Banyak Jenderal & Kolonel Nganggur Kerjanya Upacara Tiap Hari, Komentar Salim Said & Jubir TNI
150 perwira alias jenderal dan ratusan kolonel tak punya jabatan padahal setiap hari wajib kantor dan hanya upacara
Menurutnya kondisi ini tak bisa menjadi alasan pembenar agar militer berbondong-bondong keluar barak dan kembali bekerja di ranah sipil.
"Ada jabatan yang terbatas, itu kami pahami, tapi tidak perlu revisi undang-undang untuk memperbolehkan TNI duduk di jabatan sipil," ujar Arwani, Rabu (6/2/2018), dilansir BBC Indonesia.
"Langkah seperti itu akan jadi perdebatan di masyarakat dan TNIakan mundur ke belakang."
Hingga akhir 2018, setidaknya 150 perwira berbintang dan 500 kolonel tanpa jabatan.
Baca: Syekh Abdul Somad (SAS) Dapat Hikmah & Pesan Spiritual dari Habib Luthfi, Mbah Moen & Gus Solah
Baca: Air Azzikra Milik Ustad Arifin Ilham Ada di Mobil Dinas Presiden Jokowi, Ternyata Ini 11 Manfaatnya
Baca: Banyak Jenderal & Kolonel Nganggur Kerjanya Upacara Tiap Hari, Komentar Salim Said & Jubir TNI
Baca: Hotman Paris Minta Polisi Periksa Dua Orang ini, Saksi Kunci Kematian Aldama Taruna ATKP Makassar
Baca: Harga & Spesifikasi Samsung Galaxy M20, Ponsel Berponi Rp 2 Jutaan, Hadir di Indonesia 14 Februari
Perwira itu tersebar di matra darat, laut, dan udara.
Padahal merujuk UU 32/2004 tentang TNI, selain bekerja di internal militer, hanya terdapat 10 lembaga sipil yang dapat menyediakan jabatan bagi para perwira tersebut.
Pakar militer, Salim Said, menganggap jumlah perwira dan jabatan yang tidak seimbang disebabkan kekacauan manajemen organisasi TNI.
Ia mengatakan persoalan ini tidak pernah tuntas sejak Orde Baru.
"Terlalu banyak perwira yang belum pensiun, tapi tidak ada jabatan."
"Harusnya ada perencanaan, kita sebenarnya perlu berapa jenderal, laksamana, dan marsekal," kata Salim.
Menurut Salim, nuansa dwifungsi akan begitu kentara jika permasalahan kelebihan personel TNI diselesaikan dengan menebar perwira ke lembaga sipil.
Salim khawatir banyak pejabat sipil akan kehilangan masa depan karena kedudukan tertentu dikhususkan bagi tentara.
"Dulu Soeharto menabrak kesempatan tokoh sipil, terutama jabatan duta besar. Banyak orang Kementerian Luar Negeri mengeluh karena posisi mereka diambil para perwira militer," kata Salim.
Tanggapan Juru Bicara TNI
Juru bicara TNI, Brigjen Sisriadi, menyangkal keterlibatan mereka di lembaga sipil dapat mengulang rekam jejak dwifungsi ABRIyang dianggap militeristik oleh pegiat demokrasi.