Dua Ilmuwan Diaspora Bawakan Kuliah Umum di Unhas
Kuliah umum yang dihadiri puluhan dosen dan mahasiswa tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Dr Muhammad Restu.
Penulis: Munawwarah Ahmad | Editor: Mahyuddin
Ilmuwan diaspora yang menetap di AS itu juga membahas tentang kaitan internasionalisasi perguruan tinggi dengan pengaru utamanya gender.
Istilah gender, katanya, adalah konstruksi sosial yang berkaitan dengan peran dan pekerjaan lelaki atau perempuan di masyarakat. Karenanya konstruksi sosial itu sangat dinamis dan berubah.
Sementara Prof Sulfikar Amir dalam paparan awalnya mengatakan, 10 tahun lalu Nanyang Technology University (NTU) tak banyak yang mengenalnya.
Namun kini, menurut rilis sebuah lembaga rangking perguruan tinggi internasional dua pekan lalu, NTU menduduki posisi ke-11.
Pencapaian itu, kata Prof Sulfikar, tidak terlepas dari besarnya anggaran yang digelontorkan NTU dalam belanja institusinya setahun sebesar Rp 18 triliun.
Baca: Atasi Masalah Nyamuk, Mahasiswa KKN Unhas Gelombang 99 Ajak Warga Tanam Bunga Lavender
“Faktor utama memang uang, tapi ada faktor lain, seperti budaya kerja, etos kerja, transparansi, dan sebagainya yang tidak bisa dibeli dengan uang. Dan, Singapura membangun itu selama 50 tahun,”kata dosen NTU tersebut.
Dalam persentasinya, Prof Sulfikar Amir membahas tentang teknologi dan industri 4.0.
Sosiolog jebolan Amerika Serikat tersebut menjelaskan bahwa kehidupan manusia sekarang sudah sangat bergantung pada teknologi.
Sehingga, untuk memahami dinamika masyarakat modern harus mengaitkannya dengan keberadaan kemajuan teknologi.(*)