Hoax Audrey Yu Kerja di NASA dan Bergaji Rp 200 Juta, Ketemu Jokowi, hingga Ditawari Kerja di BPPT
Hoax Audrey Yu kerja di NASA dan bergaji Rp 200 juta, bertemu Jokowi, hingga ditawari kerja di BPPT, begini faktanya.
Lain waktu, Audrey bikin kejutan lagi. Cita²nya ingin jadi tentara. Agar bisa jadi pejuang. Seperti pahlawan. Yg fotonya dipajang di dinding kelasnya. Heroik. Spt kisah pahlawan dari guru²nya.
Ibunya tentu marah lagi.
Waktu ibunya menikah dulu, bukan anak spt itu yg dia impikan. Begitu lama sang ibu mendambakan segera punya anak. Tidak kunjung hamil. Tiga tahun. Empat tahun. Lima tahun. Lama sekali menanti. Setelah itu barulah hamil.
Begitu besar harapan pada anak itu. Apalagi, Audrey tidak kunjung punya adik. Audrey menjadi satu²nya anaknya. Terlalu bnyk keinginan sang ibu pd masa dpn Audrey kecilnya. Sang ibu mampu utk menyiapkan apa saja. Dia insinyur kimia. Suaminya insinyur mesin. Kedudukan suaminya sangat tinggi di sebuah perusahaan raksasa. Di luar itu msh punya usaha. Bahkan bbrp. Pokoknya, dia ckp kaya. Kurang apa.
Harapan pd anaknya tentu spt umumnya harapan org tua. Apalagi anak tunggal. Yg utk menanti kehadirannya begitu lama. Anaknya hrs pandai, cantik, dan kelak bisa jadi org sukses. Terkemuka. Kaya. Lebih sukses dari org tuanya. Kemudian bisa mendapat suami yg setara.
Tp ternyata anaknya telah membuatnya repot. Malu. Marah. Teman² sang ibu menyarankan agar membawa Audrey ke dokter jiwa. Begitu bnyk yg menyarankan langkah itu. Begitu sering diucapkan. Secara nyata maupun isyarat. Kadang ia dgr sendiri saran ke dokter jiwa itu.
Ada yg mengucapkannya terang²an. Di dpn si anak. Mgkn mengira toh anak ini tidak akan paham apa yg diucapkan org dewasa. Ternyata Audrey lebih dari sekadar paham. Baru mendengar saran itu saja, Audrey sudah kian merasa disakiti hatinya. Apalagi stlh benar² dibawa ke dokter jiwa.
Dasar anak cerdas, dia tau apa yg hrs diperbuat di dokter jiwa. Jawaban apa yg hrs diberikan. Bahkan, dia bisa menilai dokternya. Berkualitas atau tidak. Krn tidak ''sembuh'', Audrey dibawa ke dokter yg lain lagi. Yg berikutnya lagi. Bahkan, Audrey pun bisa membandingkan. Mana dokter yg kurang paham dan mana yg lebih kurang paham. Ketika ada dokter jiwa yg kemudian memberinya obat, Audrey pun kian merasa betapa sulit org lain memahami dirinya. Bahkan dokter jiwa sekalipun.
Ketika kelas tiga SD, Audrey bikin kejutan lagi. Gak mau sklh. Terlalu mudah. Org tuanya mencarikan jalan keluar. Pindah sklh. Memang dia bisa menjawab pertanyaan² utk kelas enam sekalipun. Audrey akhirnya bisa mendapat percepatan. Umur 12 thn sudah kelas tiga SMA. Kesulitan muncul. Tidak ada universitas yg bisa menerima mahasiswa baru yg umurnya baru 13 thn.
Dicarilah berbagai informasi. Di dlm negeri. Di luar negeri. Ketemu. Di Amerika Serikat. Di Negara Bagian Virginia. Di Kota Williamburg. Termasuk kota pertama dlm sejarah AS yg didarati bangsa Eropa.
Audrey tentu hrs dites. Lulus. Dlm tes bhs Inggris, tidak ada masalah. Bahkan, Audrey bisa bahasa Prancis. Rusia. Di William and Marry University ini, Audrey ambil mata kuliah yg wow: fisika murni. Dia pun lulus S-1 fisika murni hanya dlm waktu dua thn. Dgn tingkat kelulusan summa cum laude pula.
Org tuanya tentu gembira. Tp sekaligus sedih. Marah. Sulit. Audrey tetap ingin masuk tentara. Jadi pejuang negara. Seperti pahlawan yg dikenalnya di foto² di dinding taman kanak-kanaknya.
Nasihat org tuanya tidak pernah dia terima. Misalnya, nasihat utk menyadari bhw dirinya itu keluarga Tionghoa. Minoritas. Blm tentu bisa diterima baik oleh lingkungan yg luas. Kok mau masuk tentara. Jadi pejuang bangsa.
