OPINI
OPINI - Pendidikan Karakter Sejak Dini
Padahal nilai tinggi bukanlah jaminan untuk mendapatkan hidup sukses yang mereka dambakan.
Oleh:
Wawan
Pengajar SMP Islam Athirah 1 Makassar
Semakin maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia yang terus meningkat tiap tahunnya, menunjukkan betapa kurangnya moralitas yang dimiliki oleh beberapa individu para pemimpin kita.
Seperti halnya baru-baru ini, seorang menteri dibekuk karena terlibat kasus penyalahgunaan jabatan yang semakin menambah daftar panjang kriminalitas yang terjadi di antara kalangan atas masyarakat negeri ini.
Seakan semuanya hanya hal lumrah yang membuat masyarakat tidak merasa asing lagi.
Kejadian tersebut juga semakin mengurangi tingkat realibilatas dan kepercayaan masyarakat terhadap para individu yang mengaku sebagai perwakilan yang mengatasnamakan rakyat.
Jika kita menelaah lebih jauh, sebenarnya penyebab dari segala tindak kriminal ini sangatlah sederhana.
Sejak dini, generasi muda kita memang tidak pernah diajarkan apa yang paling mereka butuhkan sebagai persiapan bertahan hidup sebagai orang dewasa.
Baca: Bupati Gowa Resmikan Pasar Tamaona Beranggaran Rp 5.6 Milyar
Apa yang ditanamkan kedalam kepala mereka hanyalah bagaimana untuk mendapatkan nilai dan hasil terbaik.
Padahal nilai tinggi bukanlah jaminan untuk mendapatkan hidup sukses yang mereka dambakan.
Yang tidak diajarkan kepada mereka adalah bagaimana menjalani proses yang panjang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Tidak heran, mereka berpikir secara instan dan menghalalkan segala cara dalam mendapatkan mereka yang inginkan, juga selalu berkompetisi dan menjatuhkan satu sama lain untuk menjadi yang teratas.
Bagaimana tidak, setiap institusi pendidikan di zaman sekarang terlalu memaksa dan menumpuk berbagai macam pelajaran dan ilmu yang hanya bersifat textual tanpa benar-benar mengajarkan cara beradab di dalam menjalani kehidupan mereka.
Padahal apa yang sejatinya mereka butuhkan adalah pendidikan karakter untuk mengajarkan para generasi muda kita cara bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Akan menjadi percuma bila seseorang memiliki ilmu yang tinggi tanpa ditemani dengan adab yang bisa saja ilmunya digunakan untuk mengakali dan membodohi orang lain.
Baca: Sambut Pemilu 2019, Polres Enrekang Kerja Bakti Bersama Warga Kelurahan Lewaja
Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah harusnya menjadi tempat untuk mendapatkan
pendidikan bukan hanya ilmu tentang pelajaran.
Namun kurangnya kesadaran pemerintah akan hal ini terkadang membuat masalah ini menjadi terabaikan.
Mari kita menengok ke negeri sakura, Jepang.
Sekolah di negeri ini tidak mengajarkan pelajaran umum kepada anak-anak di kelas satu sampai kelas 3, melainkan hanya mengajarkan bagaimana bersikap dan sopan santun serta dihilangkannya sistem perankingan dalam kelas.
Masyarakat mereka sadar bahwa masa emas anak-anak berada di umur tersebut, sehingga mereka menanamkan pondasi di dalam diri mereka untuk menjadi pribadi yang tangguh dan mampu menghargai orang lain.
Berpindah ke Negara Skandinavia, Finlandia yang termasuk salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Di negara ini, anak-anak diajarkan sesuai bakat dan minat mereka sehingga mereka dapat belajar dengan ikhlas dan tidak merasa terbebani.
Baca: Kembangkan Minat Siswa, Disdik Bentuk Kampung Inggris Rammang-rammang
Baca: Gubernur Sulsel Minta Bupati Sinjai Permudah Investor Masuk ke Sinjai
Juga tidak ada sistem yang memberatkan para siswanya mengerjakan hal yang mereka tidak inginkan.
Mereka mengerti bahwa menumpuk semua pelajaran di kepala anak-anak justru akan membuat mereka depresi.
Bagaimana dengan negara kita? Tentunya kita tidak kekurangan para pengajar yang berkualitas namun justru ‘mungkin’, pengajar yang ikhlas.
Para pengajar kita hanya terpaku dengan sistem yang itu-itu saja tanpa pernah memikirkan apa yang sebenarnya anak-anak kita butuhkan.
Faktor lain juga yang menjadi penyebab kurangnya moralitas masyrakat kita adalah tidak lain karena lingkungan dimana kita berinteraksi.
Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat, sehingga tidak heran ketika mereka berteman dengan seseorang yang memiliki permasalahan sikap maka mereka juga akan ikut menjadi bermasalah.
Ditambah dengan beberapa kasus orangtua yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga tidak bertanggungjawab dalam mendidik anak-anak mereka dalam mengajarkan bagaimana bersosialisasi di dalam masyarakat.
Beberapa diantara mereka bahkan menjadi introvert dan tidak pernah berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Baca: Pelanggaran Pemilu Kades Jojjolo Dinilai Tak Cukup Bukti, Kantor Bawaslu Bulukumba Didemo
Budaya dan teknologi juga menjadi faktor penyebab masalah terbesar dalam perubahan sikap tiap individu.
Budaya kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan norma sosial masyarakat kita mulai menjajah dan mengikis budaya kita sedikit demi sedikit.
Misalnya saja, gaya hidup hedonis yang sering digembor-gemborkan di sosial media menjadi salah satu gaya hidup yang ditiru oleh masyarakat kita sehingga menjadi penyebab berbagai tindak kriminal yang terjadi di mana-mana.
Untuk itulah, bagaimana pentingnya kita untuk selalu sadar bahwa anak adalah investasi paling besar dalam hidup kita.
Kita perlu meluangkan waktu untuk mendidik dan mengajarkan mereka untuk memilliki pribadi yang berakhlakul karimah.
Apalah gunanya kita terlalu sibuk bekerja jika ternyata keluarga kita tersesat di dalam kehidupan yang tidak baik dan menjadi bibit generasi pelaku tindak kriminal.
Sesungguhnya semua ini bisa dimulai di dalam keluarga.
Karena keluargalah asal dari semua pemikiran dan tingkah laku anak-anak akan terbentuk. (*)
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Jumat (05/04/2019)