OPINI
OPINI - Memaknai Hakikat Kurban
Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Al-Qur'an & Tafsir Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Solidaritas Sosial
Perintah berkurban, selain memperkukuh akan kesalehan individu, juga menekankan akan kesalehan sosial.
Bahkan, antara keduanya harus seimbang.
Perintah berkurban dalam pemaknaannya, jelas mencerminkan pesan Islam, yakni ‘kita hanya dapat dekat dengan Tuhan, bila kita mendekati saudara-saudara kita yang serba kekurangan’.
Bahkan dalam ritus ini merupakan pengulangan perasaan dan sikap, yang berguna untuk memantapkan solidaritas sosial.
Semangat hari raya kurban, ternyata jauh memiliki urgensi makna yang bisa menjadi rujukan guna terwujudnya solidaritas sosial.
Seperti kesetiakawanan, kepekaaan hidup serta kebersamaan dalam membela kaum lemah adalah di antara persoalan-persoalan aktual yang tepat dicarikan rujukannya pada semangat hari raya kurban.
Sehingga dalam ritus ini, umat Islam dapat menunjukkan kebersamaan, memperkuat sikap dan komunitas moral.
Dengan demikian, semangat dalam memaknai ibadah kurban tidak hanya berhenti pada pemerkayaan horizon pengalaman beragama individual, tetapi juga berlanjut pada aksi sosial.
Dengan kata lain, ia berdampak pada peningkatan kualitas penghayatan individu terhadap universalitas nilai-nilai kemanusia.
Baca: Mantan Bupati Tana Toraja Adelheid Sosang Dilantik Jadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup
Nilai Takwa
Allah swt sama sekali tidak mendapatkan manfaat dari amalan manusia, melainkan amalan itu akan kembali kepada manusia sendiri.
Hewan-hewan kurban yang dipersembahkan untuk disembelih dimaksudkan agarmendidik manusiadalam menanamkan nilai-nilai ketakwaan hanya kepada-Nya.
Kalau dilihat hikmah di balik ayat perintah berkurban, maka dapat ditarik suatu pemaknaan bahwa, sebenarnya bukanlah sembelihan yang utama di nilai. Namun rahasia yang terkandung di dalamnya.
Sehingga dalam Alquran dinyatakan: “Daging (hewan kuban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu”Lihat QS. 22:37.
Dari potongan ayat di atas dapat dimaknai bahwa, yang menjadi penilaian utama dalam berkurban bukanlah daging dan banyaknya darah yang mengalir, melainkan ketakwaan itu sendiri.
Artinya, esensi yang menjadi tolak ukur penilaian utama adalah kadar ketakwaan.