulu, di kalangan jajarannya sendiri

Editor: AS Kambie
dok.tribun
AM Sallatu menulis pesan dalam buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif yang akan diserahkan kepada editor Tribun-Timur.com AS Kambie (kanan) di samping Dahlan Abubakar (editor buku Sulawesi Selatan Dalam Perspektif) di Baruga Angin Mammiri, Makassar, Sabtu (01/2/2020). 

AM Sallatu
Penulis Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasa Perspektif

Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif karya AM Sallatu
Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif karya AM Sallatu (dok.tribun)

TRIBUN-TIMUR.COM - Setiap judul dalam ketiga perspektif saya, di buku ini, saya anggap masing-masing membawa pesan.

Walaupun saya sadar bahwa di sana-sini, saya juga telah berhipotesis bahkan berspekulasi. Tetapi itulah pencermatan dan kontempelasi saya tentang Sulawesi Selatan dalam sekitar satu dekade, terutama dalam tahun-tahun terakhir.

Sejatinya, saya ingin mencoba menyentuh kesadaran sidang pembaca bahwa mengelola pemerintahan tidaklah sesederhana tampilan realitas permasalahannya. Mengelola pembangunan tidaklah gampang, apalagi bila ingin digampang-gampangkan saja.

Adagium, bahwa investment is the all doctrine, sebagaimana banyak dikemukakan adalah suatu over simplification. Baik teori maupun dan apalagi realitas, percepatan pembangunan sama sekali tidak memiliki dasar pijakan validitas.

Pembangunan membutuhkan proses, bahkan jangka waktu yang panjang, setidaknya jangka menengah.

Saya tidak akan bosan mengungkapkan bahwa ‘apa yang benar pada skala nasional, tidak selalu benar pada skala wilayah atau lokal’. Sayangnya, pembangunan regional, pengembangan wilayah belum dipahami secara cermat dan cerdas.

Banyak realitas yang memperlihatkan bahwa pengampu kebijakan pemerintahan dan pembangunan, terutama pengambil keputusan, lalai memahami makna ‘No Easy Harvest’, tiada panen yang gampang.

Kepentingan masyarakat luas, terutama di lapisan bawah bukan sekedar pertumbuhan melainkan sejatinya esensi pembangunan yang terstruktur. Pembangunan adalah membangun tatanan, dan di daerah, membangun dan memperkuat struktur tatanan wilayah.

Di Indonesia, Alm Prof Ahmad Amiruddin adalah penggagas awal ‘wawasan kewilayahan’.

Dengan gagasan kewilayahan lah Prof Ahmad Amiruddin kemudian berpikir tentang pembangunan infrastruktur, dukungan dan kelestarian SDA, mengoptimalkan potensi SDM di Sulawesi Selatan. It is not the other way around.

Sulsel masih membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan berwawasan dan berciri seperti Amiruddin. Almarhum adalah seorang pure scientist yang berkontempelasi sebagai Pamong bagi masyarakat Sulsel.

Pertumbuhan ekonomi yang demikian dibanggakan oleh pejabat pemerintah di daerah ini, adalah hasil para pelaku pembangunan termasuk masyarakat petani. Kontribusi pemerintah daerah kecil saja, karena itu sama sekali tidak boleh di-claim.

Pertumbuhan ekonomi bahkan masih bisa lebih tinggi, bila saja pemerintah di daerah ini, mampu menekan sekecil-kecilnya transaction cost yang masih ditanggung oleh pelaku pembangunan dan masyarakat.

Belum lagi pelayanan yang dipraktikkan yang masih menyesakkan dada. Perekonomian wilayah di Sulsel masih jauh dari perkembangan yang optimal.

Akuntabilitas pemerintahan sudah sekian lama masih tetap dalam tahap political will. Itupun sebatas dalam pidato-pidato pejabat daerah. Lebih banyak bermakna NATO. Mungkin ada perubahan, tapi tidak banyak perkembangan.

Ada yang telah dilupakan oleh jajaran pemerintahan di daerah ini, bahwa akuntabilitas itu harus terbangun nyata secara internal dalam tubuh pemerintahan sendiri terlebih dulu, di kalangan jajarannya sendiri, sebelum mampu menjangkau pelaku pembangunan dan masyarakat secara luas.

Tidak sulit menemukan aparat yang tidak respek pada pejabat strukturalnya ataupun saling tidak respek diantara para pejabat struktural sendiri. Bagaimana akuntabilitas bisa terbentuk dalam working environment seperti ini? Muruah pemerintahan masih saja terus tergerus.

Pelaku pembangunan dan masyarakat, hanya mampu tersenyum kecut dan bingung, memperhatikan prilaku dan kinerja aparat pemerintah. Di sinilah sebenarnya dibutuhkan esensi keberadaan pemimpin dan kepemimpinan dalam pemerintahan.

Pemerintahan dan pembangunan nyaris sepenuhnya bersangkut-paut dengan ‘management’. Dimensi sciencedalam ‘management’ bisa dibaca dan dipelajari, untuk menuntun implementasi secara praktikal.

Namun jiwa dan roh ‘management’, terletak pada dimensi arts. Arts, membutuhkan ‘cerdas otak’ bukan sekedar ‘otak cerdas’ dengan sederet gelar.

Suka atau tidak suka, wilayah ini masih dalam perangkap sejumlah ‘matters’ ; institutional matters, planning matters, leadership matters, political matters, yang mungkin masih bisa diperpanjang daftarnya.

Yang pasti, pemerintahan dan pembangunan Sulsel masih mengalami sejumlah ‘leakages’, kebocoran-kebocoran, dalam kinerja pemerintahan dan pembangunan; hadir dan masih nyata ketimpangan multi-dimensi, kemiskinan, pengangguran, kinerja IPM, dan seterusnya.

Setidaknya, semoga isi buku ini bisa menyebar, maaf ‘aroma kentut’, yang hanya bisa tercium tapi tidak bisa diraba.

Kiranya dapat menjadi tantangan bagi rekan-rekan penulis lainnya. Bicaralah melalui tulisan, untuk tidak mendorong masyarakat luas mahir berunjuk-rasa, dan bukannya berunjuk pikir.

Kepada Sidang Pembaca, buku ini saya dedikasikan, namun bila ada yang berlebihan dan kurang berkenan dari substansi isinya, itulah keterbatasan saya.

Akhirnya, saya harus menyebutkan bahwa buku ini bisa mewujud, diluncurkan dan dibedah hari ini karena kerja keras dan kesungguhan kolega muda saya, DR. Agussalim, Prof Nursini dan Dr Sultan Suhab (Ketua ISEI MKS), serta Dr Iqbal Samad Suhaeb (Plt WALIKOTA MAKASSAR), yang telah sekitar 30 tahun mendukung dan membantu saya, baik secara pribadi maupun secara professional.

Tidak lupa ucapan terima kasih pada kolega saya, M Dahlan Abubakar yang telah berkenan menyunting buku ini, serta BUNG AMI, Moh Hasymi Ibrahim, yang berkenan menjadi host.

Last but not least, rasa terima kasih dan penghargaan kepada adik-adik saya, Prof Junaidi, Prof Imam Mujahidin Fahmid dan DR Sukri Tamma yang berkenan menjadi panelis dalam acara bedah buku ini.

Akhirnya, segenap Hadirin yang saya muliakan dan saya banggakan, terima kasih atas kehadirannya, serta semua yang mendukung dan membantu persiapan dan pelaksanaan peluncuran dan bedah buku ini. Semoga Allah SWT senatiasa merahmati kita semua, Aamiin.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved