Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pak Presiden! Ini Curhat Keluarga Korban Perkosaan di Makassar: Cek Kesehatan Tidak Ditanggung BPJS

Pengacara PerDIK Fauziah Erwin seharusnya negara membantu dan menjamin semua kebutuhan korban perkosaan dalam proses hukumnya.

Penulis: Jumadi Mappanganro | Editor: Jumadi Mappanganro
handover
Fauziah Erwin SH MH 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Seorang perempuan berusia 17 tahun telah menjadi korban perkosaan di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Ibarat sudah jatuh, dihantam batu lagi.

Saat cek medis di rumah sakit di Makassar, wanita yang juga tuli ini tetap dikenakan biaya yang tak sedikit bagi keluarga korban.

Pihak rumah sakit beralasan, BPJS tidak menanggung klaim pembayaran pasien korban perkosaan.

Padahal ibu korban sudah menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) anaknya kepada pihak rumah sakit.

Saat itu korban bermaksud memeriksakan fungsi pendengaran dan kondisi kandungannya karena hamil akibat diperkosa pamannya sendiri.

Baca: Amankan 4 Kg Sabu di Maros, Kepala BNN Sulsel: Mungkin Warisan Malam Tahun Baru

Korban dirujuk ke Rumah Sakit Mitra Husada oleh Puskesmas Kassikassi berdasarkan rujukan layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Makassar.

Itulah yang dikeluhkan ibu dari seorang korban pemerkosaan di Makassar melalui rilisnya kepada tribun-timur.com, Jumat (11/1/2019) malam.

"Anak saya sudah jadi korban perkosaan dan kami orang miskin, masih juga dibebani biaya pemeriksaan kesehatan," keluhnya.

Ibu korban meminta namanya tak dimediakan dengan alasan masih trauma karena dipojokkan adanya stigma negatif dari lingkungan sekitar rumahnya.

Siti Fauziah, mewakili manajemen RS Mitra Husada Makassar, menyampaikan bahwa pihak rumah sakit tetap akan mengenakan biaya pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasien rujukan yang merupakan korban perkosaan maupun korban tindak kriminal lainnya.

Baca: Dosen Unhas Jadi Konsul Kehormatan Prancis, Bukan Sosok Sembarang, Begini Keahliannya

Alasannya BPJS tidak akan menanggung klaim pembayaran pasien dengan kategori tersebut.

Siti Fauziah menjelaskan bahwa meskipun keluarga korban mengantongi kartu KIS/BPJS, namun jika merujuk ke Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tertanggal 18 September 2018 tentang Jaminan Kesehatan, maka pihaknya tetap akan membebankan biaya terhadap pasien.

Pasal 52 Perpres ini menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan perundang undangan merupakan jenis manfaat yang tidak dijamin oleh BPJS.

Mengutip rilis yang diterima tribun-timur.com, kuasa hukum dan pendamping korban dari PerDIK, Fauziah Erwin, menyesalkan aturan dan miskoordinasi yang sangat membebani dan menyulitkan keluarga dan korban asusila.

Baca: Dibesarkan Ayah, Baca Kisah Menyayat Hati Vanessa Angel Sejak Usia 9 Tahun

PerDIK adalah singkatan dari Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan Sulawesi Selatan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved