Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUNWIKI: Mengenal Tan Malaka, Pernah Menolak Membaca Proklamasi, Ini Profilnya

nama asli Tan Malaka adalah Sutan Ibrahim, sedangkan Tan Malaka adalah nama semi-bangsawan yang ia dapatkan dari garis turunan ibu.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Buku Tan Malaka 

Menurut GH Horensma, salah satu guru di sekolahnya itu, Tan Malaka adalah murid yang cerdas, meskipun kadang-kadang tidak patuh.

Di sekolah ini, ia menikmati pelajaran bahasa Belanda, sehingga Horensma menyarankan agar ia menjadi seorang guru di sekolah Belanda.

Ia juga adalah seorang pemain sepak bola yang bertalenta.

Setelah lulus dari sekolah itu pada tahun 1913, ia ditawari gelar datuk dan seorang gadis untuk menjadi tunangannya.

Namun, ia hanya menerima gelar datuk.

Gelar tersebut diterimanya dalam sebuah upacara tradisional pada tahun 1913.

Pendidikan di Belanda

Meskipun diangkat menjadi datuk, pada bulan Oktober 1913, ia meninggalkan desanya untuk belajar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah), dengan bantuan dana oleh para engku dari desanya.

Sesampainya di Belanda, Malaka mengalami kejutan budaya dan pada tahun 1915, ia menderita pleuritis.

Selama kuliah, pengetahuannya tentang revolusi mulai muncul dan meningkat setelah membaca buku de Fransche Revolutie yang ia dapatkan dari seseorang sebelum keberangkatannya ke Belanda oleh Horensma.

Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia mulai tertarik mempelajari paham Sosialisme dan Komunisme.

Sejak saat itu, ia sering membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin.

Friedrich Nietzsche juga menjadi salah satu panutannya. Saat itulah ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika.

Karena banyaknya pengetahuan yang ia dapat tentang Jerman, ia terobsesi menjadi salah satu angkatan perang Jerman.

Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman, namun ia ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing.

Setelah beberapa waktu kemudian, ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV, yakni organisasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia).

Ia lalu tertarik dengan tawaran Sneevliet yang mengajaknya bergabung dengan Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (SDOV, atau Asosiasi Demokratik Sosial Guru).

Lalu pada bulan November 1919, ia lulus dan menerima ijazahnya yang disebut hulpactie.

Mengajar

Setelah lulus dari SDOV, ia kembali ke desanya.

Ia kemudian menerima tawaran Dr. C. W. Janssen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Utara.

Ia tiba di sana pada Desember 1919 dan mulai mengajar anak-anak itu berbahasa Melayu pada Januari 1920.

Selain mengajar, Tan Malaka juga menulis beberapa propaganda subversif untuk para kuli, dikenal sebagai Deli Spoor.

Selama masa ini, ia mengamati dan memahami penderitaan serta keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatra.

Ia juga berhubungan dengan ISDV dan terkadang juga menulis untuk media massa.

Salah satu karya awalnya adalah "Tanah Orang Miskin", yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord edisi Maret 1920.

Ia juga menulis mengenai penderitaan para kuli kebun teh di Sumatra Post.

Selanjutnya, Tan Malaka menjadi calon anggota Volksraad dalam pemilihan tahun 1920 mewakili kaum kiri.

Namun ia akhirnya mengundurkan diri pada 23 Februari 1921 tanpa sebab yang jelas.

Ia lalu membuka sekolah di Semarang atas bantuan Darsono, tokoh Sarekat Islam (SI) Merah.

Sekolah itu disebut Sekolah Rakyat.

Sekolah itu memiliki kurikulum seperti sekolah di Uni Sovyet, dimana setiap pagi murid-murid menyanyikan lagu Internasionale".

Tan juga pernah bertemu dengan banyak tokoh pergerakan seperti HOS Tjokroaminoto dan H. Agus Salim.

Dalam otobiografinya, Tan menganggap bahwa SI di bawah Tjokroaminoto adalah satu-satunya partai massa terbaik yang ia ketahui.

Tapi, Tan mengkritik saat terjadi perpecahan di SI, organisasi SI tidak memiliki tujuan dan taktik sehingga terpecah.

Hidup Membujang

Hingga akhir hayatnya, Tan Malaka dikabarkan tidak penah menikah, tetapi ia mengakui pernah tiga kali jatuh cinta, yaitu ketika ia berada di Belanda, Filipina, dan Indonesia.

Di Belanda, Tan Malaka dikabarkan pernah menjalin hubungan dengan gadis Belanda bernama Fenny Struyvenberg, mahasiswi kedokteran yang kerap datang ke kosnya.

Sementara di Filipina, ia jatuh hati kepada seorang gadis bernama Carmen, puteri bekas pemberontak di Filipina dan Rektor Universitas Manila.

Sedangkan saat ia masih di Indonesia, Tan pernah jatuh cinta kepada satu-satunya siswi perempuan di sekolahnya saat itu, yakni Syarifah Nawawi.

Alasan Tan Malaka tidak menikah adalah karena perhatiannya terlalu besar untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.

1949 Tan meninggal di ujung bedil tentara republik di seputaran Kediri, Jawa Timur.

Dan sampai mati, Tan tetaplah Bapak Revolusi yang sunyi.

Data diri:

Nama: Tan Malaka

Lahir: 2 Juni 1897

Tempat Lahir: Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatra Barat, Hindia Belanda

Meninggal: Kediri, Jawa Timur, 21 Februari 1949 (umur 51)

Kebangsaan: Indonesia

Almamater: Rijks Kweekschool, Haarlem, Belanda

Pekerjaan: Guru dan Pendiri Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)

Dikenal atas: Pahlawan Nasional Indonesia

Orang tua: Rasad Caniago (ayah)

Sinah Simabur (ibu)

Bibliografi

  1. Dari Pendjara ke Pendjara
  2. Parlemen atau Soviet (1920)
  3. SI Semarang dan Onderwijs (1921)
  4. Dasar Pendidikan (1921)
  5. Tunduk Pada Kekuasaan Tapi Tidak Tunduk Pada Kebenaran (1922)
  6. Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) (1924)
  7. Semangat Muda (1925)
  8. Massa Actie (1926)
  9. Local Actie dan National Actie (1926)
  10. Pari dan Nasionalisten (1927)
  11. Pari dan PKI (1927)
  12. Pari International (1927)
  13. Manifesto Bangkok(1927)
  14. Aslia Bergabung (1943)
  15. Muslihat (1945)
  16. Rencana Ekonomi Berjuang (1945)
  17. Politik (1945)
  18. Manifesto Jakarta (1945)
  19. Thesis (1946)
  20. Pidato Purwokerto (1946)
  21. Pidato Solo (1946)
  22. Madilog (1948)
  23. Islam dalam Tinjauan Madilog (1948)
  24. Gerpolek (1948)
  25. Pidato Kediri (1948)
  26. Pandangan Hidup (1948)
  27. Kuhandel di Kaliurang (1948)
  28. Proklamasi 17-8-45 Isi dan Pelaksanaanya (1948)
  29. Dari Pendjara ke Pendjara (1970)

Sumber berita: https://manado.tribunnews.com/2019/08/16/tan-malaka-bapak-republik-indonesia-pernah-diminta-bacakan-proklamasi-oleh-soekarno-tapi-menolak?page=all
Foto:Surya
Jangan Pindahkan Kerangka Tan Malaka dari Kediri

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved