OPINI
Opini Zulkifli Mochtar: Merawat Fasilitas Umum Kita
Betapa banyak fasilitas trotoar kita, taman kota, halte dan pasar terlihat kotor tidak terurus. Benarkah masyarakat kita tidak tahu merawat?
Oleh: Muh. Zulkifli Mochtar
Pemerhati kota dan transportasi asal Makassar, tinggal di Tokyo
SALAH satu ciri kota maju adalah memiliki kemampuan mambangun fasilitas umum yang layak bagi warga, dibarengi kesadaran warga yang tinggi untuk penggunaan dan pemeliharaannya.
Singapura misalnya, membangun banyak infrastruktur kelas dunia untuk warganya. Amsterdam membangun koridor nyaman teduh untuk cyclists.
Wina membangun banyak fasilitas museum dan opera. Kopenhagen membangun fasilitas health care yang paling efisien untuk warga.
Juga Tokyo yang gencar memperlengkap fasilitas transportasi dan aksesibilitas menjelang Olimpiade Musim Panas 2020.
Jakarta menjelang Asian Games Agustus 2018 juga membangun banyak sarana olahraga, jalan, halte dan jembatan penyeberangan.
Kota-kota kita yang lain juga terus membangun berbagai fasilitas umum untuk memudahkan kegiatan masyarakat. Membangun fasilitas adalah kata kunci sebuah kota.
Kata kunci yang tidak kalah penting adalah merawat. Setelah membangun, diperlukan integritas kuat dari pembangun dan pengguna mempertahankan fasilitas dengan disiplin dan kebiasaan.
Baca juga: Siswa SMAN 4 Pangkep Lapor Kepseknya ke Polisi, Gara-gara Ini
Baca juga: BREAKINGNEWS: Zinedine Zidane Mengundurkan Diri Sebagai Pelatih Real Madrid
Manajemen pemeliharaan wajib dijalankan untuk mengimplementasi fungsi perawatan dan pemanfaatan atas fasilitas umum.
Membiarkan fasilitas rusak, kotor dan terbengkalai, adalah bentuk kegagalan mewujudkan tujuan dari pembangunan.
Sayangnya, betapa banyak fasilitas trotoar kita, taman kota, halte dan pasar terlihat kotor tidak terurus. Benarkah masyarakat kita tidak tahu merawat?
Sulit untuk mengatakan tidak. Mengapa? Karena tradisi merawat terkesan belum sehebat semangat kita membangun.
Satu contoh saja, Dinas Bina Marga DKI Jakarta mengatakan 45 persen halte bus di Jakarta dalam kondisi rusak.
Berarti ada sekitar 580 halte butuh perbaikan segera akibat atap halte hilang, railing terputus ataupun tiang halte keropos.
Menurut Dinas Perhubungan, 30 persen jembatan penyeberangan orang rusak, dari total 324 jembatan yang ada di Jakarta.
Masyarakat kita juga terbiasa mengalihfungsikan trotoar dan fasilitas umum menjadi area bersosial, ekonomi dan bisnis perdagangan.
Halte dan trotoar yang hakikatnya fungsi transportasi, beralih menjadi tempat dagang makanan pada malam hari, tempat parkir motor siang hari dan tempat tidur gratis pada malam hari.
Kita sudah biasa mendengar bagaimana apiknya jalur sepeda dan pejalan kaki di Amsterdam, toilet umum bersih harum di Singapura, trotoar pejalan kaki teduh menawan di Wina ataupun tidak terlihatnya bangku kotor, rusak atau sobek di seluruh stasiun Tokyo.
Sebenarnya, apa yang dilakukan kota Singapura atau Amsterdam, juga sudah dilakukan oleh pelaksana kota Jakarta.
Sayangnya, manajemen perawatan kota kita belum sebaik dan sedisiplin mereka.
Konsentrasi masalah juga mengarah ke lemahnya pengontrolan. Pemerintah kota pasti paham bahwa trotoar misalnya, adalah area steril pendukung mobilitas transportasi. Semua kegiatan didalamnya tidak boleh mengganggu sirkulasi dan mobilitas.
Kegiatan yang menguntungkan sekelompok orang saja harus ditertibkan dan tidak diberi izin beraktifitas.
Di Tokyo atau Singapura misalnya, hampir tidak ditemukan kendaraan parkir trotoar. Trotoar dibangun sedemikan rupa agar pejalan kaki dapat berjalan nyaman.
Desain juga sangat lebar dan berpagar kecil partisi jalan raya, yang dipakai untuk memarkir sepeda warga.
Ini mengisyaratkan tiga hal. Pertama, penerapan sistem pengaturan peruntukan fasilitas yang terencana.
Tokyo mengatur apik sistem peruntukan setiap fasilitas dengan memperhitungkan estimasi parkir, pola jalan dan aktiifitas pada area publik tersebut.
kedua, kedisiplinan tinggi dan good habit pengguna untuk perawatan. Ketiga, pola perawatan dan pengontrolan fasilitas secara disiplin terencana.
Keempat, konsistensi penegakan hukum jika ditemukan pelanggaran. Untuk menuju kota maju, minat membangun fasilitas umum harus dibarengi kemampuan merawat.
Pola pikir kita untuk keduanya harus distandarisasi sama. Angkutan umum misalnya, juga termasuk kategori fasilitas umum.
Kita tidak kaget jika mendengar kereta di Jepang punya standar sistem perawatan yang dilaksanakan regular setiap jam.
Kereta dan rel kereta api akan dicek kondisinya, sedikit saja rusak akan segera diperbaiki.
Semua petugas maintenance termasuk cleaning service akan mendapatkan sertifikasi khusus. Jangan heran jika kereta di Jepang selalu kondisi bersih terawat.
Bus dan kereta api kita harusnya juga bisa seperti itu. Meski tua, harus tetap bersih dan elok mengkilap.
Harus diingat, fasilitas umum inilah deskripsi wajah dan karakter kota kita secara keseluruhan. (*)
Catatan: Tulisan di atas telah dipublikasikan di halaman Opini Tribun Timur edisi cetak Kamis, 31 Mei 2018