Sekjen BPP KKSS: Almarhum Mustari Pide Contoh Ideal Perantau Bugis
Mantan legislator DPR RI kelahiran Soppeng ini juga menyebutkan almarhum merupakan contoh ideal perantau Bugis
Penulis: Sudirman | Editor: Mahyuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, SOPPENG – Paguyuban perantau Bugis-Makassar-Mandar, Toraja dan Luwu yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) menyampikan duka mendalam atas meninggalnya Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) KKSS Sumatera Barat Prof DR Haji Andi Mustari Pide SH (72 tahun) di Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (13/8/2018) dini hari.
Ungkapan belasungkawa ini dikemukakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) BPP KKSS Dr Andi Djamarro Dulung, kepada Tribun, Senin (13/8) sore.
“Kabar dukanya sudah beredar di group WhatsApp KKSS sejak tadi subuh,” ujar Djamarro.
Mantan legislator DPR RI kelahiran Soppeng ini, juga menyebutkan almarhum Andi Mustari Pide merupakan contoh ideal perantau Bugis yang sukses di Tanah Rantau.
“Almarhum merantau tahun 1950-an ke Minangkabau, beliau adalah akuntan dan sarjana hukum lalu menikah dengan Putri Minangkabau, membangun usaha, mendirikan universitas swasta pertama di Padang, membangun relasi sosial dan jaga martabat orang Bugis dan dinisbahkan jadi tokoh pemangku adat Minang, tapi tidak pernah lupa dengan leluhurnya di kampung halaman,” ujar Djamarro.
Baca: Jenazah Tokoh Bugis di Minangkabau Prof Dr Andi Mustari Pide Dimakamkan di Soppeng
Djamarro mengenang, dirinya terakhir bertemu almarhum di acara Musyawarah Besar (Mubes) BPP KKSS di Makassar tahun 2016 lalu.
Ketua Ikatan Keluarga Alumnus Universitas Negeri Makassar (UNM)/IKIP ini juga menyebut sosok almarhum adalah pejuang pendidikan, budaya yang tetap memelihara nilai kejuangan perantau Bugis-Makassar.
Disebut sebagai sosok ideal perantau Bugis, sebab almarhum merantau dengan modal keterampilan intelektual, seorang akuntan publik, lalu mendirikan sekolah akuntan, lalu jadi universitas, membangun usaha, dan menjaga relasi sosial, budaya dan politik di Tanah Minang, salah satu pusat peradaban Nusantara.
“Banyak cerita dan kiprah beliau yang terekam oleh KKSS. Beliau nyaris tak pernah absen di acara Mubes KKSS, acara tahunan 18 kali PSBM (Pertemuan Saudagar Bugis Makassar), meski sukses di tanah rantau, tapi beliau juga membangun monumen Bola Sao Mario, tiang 100 di Batu-batu, ini yang akan dikenang oleh generasi perantau,” ujarnya.
Menurutnya, almarhum sosok pejuang multi talenta yang senantiasa menularkan nilai-nilai hidup kepada orang yang dikenalnya.
“Karakter perantau Bugis yang memegang teguh eppa sulapa, atau empat dimensi karakter pribadi sukses; Macca (intelektual), warani (berani), getteng (teguh pendirian), dan lempu (jujur), menjadikannya disegani dan dihormati di Tanah Rantau dan kampung halaman,” ujar politisi PKB yang kembali bertarung di Dapil Sulsel II di Pemilu Legislatif 2019.
Baca: Kenangan Supriansa Terhadap Prof Andi Mustari Pide, Pernah Dibantu Uang Rp 300 Ribu
Tokoh dan pedagang asal Bugis di Minangkabau, Sumatera Barat, Prof DR. H. Andi Mustari Pide. SH (72 tahun) dikabarkan meninggal dunia, Senin (13/8/2018) dini hari pukul 01.00 Wita di Kota Padang, Sumatera Barat.
Hingga siang tadi, Jenazah almarhum kini dalam perjalanan dari Padang ke Makassar.
