Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Laode Syarif Jadi Dosen Lagi

Setelah Abraham Samad, FH Unhas Sambut Laode Syarif, Pesan Heroik Syarif Sebelum Tinggalkan KPK

Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof Farida Patittingi menilai, selama di KPK, Laode Syarif mengharumkan nama baik almamater di kancah nasional

Penulis: Amiruddin | Editor: AS Kambie
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019, Laode Muhammad Syarif pada acara serah terima jabatan pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/12/2015). TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Dia menegaskan, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi adalah perjuangan maraton. Dia mengajak para pegawai KPK untuk optimistis menghadapi pergantian pimpinan.

"Kami berlima (komisioner KPK) bilang, perlawanan pemberantasan korupsi itu adalah perjuangan maraton. Kami ajak mereka untuk optimis," tegas Laode Syarif.

Meskipun ada perubahan terhadap Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun, kata dia, semangat pemberantasan korupsi tidak boleh pudar.

"UU KPK bisa berubah, tetapi semangat seluruh pegawai KPK untuk mencegah dan memberantas korupsi harus tetap kuat. Bahkan girah harus lebih kuat dibanding sekarang," kata Laode Syarif.

Laode Syarif juga meminta pemerintah mengkaji terlebih dahulu sebelum memberlakukan Omnibus Law.

"Kami harap ada naskah akademik. Jangan ujug-ujug keluar pasal. Jangan membuat hukum kembali ke masa kolonial. Kita sudah millenial mau kembali ke masa kolonial," kata Laode Syarif.

Pemerintah Indonesia menyusun omnibus law yang tujuan akhir mendorong pertumbuhan ekonomi. Omnibus law adalah suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat menyasar isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana.

Menurut dia, pemerintah harus melibatkan ahli-ahli hukum selama tahap penyusunan Omnibus Law. "Setelah saya baca tim perumus banyak pemerintah banyak rektor. Rektor itu bukan ahli hukum," kata Laode Syarif.

Dia mengingatkan agar jangan sampai Omnibus Law itu menjadi tempat berlindung korporasi-korporasi besar. "Itu diperjelas agar Omnibus Law tidak menjadi awal berlindung korporasi-korporasi yang mempunyai niat tidak baik. Korporasi itu harus dipertanggungjawabkan pidana," kata Laode Syarif.

Tidak seperti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid IV lainnya, Thony Saut Situmorang ternyata sudah merapikan barang pribadi di ruang kerjanya sejak September lalu. Tepatnya pada 13 September 2019, Saut merilis surat elektronik untuk pegawai KPK tentang dirinya yang menyatakan mundur. Namun surat tersebut bocor dan meramaikan pemberitaan waktu itu.

"Saya enggak banyak bawa barang lagi, karena waktu mau mundur beberapa bulan yang lalu itu, yang email nyebar sampai ke planet Mars, saya sudah bawa semua barang-barang utama," kata Saut.

Waktu itu, dibeberkan Saut Situmorang, ia membawa barang-barang pribadi seperti Macbook, kamera, drone, peralatan isi daya, baju, jas, dasi batik, beberapa selendang tenun Sumba Timur, dan ikat kepala.

"Ulos Batak Ragi Hidup atau ulos mangupa Tondi, jaman baheula dipakai simbol dari mengukuhkan semangat di kantor, saya jadikan untuk taplak meja besar," kata Saut.

"Termasuk electronic wind instrument dan lain-lain lah, misalnya satu kotak kartu nama pimpinan KPK yang dicetak KPK tahun 2016, saya enggak pernah dipakai atau diberikan kepada siapapun, masih utuh satu kotak," tambah Saut.

Mantan staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN) juga membawa beberapa bahan bacaan dari kantornya. Bahan bacaan itu dibawa Saut Situmorang menggunakan kantong plastik.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved