Menakar Ekspektasi Pendidik, Pentingkah?
BEBERAPA pengguna media sosial sedang gandrung menakar ekspektasi guru-guru mereka saat masih sekolah dasar (SD) hingga memasuki bangku kuliah

Oleh: Mufidatunnisa
Youth Development and Education Enthusiast/ Penggerak Literasi dan Pendidikan di Kabupaten Bone
BEBERAPA pengguna media sosial sedang gandrung menakar ekspektasi guru-guru mereka saat masih sekolah dasar (SD) hingga memasuki bangku kuliah dan menukarnya dengan foto terbaru mereka.
Foto terbaru tersebut tentu bukan foto swafoto biasa, melainkan sebuah ‘prasasti dan prestasi’ yang mereka banggakan sebab telah berhasil memerdekakan diri dari ciutan guru-guru yang terus saja mengatakan tidak/ gagal pada mereka di masa lalu.
Hal ini pun juga membangkitkan kenangan penulis di masa-masa sekolah ketika salah seorang guru memberikan metriks kesuksesan pada penulis melalui nilai sebuah soal matematika.
Ya, penulis cukup payah dalam logika-matematika. Apa yang terjadi kemudian? Semesta membawa narasi yang berbeda; penulis berkenalan dengan aksara dan menelurkan beberapa tulisan, presentasi, dan sebagainya.
Meski sejumlah foto telah menggurita di lini masa, namun penulis merasa ini adalah sebuah tamparan keras bagi sistem pendidikan kita di Indonesia dan salah satu akar masalahnya ada di ekspektasi kita, para pendidik.
TESA Program
TESA merupakan singkatan dari (Teacher Expectations and Students Achievement) yang dikutip dari buku The First Day of School, sebuah program yang bertujuan untuk memfasilitasi guru dalam mengubah interaksi mereka terhadap siswa.
Hal ini mencakup bagaimana classroom manajemennya dan bagaimana seorang guru memberikan keleluasaan waktu saat bertanya kepada siswa yang memiliki daya tangkap yang cepat dan sebaliknya?
Juga bagaimana guru yang notabene membangun pertanyaan yang berbobot dan tingkat kesulitan dan kreativitas yang tinggi kepada siswa high-achieving sementara menelantarkan low-achieving student ke dalam dimensi yang gelap dan terkungkung?
Hal ini sudah seharusnya menjadi refleksi bagi pendidik, pun penulis pribadi dalam menghadapi siswa yang tentu datang dari latar belakang keluarga, ekonomi, budaya yang berbeda dan cukup mampu memengaruhi dinamika pembelajaran.
Higher-Level Questioning
Menelik kembali aktivitas saat masih di bangku sekolah, khatam dalam kepala kita bahwa semakin cemerlang jawaban yang guru berikan, semakin tinggi peluang untuk menyabet “bintang” dalam kelas.
Tak banyak yang mempertimbangkan kepiawaian dalam menakar pertanyaan sebagai sebuah indikator pemahaman sebuah siswa: makin bertanya, makin terlihat bodohnya.
Namun, dalam proses pembelajaran, seorang guru disyaratkan untuk memahami level pertanyaan dalam pengembangan potensi peserta didik. Ada setidaknya tiga level pertanyaan yang ditawarkan oleh TESA sebagai panduan untuk para pendidik.