'Jalan Terjal' Kasus Kekerasan Jurnalis di Polda Sulsel, LBH Pers: Ada 19 Kasus Loh!
Langkah tim advokasi LBH Pers Makassar dalam berjuang dalam penanganan kasus ini, harus menunggu penanganan perkara ini dari Ditreskrimum dan Propam P
Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Upaya tim LBH Pers Makassar dalam menangani kasus kekerasan jurnalis di Propam Polda Sulsel, mulai berada dalam jalanan terjal.
Langkah tim advokasi LBH Pers Makassar dalam berjuang dalam penanganan kasus ini, harus menunggu penanganan perkara ini dari Ditreskrimum dan Propam Polda.
Langkah terakhir sudah dilakukan, dengan menyurati pihak Propam Polda agar bisa memberikan kejelasan kasus ini sampai dimana, tapi tidak ada balasan soal itu.
"Surat sudah kita kirim ke Propam, tetapi tidak ada kepastian hukumnya, apakah ini diproses atau tidak," kata staf LBH Pers, Firmansyah, Selasa (22/10/2019) sore.
Nadiem Makarim Terima Tawaran Jokowi Jadi Menteri, Ini Dua Bos Baru GoJek & Pembagian Tugasnya
Keluarga Siti Zulaeha Unjuk Rasa di PN Gowa, Tuntut Dosen UNM Dihukum Mati
Syahrul YL Pantas Jadi Menteri Pertanian, Ashabul Kahfi Bilang Begini
Diketahui, LBH Pers pertanyakan progres kasus kekerasan tiga jurnalis. Bahkan tim hukum sudah melayangkan surat ke pihak Propam, Senin (21/10) tapi tidak dibalas.
Surat LBH Pers tersebur, merespon atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Laporan ada dugaan Pelanggaran etik dan disiplin dari penyidik Propam Polda Sulsel.
Sebagaimana pada Laporan polisi Nomor : LP/54-B/IX/2019/Subbag yanduan tanggal 26 September 2019 lalu, yang dikeluarkan oleh Bidang (Bid) Propam polda Sulsel.
Surat dari LBH pers nomor 02/LBH pers-Mks/X/2019 tertanggal 21 Oktober 2019 yang ditujukan ke Propam Polda dan juga ditembuskan ke Polda Sulsel, Irwasum.
Menurut Firmansyah, kasus kekerasan ini tidak jauh beda dengan kasus yang ada di Kendari ditangan Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) soal mahasiswa yang meninggal.
"Kasus ini sama dengan yang di Kendari sana, pertanyaannya apakah ini harus ada yang meninggal dulu. Makanya kami hanya minta sejauh mana kasusnya," tegasnya.
Dalam surat yang dilayangkan LBH Pers, beberapa poin tertuang dalam surat yakni, minta penjelasan atas tidak dimasukannya oknum polisi inisial GR sebagai terperiksa.
Nadiem Makarim Terima Tawaran Jokowi Jadi Menteri, Ini Dua Bos Baru GoJek & Pembagian Tugasnya
Keluarga Siti Zulaeha Unjuk Rasa di PN Gowa, Tuntut Dosen UNM Dihukum Mati
Syahrul YL Pantas Jadi Menteri Pertanian, Ashabul Kahfi Bilang Begini
Dimana, GR sebagai terperiksa pemukulan jurnalis berdasar keterangan korban dan bukti foto dan video, menerangkan terkait perbuatan Oknum polisi berinisial GR itu.
Untuk itu, LBH Pers minta agar Bid Popam untuk tetap melanjutkan proses etik dan disiplin tanpa harus tunggu proses pidana dari penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel.
Hal itu tertuang di ketentuan PP 2 Tahun 2003 pasal 12 (1) jo Perkapolri 14/2011 pasal 28 ayat (2) tentang "sanksi etik dan disiplin tidak menghilangkan pidananya".
"Artinya ini bisa dua-duanya jalan, proses etik dan disiplin jalan, pidananya juga itu jalan. Jadi tidak menunggu seperti kasus-kasus kekerasan lain," jelas Firmansyah.