Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Media Daring dan Pemanjaan Nalar Kritis

MASIH zamankah belajar? Demikian untaian pertanyaan dilontarkan salah seorang mahasiswa yang menuruni tangga fakultas kepada seorang temannya

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Media Daring dan Pemanjaan Nalar Kritis
DOK
M Salam Mustari, Mahasiswa UIN Alauddin Makassar/ Ketua PD IPM Gowa 2016-2018

Oleh: M Salam Mustari
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar/ Ketua PD IPM Gowa 2016-2018

MASIH zamankah belajar? Demikian untaian pertanyaan dilontarkan salah seorang mahasiswa yang menuruni tangga fakultas kepada seorang temannya yang sedang asyik duduk membaca di anak tangga.

Pertanyaan tersebut mengingatkan saya pada sebuah narasi bahwa; tidak usah bersusah-susah belajar atau menghafal materi pelajaran, karena semuanya telah tersedia di ‘Om Google’.

Hanya dengan membuka linknya dari sesuatu yang ingin kita tahu, maka akan nampaklah berbagai jawaban dengan tampilan yang memikat.

Tuturan tersebut membesarkan hati para diri yang penasaran untuk ingin cepat dan banyak mengetahui tentang suatu hal.
Semakin banyak yang ingin diketahuinya maka semakin pula agresif untuk menelusuri jejak-jejak pengetahuan yang ada di ‘Om Google’ tersebut.

Namun, tidak jarang pula kita temui di antara kita yang menggagahkan diri telah tahu banyak hal, yang sebenarnya hanya bermodalkan hasil penelusuran satu atau dua link yang ada di ‘Om Google’, yang belum tentu pula bersumber dari para ahli yang otoritatif di bidangnya. Kata Edi Mulyono.

Penalaran Kritis

Kondisi demikianlah yang dapat memanjakan penalaran kritis terhadap sesuatu. Meluapnya informasi di berbagai media telah menyempitkan ruang gerak pikir untuk menelusuri keabsahan dan keontentikan informasi itu sendiri.

Dorongan untuk mengetahui informasi-informasi baru atau trending topic, akan mengalami kecacatan jika semangat mendalami keotentikan suatu informasi tidak lebih besar daripada sekedar tahu terhadap hal-hal yang baru.

Di sini pulalah yang menjadi kelemahan tersendiri dalam belajar melalui media daring, seperti Google, Facebook, dan yang lainnya. Karena belajar melalui media daring sangat kecil ruang untuk berdialog dan menggali lebih dalam suatu informasi.

Akibatnya, banyak orang yang bisa diuntungkan dan banyak pula yang bisa dirugikan. Maka tidak jarang terjadi saling adil-mengadili secara brutal yang berujung pada konflik.

Di sinilah perlunya kebijakan para pemegang media daring dalam menerima dan menyebar informasi. Bijak dalam artian, memiliki kesadaran ilmiah dan objektif serta menyeluruh dalam menilai sesuatu, sehingga tidak tergesa-gesa dalam membentuk pendapatnya untuk kemudian dibagikan.

Media daring adalah singkatan dari media dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya. Demikian pengertian dalam KBBI.

Dunia saat ini yang tidak bisa terpisahkan dari media daring telah menyita waktu hidup kita. Telah menyita waktu untuk bercanda tawa bersama anak-anak, anak-anak tersita waktu berharganya untuk bahagia dan bermain bersama orang-orang terdekatnya (ayah dan ibunya).

Pendidikan

Gadget sebagai alat media daring misalnya, anak-anak bangun dan tidur bersama gadgetnya, masa bersama gadgetnya melebihi dari waktu yang seharusnya bersama dengan orang tuanya.

Para orang tua kalah dengan gadget dalam mendidik anaknya. Karena gadget setiap saat ada untuk sang anak, maka hiduplah para generasi kita yang terdidik dengan gadget.

Berbagai hal didapatkannya dari gadget mulai dari hal-hal yang positif sampai yang negatif, dari menonton adegan-adegan yang bermoral sampai yang asusila.

Di sinilah peran orang tua dalam mendidik buah hatinya agar tidak kalah dengan gadget. Orang tua harus meluangkan waktunya yang lebih untuk bersama dengan anak-anaknya, melebihi waktunya anak-anak bersama gadget agar sang anak senantiasa terarah dan terdidik.

Selain pendidikan di rumah, pendidikan di bangku sekolah juga harus lebih mampu membawa pangaruh bagi peserta didik daripada gadget. Jika tidak demikian maka dunia pendidikan akan terdiskreditkan oleh gadget.

Karena tidak jarang ditemui seorang siswa atau bahkan mahasiswa asik bersama gadgetnya dengan permainan game-nya yang semakin seru, mengalahkan keseruan sang guru atau dosen menerangkan pelajaran.

Secara praktek dunia pendidikan di bangku-bangku sekolah memiliki peluang yang besar untuk membentuk generasi yang berkualitas.

Jika belajar dengan media daring yang terjadi hanyalah transfer ilmu, maka di bangku sekolah selain transfer ilmu juga transfer moral, akhlak dan kesadaran ilmiah untuk membentuk kemandirian peserta didik, serta peluang untuk mendalami suatu kajian lebih terbuka.

Oleh karenanya selain penggunaan media daring yang harus lebih diarahkan, maka tentu ruang-ruang kelas harus pula lebih hidup, terarah dan membangun kesadaran dengan nuansa interaktif dan dialogis.

Membentuk kesadaran bagi peserta didik sangat penting untuk menanamkan nurani intelektual, yang paling tidak bersikap; untuk percaya kalau hanya ada bukti-bukti yang akurat, dan kesediaan mengakui bahwa bukti-bukti itu pun masih bisa salah.

Sehingga memiliki semangat untuk mencari yang sebenarnya. Pertanyaan pada awal tulisan ini bukan sesuatu yang sekedar bersifat candaan, tapi sesuatu yang sangat mungkin untuk terjadi.

Jika informasi atau pengetahuan tidak berusaha untuk dikuasai dan dikembangkan dan hanya dibiarkan tetap pada media daring, dengan landasan pemikiran bahwa ‘semua sangat mudah diakses di ‘internet’ dalam sekejab apabila dibutuhkan’. Maka kondisi demikian dapat dikatakan adalah penyebab terjadinya degradasi intelektual maupun moralitas. Wallāhu’alam.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved