Peringati Hari Santri Nasional, Kemenag Sulsel Upacara Pakai Sarung
Peringati Hari Santri Nasional, Kemenag Sulsel Upacara Pakai Sarung, Kepala Bidang Pengelolaan Haji dan Umrah (PHU) Sulsel, Kaswad Sartono Jadi Irup
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Suryana Anas
Peringati Hari Santri Nasional, Kemenag Sulsel Upacara Pakai Sarung
TRIBUN-TIMUR.COM,MAKASSAR - Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan menyambut Hari Santri dengan upacara.
Namun uniknya, para peserta upacara mengenakan sarung.
Kepala Bidang Pengelolaan Haji dan Umrah (PHU) Sulsel, Kaswad Sartono dipercaya sebagai inspektur upacara (Irup).
Baca: Prabowo Subianto Menteri Pertahanan? Posisi Edhy Prabowo, Nadiem Makarim, Nadiem Makarim, Mahfud MD
Baca: Jadwal Pekan Ketiga Liga Champions - Madrid dan Inter Wajib Menang! Klasemen dan Siaran Langsung
Baca: Korban Tabrakan Tambora Dipulangkan ke Rumah, Tagih Janji Kapolda Sulsel Merawatnya Hingga Sembuh
Kaswad saat membacakan sambutan Sekjen Kemenag RI Nurkholis Setiawan, atas nama Menteri Agama RI, mengatakan bahwa santri terbiasa dengan keterbukaan kajian dari berbagai kitab, bahkan lintas madzhab.
Santri dididik belajar menerima perbedaan dari sumber hukum otentik. Santri terbiasa dengan moderasi dalam beragama.
"Moderasi penting bagi masyarakat plural sehingga keberagamaan dapat disikapi bijak serta toleransi dan keadilan terwujud," katanya.
Hari Santri ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dengan Keppres No 22 tahun 2015. Sejak itu, 22 Oktober diperingati sebagai hari santri
Hari Santri 2019 mengusung tema “Santri untuk Perdamaian Dunia”.
"Tema ini sangat relevan karena pesantren merupakan laboratorium perdamaian," kata Kaswad, via rilis ke tribun.
Ada sembilan alasan pesantren disebut sebagai laboratorium perdamaian.
Pertama, tumbuh suburnya kesadaran harmoni beragama dan berbangsa di kalangan pesantren. Ini dibuktikan dengan perjalanan perjuangan kemerdekaan bangsa hingga tercetusnya resolusi jihad dan perang melawan PKI, semua tidak lepas dari peran pesantren.
Karena Santri memegang teguh ajaran Kiyainya yakni Hubbul wathan minal iman bagian dari nilai yang terus diajarkan di pesantren.
Alasan kedua, metode mengaji dan mengkaji di pesantren sangat khas. Selain transfer ilmu, pesantren juga mengajarkan keterbukaan kajian dari berbagai kitab, bahkan lintas madzhab.
Ketiga, pesantren mengajarkan khidmah dan pengabdian kepada masyarakat dan bangsa. Keempat, pesantren mengajarkan kemandirian, kerjasama dan sikap saling membantu.
