OPINI
OPINI - Shahrour dan Penyimpangan Intelektual
pemikiran nyeleneh dan menyimpang Shahrur ini yang sudah dibuang di tong sampah lalu kembali dipungut oleh Abdul Aziz,...
Oleh:
Dr Ilham Kadir
Peneliti MIUMI - Ketua Infokom MUI Enrekang
Mohamad Shahrour, lahir tahun 1938. Asal Kecamatan Shalihiyya, Damaskus. Memulai pendidikan di SD Negeri al-Midan, wilayah selatan Ibu Kota Suriah.
Setelah tamat dari SMU setempat, Shahrour memperoleh beasiswa untuk belajar teknik sipil di Saratow, dekat Moskow, selama tujuh tahun (1957-1964).
Di sanalah ia berkenalan dengan pemikiran intelligentsia Marxis yang cenderung eksentrik dan anti status quo.
Memang, seperti disitir oleh Andreas Christmann, pendekatan Shahrour terhadap teks Al-Qur’an mirip dengan strategi subversive yang diperkenalkan oleh Bohuslav Havránek dan Viktor Shklovsky.
Metode utamanya ialah defamiliarisasi dan habitualisasi di mana seorang pembaca menyikapi dan memperlakukan teks di hadapannya seolah-olah sebagai barang asing dan baru sama sekali.
Setelah menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 dalam bidang mekanika tanah dan teknik fondasi di University College Dublin, Inggris (1968-1972), Shahrour kembali bekerja di Universitas Damaskus sebagai staf pengajar di fakultas teknik.
Meski tidak pernah mengenyam pendidikan formal dalam ilmu-ilmu Islam, Shahrour tampaknya punya nyali besar untuk mengutak-atik kitab suci al-Qur’an dengan akal pikirannya (Syamsuddin Arif, Islam dan Diabolisme Intelektual, INSISTS, Jakarta: 2018).
Baca: Infrastruktur Dusun Borongbulo Gowa Segera Dibenahi
Pada tahun 1990 muncul buku perdananya al-Kitab wa l-Qur’an: Qira’ah Mu‘asirah (al-Kitab dan al-Qur’an: Sebuah Pembacaan Kontemporer).
Dengan terbitnya buku ini, Shahrour yang sebelumnya tak dikenal sontak menjadi sorotan publik. Kontroversi seputar isinya merebak ke seantero Timur Tengah.