Sejak kecil Audrey terus dinasihati ttg sulitnya jadi minoritas. Ttg bahayanya menjadi golongan Tionghoa. Risiko bermata sipit. Berkulit kuning. Ttg risiko² pergaulan. Kekerasan. Apalagi dia seorg wanita. Begitu protektif si ibu sampai² saat ada tukang di rumahnya, Audrey tidak boleh keluar kamar.
Begitu ketatnya aturan yg hrs dijalani seorg anak kecil bermata sipit membuat Audrey memberontak. Diam² Dia pendam dlm hati. Dia berusaha menghitamkan kulitnya. Tp tiap becermin dia mengakui matanya msh sipit. Dia bertekad tidak mau berbahasa Mandarin. Dia berhenti kursus Mandarin. Bahkan, dia bertekad tidak akan mau menikah dgn pemuda Tionghoa.
Dia tidak percaya soal perbedaan ras tidak bisa diatasi. Dia percaya pada Pancasila. Yg ajarannya mulia. Tidak membeda²kan warga negara. Dia tahu dlm kenyataan bhw pembedaan itu ada. Justru itu hrs diperjuangkan. Agar Pancasila bisa dilaksanakan.
Dia tidak mau kaya raya. Tidak mau jadi pengusaha. Dia jg msh melihat bnyk golongan Tionghoa yg tidak melaksanakan Pancasila. Di tengah bangsa yg msh begini miskinnya. Tp dia jg kecewa bhw golongan Tionghoa msh diperlakukan tidak adil & beradab oleh golongan lainnya. Dia kecewa dlm hal ini Pancasila baru di bibir saja.
Mengapa saat berumur empat thn Audrey sudah mempertanyakan arti kehidupan dan kemana perginya rasa bahagia?
Hari itu Audrey mendadak diajak ke Tulungagung. Kakeknya meninggal. Kakek yg dia sayangi. Kakek yg periang & penyayang. Sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Tulungagung, dia mendengar pembicaraan org tuanya. Terutama ttg penyebab meninggalnya. Yakni, meninggal krn sedih. Ditinggal mati istrinya. Sang istri meninggal stlh menderita lama: korban tabrak lari.
Audrey kecil sgt sayang oma & opanya. Audrey memanggilnya Ama & Akong. Pagi itu jam 4 pagi, Ama bersepeda sehat ke arah alun² Tulungagung. Sebuah mbl menabraknya. Tidak pernah diketahui siapa penabraknya.
Dari situlah Audrey terus berpikir. Mengapa org yg begitu menyenangkan hrs meninggal. Bahagia itu ternyata bisa datang & pergi. Bnyk sekali yg dia renungkan. Padahal, kalau ada org dewasa bicara, Audrey itu hanya diam. Begitulah kata ibunya. Kami-kami ini tidak tahu bhw dlm diamnya itu ternyata dia terus berpikir. Padahal, org mengira dia diam krn tidak peduli dgn pembicaraan org dewasa.
Kata Audrey, umur itu ternyata pendek. Sejak saat itu, Audrey bertekad utk mengisi umur yg pendek itu dgn sebanyak mgkn arti kehidupan. Audrey jadi anak genius. Audrey bukan tidak bisa berubah.
Dia terkejut saat ke dokter gigi. Org tuanya membawa Audrey ke dokter gigi di Singapura. Di sana dia mendapat kesan betapa org² Singapura sangat bangga akan negaranya. Padahal, dia melihat org² itu memiliki nama China. Kesimpulannya: utk bangga pd negara, utk membela negara, ternyata tidak hrs dgn cara mengubah identitas. Dgn nama tetap China, dgn kulit tetap kuning, dgn mata tetap sipit, ternyata org² itu begitu fanatik pd ke-Singapura-annya. Pd negaranya.
Audrey mulai mau bljr lg bhs Mandarin. Dgn cepat. Bahasa apa pun bisa dia kuasai dgn mudah. Bahkan, Audrey sudah menerbitkan bbrp buku pelajaran bhs Mandarin utk anak Indonesia. Audrey jg mulai ingin punya nama Tionghoa.
Dia ke pengadilan. Mengubah namanya. Menjadi: Audrey Yu Jia Hui. Dia ingin membuktikan bhw utk cinta negara tidak hrs mengubah atau menyembunyikan identitas suku atau rasnya. Spt di Singapura. Dan sebetulnya jg di Amerika.
Hanya, dia tetap msh membujang. Umurnya sudah 30 thn saat ini. Mengajar bhs Inggris utk level tertinggi di Shanghai. Sambil terus menyusun konsep penerapan Pancasila yg baik. Saya sudah dikirimi draft konsep pemasyarakatan Pancasila mnrt dia. Saya sudah membaca dan ikut merenungkannya.
Ibunya jg sudah mulai berubah. Audrey sudah bisa pulang thn dpn dgn suasana baru.
''Saya baru tahu dari bukunya kalau perasaannya kpd saya spt itu,'' kata sang ibu kpd saya. ''Saya menyesal,'' tambahnya. ''Saya sudah berubah. Saya mau berubah,'' kata sang ibu.