Almarhum akan dimakamkan di kampung halaman leluhurnya Kampung Laringgi, Desa Manorang, Batu-Batu,
Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, sekitar 120 km sebelah tenggara Makassar.
Lokasi pemakaman tak jauh dari Rumah Adat Tiang 100 (bola siratuE), rumah adat raksasa yang almarhum dirikan akhir dekade 1990-an silam.
Mustari adalah bangsawan asal Batu-Batu, barat Kota WatangSoppeng.
Sudah empat dekade almarhum menjabat Ketua Dewan Penasihat Keluarga Besar Sulapa Eppae-Sao Mario, Soppeng.
Almarhum adalah pendiri sekaligus Rektor Universitas Eka Sakti Padang (UNES) Sumatera Barat.
Sejak dekade 1980-an, beliau menjabat Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Sumatera Barat.
Di Minang, pendiri universitas swasta tertua di Padang itu diberi gelar Datok Rajo Nan Sati dari tetua dan dewan adat Minangkabau.
Hj Sitti Runiang, istri almarhum adalah keturunan bangsawan Minangkabau.
Sejak dekade 1990-an, almarhum juga tercatat sebagau Ketua Forum Pembaruan Kebangsaan Seluruh Etnis Nusantara di Sumatra Barat ini.
Saat pengukuhan Dewan Adat Keluarga Besar Sulapa Eppae di Hotel Pesonna, Jalan Andi Mappanyukki, Makassar, Minggu (5/3/2017) tahun lalu, Ketua Umum Dewan Adat Sulapa Eppae Andi Mappewakkang Abdullah, secara terbuka menyebut pendiri sekaligus Rektor Universitas Ekasakti Padang, Sumatera Barat Prof H Andi Mustari Pide, sebagai teladan perantau.
Kala itu, almarhum Mustari Pide menyebut, meski dirinya telah lama meninggalkan kampung halamannya dan mempersunting wanita Minang, ia mengaku tetap mempertahankan darah Bugis yang mengalir dalamdarahnya.
“Saya tegaskan, meski saya dicuci tujuh air sungai berbeda, saya tetap mempertahankan darah Bugis yang mengalir di dalam tubuh saya. Kalau saya ketemu orang Bugis disana dan mereka mau bersekolah (kuliah) saya gratiskan,” kata Mustari saat memberi sambutan.
Baca: Andi Jamarro Dulung Blak-blakan Terkait Pemberhentian Dirinya, Begini Pengakuannya
Pembentukan dewan adat ini, tidak luput dari pengalamannya selama di Padang dan menjadi Ketua Forum Kebangsaan Sumatera Barat yang membawahi berbagai etnis.
“Selama saya menjadi ketua forum kebangsaan, disitu saya perhatikan bagaimana mereka mempertahankan adat budayanya. Meski tinggal di Sumatera Barat, warga Tionghoa disana tetap menjaga adat istiadatnya,” tuturnya.
“Sementara kita bandingkan di kampung kita, kantor gubernur saja rumahnya orang Belanda (arsitek Belanda). Dimana identitas kita sebagai orang Bugis,” lanjutnya.
Salah satu bukti konkret kepedulian Mustari mempertahankan adat istidat orang Bugis Sengkang – Soppeng, adalah dengan mendirikan rumah adat Sao Mario di Batu-batu, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng.
Rumah adat ini juga dijadikan tempat pelaksanaan muktamar pertama Dewan Adat Keluarga Besar Sulapa Eppae yang dihadiri ribuan orang Bugis dari berbagai penjuru Tanah Air pada 6-9 Juni 2016 lalu.
Menurutnya, dewan adat Sulapa Eppae, mampu menjadi wadah untuk membentengi eksistensi adat budaya orang Bugis yang kini mulai tergerus zaman.
“Pertama ini sebagai wadah untuk bersilaturahmi sesama orang Bugis. Kedua dengan kehadiran dewan adat ini, diharapkan mampu menjaga adat istiadat yang menjadi identitas kita,” tandas Mustafa kala itu.(*)