Tribun Wiki
Kontroversi UU KPK, Jokowi Didesak Keluarkan Perppu, Apa Itu Perppu? Ini Arti dan Fungsinya
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai pro dan kontra.
Revisi UU KPK menjadi salah satu tuntutan mahasiswa yang beberapa hari terakhir ini turun kejalan.
Mahasiswa pun menuntut Presiden Rebuplik Indonesia (RI) Jokowi untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
Bahkan terdengar kabar, rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) terkait pembatalan Undang-undang Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan diterbitkan.
Namun, muncul hasil survei mengenai hal itu.
Dilansir dari Tribun Kaltim, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, dari hasil survei menyebutkan sebanyak 76,3 persen publik mendukung Presiden Joko Widodo menerbitkan perpu.
"Seperti SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), dalam UU KPK diatur dua tahun tidak selesai kasus langsung SP3," ujar Direktur LSI Djayadi Hanan, di Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Menurutnya, kasus korupsi seringkali melibatkan faktor politik dan ekonomi yang rumit.
"Karena rumit ada banyak kasus yang tidak bisa diselesaikan dalam dua tahun. Tapi dalam revisi yang baru, lewat dua tahun langsung SP3," ujarnya.
Pasal itu bisa digunakan tersangka kasus korupsi untuk mengulur-ulur waktu. "Publik mengetahui model pelemahan dalam UU KPK," kata Djayadi.
Publik, kata Djayadi, menginginkan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpu untuk membatalkan undang-undang hasil revisi yang dianggap akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Dari responden yang sama, LSI juga mendapat data sebanyak 70,9 persen publik percaya Undang-undang KPK hasil revisi merupakan tindakan pelemahan.
Publik yang meyakini undang-undang tersebut merupakan bentuk dari penguatan hanya berjumlah 18 persen saja, sedang 1,1 persen lainnya menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.
LSI menyebut 60,7 persen responden mendukung demonstrasi mahasiswa menentang UU KPK, sementara, yang menolak hanya 5,9 persen. LSI mendapatkan indeks tersebut dari kegiatan survei telepon nasional yang digelar pada 4-5 Oktober 2019, jumlah responden mencapai 17.425 orang.
Tujuan survei yakni melihat sikap publik terhadap kontoversi UU KPK dan penilaian masyarakat terhadap aksi demonstrasi hang digelar mahasiswa.