Dari Sarawak ke Vietnam
Sebagai seorang tentara, lulus Akademi Militer Nasional (AMN) 1962, kehidupan Basrie penuh warna.
Dari Vietnam, Basrie ditugaskan ke Batalyon Infrantri 142 Ksatria Jaya Kodam VI Sriwijaya di Jambi pada tahun 1974. Setahun kemudian dipindahkan ke Lubuk Linggau menjabat Dandim (1975) lalu masuk Palembang. Dari Palembang Basrie terbang ke Bandung menjabat Komandan Brigade Kodam VI Siliwangi dan mengikuti Seskoad tahun 1980.
Pada tahun 1982, Basrie menjadi anggota DPR RI dari Fraksi ABRI. Dari sini dia diangkat menjadi Wakil Gubernur Sulsel selama tiga tahun dan dipercaya menjabat pelaksana tugas Bupati Pinrang (23 September-22 November 1986) menggantikan Musa Gani.
Usai menjabat wakil gubernur, Basrie terbang ke Palu dan menjabat Danrem Tadulako (1990-1991), setelah sebelumnya sempat menjabat Kasdam VI/Jaya pada tahun 1989. Jalannya menjadi Gubernur Sulsel menggantikan A Amiruddin mulus karena pada tahun 1991-1993, dia diangkat menjadi Pangdam VII Wirabuana menggantikan Mayjen TNI Rusmadi Siddik. Ia menjabat Gubernur Sulsel selama dua periode (19 Januari 1993-19 Januari 2003).
Usai menjabat Gubernur, Basrie menjabat Ketua DPD I Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Meski menjadi orang nomor satu partai berlambang banteng moncong putih itu, Basrie tak bernafsu menjadi anggota DPR, seperti kebanyakan petinggi partai lainnya.
Saya pernah bertemu dengan beliau di Pucak, Maros, lokasi kebunnya yang pernuh dengan tanaman disertai kolam. Saya tidak ingat pasti apa tujuan kunjungan itu.
“I know you,” katanya pendek, begitu melihat saya, yang tentu saja ingat ketika saya merayunya untuk menulis Novel Biografi yang kemudian berjudul: Jangan Mati dalam Kemiskinan” tahun 2002.
Saya masih bertemu sekali lagi setelah di Pucak itu. Namun kondisinya sudah kian menurun. Dan, tentara yang pernah bertugas dari Sarawak hingga Vietnam itu, bertepatan dengan ulang tahun biologis saya, 2 Oktober 2019, menghadap Al Khalik. Innalillahi wa inna ilaihiri rajiuun. Semoga husnul khatimah. Aamiin.(*).