OPINI
OPINI - Meraih Ke(Ber)Untungan Melalui Kesalihan Finansial
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan mengharamkan hasil jual beli khamr, mengharamkan bangkai dan hasil jual beli bangkai,..
Oleh:
Azwar Anwar
Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Islam UIN Alauddin
Konsep keuntungan dalam prinsip ekonomi adalah nilai tambah, nilai tambah yang bernilai ekonomi dan diukur secara kuantitatif materil.
Dalam Islam keuntungan dapat dipahami lebih luas yang tidak semata-mata diukur secara materil.
Keuntungan dan keberuntungan merupakan dua hal yang bernilai tambah namun dapat dipandang sebagai dua hal yang berbeda.
Keuntungan dalam kamus bahasa Indonesia dua kata tersebut berasal dari kata untung yaitu 1. Sesuatu (keadaan) yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Mahakuasa bagi perjalanan hidup seseorang; nasib 2. Mujur; bahagia 3. laba yang diperoleh dalam berdagang dan sebagainya 4. Guna, manfaat, faedah.
Kemudian dalam bentukan kata keuntungan mengalami penyempitan makna sehingga artinya menjadi hal mendapat untung (laba).
Sedangkan ‘keberuntungan’ diartikan sebagai nasib; kemujuran, keadaan beruntung, keberhasilan.
Dengan demikian kami akan menguraikan tentang bagaimana meraih keuntungan dan keberuntungan melalui kesalihan finansial.
Kesalihan finansial dapat dipahami dari hadist dan dalil Al Quran tentang cara memperoleh harta (uang), mengelola, memanfaatkan dan menyalurkannya.
Baca: Pemkab Maros Apresiasi Mudik Gratis PT Angkasa Pura 1
Cara memperoleh harta dijelakan dalam hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3239
dan 3241), Al Hakim (II/4), Al Baihaqi (V/264 dan 265), “Janganlah menganggap rezeki kalian lambat turun, sesungguhnya tidak ada seorangpun meninggalkan dunia ini melainkan setelah sempurna rezekinya.
Carilah rezeki dengan cara yang baik (dengan) mengambil yang halal dan meninggalkan perkara yang haram.
Keharaman terhadap sesuatu tidak sebatas pada zatnya tetapi caranya seperti terbebas dari riba, gharar (spekulasi) dan maysir (judi) sebagaimana dijelaskan pada sebuah hadist dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan mengharamkan hasil jual beli khamr, mengharamkan bangkai dan hasil jual beli bangkai, dan mengharamkan babi serta mengharamkan hasil jual beli babi.” (HR Abu Dawud No.3485)
Larangan berbuat curang juga dengan tegas dan jelas diterangkan di dalam surah Muthaffifin ayat 1-3: “(1). Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (2). (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (3). dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Baca: Sekprov Sulsel Mau Bubarkan TGUPP, Gubernur: Hebat Banget!
Cara membelanjakan harta telah diatur di dalam Al Quran surah Al Furqaan ayat 67: “Dan orang-orang yang apabila membelan-jakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Perolehan, penyimpanan, penyaluran harta diatur sedemikian rupa termasuk bagaimana cara
meningkatkan kekayaan dan keberkahannya serta cara menyucikannya.
Secara konsep, menurut saya kesalihan finansial tidak sebatas pada cara memperoleh, menyimpan/mengelola dan mengeluarkan atau menyalurkannya tetapi bagaimana meningkatkan kekayaan secara benar sesuai syariah serta menyucikannya.
Cara meningkatkan harta yang hakiki salah satunya adalah dengan cara bersedekah.
Sedekah akan meningkatkan harta dan keberkahannya sebagaimana dalam sebuah hadist, “Tiadalah seseorang yang membuka pintu pemberian dengan sedekah atau menyambung tali silaturrahim, melainkan Allah akan menambah hartanya.” (HR. Baihaqi)
Di dalam Al Quran surah Al Baqarah (2): 261: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Baca: Pengelola Jalan Tol Beri Diskon 15%, Bantu Lancarkan Arus Mudik-Balik
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Harta yang meningkat harus selalu disucikan, penyucian harta dengan cara zakat dan sedekah.
Seorang peneliti dan penggagas konsep akuntansi syariah dari Yogyakarta, Mulawarman mengatakan bahwa tazkiyah yang menjadi tujuan akuntansi syariah harus diarahkan pada pemahaman Tawhid yaitu pemahaman kepada sang Pencipta, Allah SWT.
Dari titik sentral Tuhan, beranjak pada cinta manusia pada Tuhan-Alam-Manusia.
Berlanjut pada akuntabilitas, dan proses terakhir adalah pemahaman terhadap informasi, yaitu bentuk pencatatan untuk mencapai tujuan (Mulawarman 2007a; 2007b) yang bermuara pada maqashid asy-
syari’ah (tujuan syari’ah).
Konsep tazkiyah selajutnya akan menyelaraskan kecintaan terhadap harta dengan kedermawanan.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, maka kita dapat simpulkan bahwa untuk memperoleh keuntungan dan keberuntungan maka yang perlu dilakukan adalah mempelajari, memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai kesalihan finansial dalam setiap aktivitas perekonomian kita yaitu bagaimana memperoleh, menyimpan, memanfaatkan, menyalurkan, menyucikan harta sesuai syariat Islam.
Wallahu ‘alam bishshawab.
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Jumat (24/05/2019)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/azwar-anwar.jpg)