Gubernur Sulsel Harap 210 Pengungsi Rohingya Tetap Tenang dan Jangan Picu Keributan
Seperti sikap dan response kita sejak 7 tahun terakhir, kita berempati, menerima dan menampung para pengungsi Rohingya di Sulsel, sikap itu tak beruba
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Ardy Muchlis
Warga Rogingya uni berbeda, sebab hingga Kini mereka tak punya status kewarganegaraan yang jelas. Mereka, Oleh PBB diidentifikasi dengan status administrasi keimigrasian mereka; "stateless", berpidah-pindah karena tak Ada negara yang mau menampung mereka secara resmi.
Pemerintah Indoensia melalui kemenkum Ham dan dirjen imigrasi melarang mereka bekerja, menikah dan bepergian keluarga provinsi selama berstatus "refugees", pengungsi.
Selama berstatus pengungsi international dan pencari suaka politik, biaya makan dan tempat tinggal mereka di Makassar ditanggung oleh International Organization for Migration (IOM).

Rinciannya, orang dewasa memperoleh Rp 1,25 juta per bulan dan anak-anak Rp 500 ribu per bulan.
Kendati memperoleh uang saku, para pengungsi Rohingya kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya, khususnya dalam hal akomodasi. IOM hanya menanggung biaya pendidikan pengungsi Rohingya di sekolah negeri.
di Makasar, mereka ditampung di Daya, Biringkanaya, di Jl Dg Tata, Mallengkeri, Tamalate, Jl Kumala, dan Jl Harimau. Biaya akomodasi dan kehidupan mereka ditanggung PBB.