OPINI
OPINI - Memaknai Idulfitri
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an & Tafsir Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Sehingga bila kalimat itu benar-benar tertancap dalam jiwa, maka hilanglah segala kebergantungan kepada unsur-unsur lain kecuali hanya kepada Allah semata.
Demikian makna fithrah yang dilukiskan oleh M Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran.
Baca: Warga di Palu Galang Dukungan Pemberian Gelar Guru Tua jadi Pahlawan Nasional
Kesucian adalah gabungan dari tiga unsur yakni baik, benar, dan indah. Sehingga seseorang yang ber-Idulfitri dalam arti ‘kembali ke kesuciannya’ akan selalu berbuat baik, benar, dan indah.
Bahkan lewat kesucian jiwa itu, ia akan memandang segalanya dengan pandangan positif, ia selalu berusaha mencari sisi-sisi yang baik, benar, dan indah.
Dengan pandangan demikian, ia akan menutup mata terhadap kesalahan, kejelekan, dan keburukan orang lain, kalaupun itu terlihat, selalu dicarinya nilai-nilai positif dalam sikap negatif tersebut, dan kalaupun itu tak ditemukannya, ia akan memberi maaf bahkan berbuat baik kepada yang melakukan kesalahan.
Maaf-Memaafkan
Setelah memaknai hakikat Idulfitri akan ditemukan bahwa seorang Muslim yang bertakwa dituntut atau dianjurkan untuk saling maaf-memaafkan, sebagai bahagian dari ketakwaan kepada Allah swt.
Kemudian, berbicara mengenai maaf-memaafkan, kata maaf berasal dari bahasa Al-Qur’an yakni al-afwu yang berarti ‘menghapus’.
Karena yang memaafkan berarti menghapus bekas-bekas luka di hatinya.
Bukanlah memaafkan namanya, apabila masih ada tersisa bekas luka itu didalam hati, atau bila masih ada dendam yang membara.
Baca: Rawan Kecelakaan, Jalan Poros Karassing Bulukumba Butuh Perhatian Pemerintah
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan satu ayat pun yang menganjurkan agar meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah untuk memberi maaf.
Satu diantaranya, Allah berfirman: “..Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?..”. (QS An-Nur/24: 22.)
Kesan yang ingin disampaikan dari potongan ayat di atas adalah anjuran untuk tidak menanti permohonan maaf dari orang yang bersalah, melainkan hendaknya memberi maaf sebelum diminta.
Mereka yang enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dari Allah swt.
Oleh karena itu tidak ada alasan untuk berkata, ‘tiada maaf bagimu’ karena segalanya telah dijamin dan ditanggung oleh Allah swt.
Dengan demikian, setiap yang ber-Idulfitri harus sadar bahwa setiap orang dapat melakukan kesalahan, dan dari kesadarannya itu, ia bersedia untuk memberi dan menerima maaf.
Baca: Pasca Lebaran, Harga Cabai Rawit dan Tomat di Barru Turun