Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Butuh Air Bersih dan Kebanjiran, Begini Jeritan Warga Kampung Bugis Bali di Pengungsian

Jubaidah adalah satu di antara puluhan warga Kampung Bugis yang menjadi korban penggusuran pada Februari 2017 lalu.

Penulis: Mahyuddin | Editor: Mahyuddin
SALDY
Wali Kota Makassar Danny Pomanto disambut haru warga Kampung Bugis di Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, beberapa waktu lalu. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sabtu siang itu, Jubaidah duduk di depan tenda berukuran 3x4 meter di tempat pengungsian warga Kampung Bugis, Serangan, Denpasar, Bali pasca digusur.

Sudah enam bulan ia dan keluarga tinggal di tenda ini.

Setiap hari harus desak-desakan tidur di tenda yang diisi enam orang.

Kini Jubaidah hanya pasrah, ia tak tahu lagi ke mana harus mengadu.

"Saya satu tenda enam orang. Terpaksa desak-desakan kalau tidur di kasur," kata Jubaidah ditemui Sabtu (20/8/2017)..

Semua warga Kampung Bugis itu mengaku tidak tahu ke mana lagi bakal tinggal apabila suatu saat tenda tersebut bakal ditarik, dan lahan tersebut tidak lagi bisa ditempati.

Baca: MasyaAllah, Inilah Al-Quran dari Kulit Unta Abad 17 di Kampung Bugis Bali

Sebab, mereka mengaku rata-rata tinggal di Kampung Bugis sejak baru lahir.

Mereka berharap ada pihak yang memberikan solusi, baik pemerintah maupun instansi lain, agar warga Kampung Bugis yang menjadi korban penggusuran bisa mendapatkan tempat yang pasti.

Selama enam bulan tinggal di tenda banyak duka yang dialaminya.

"Kalau siang itu panas banget di dalam," ucap ibu tiga anak itu.

Jubaidah adalah satu di antara puluhan warga Kampung Bugis yang menjadi korban penggusuran pada Februari 2017 lalu.

Tercatat sebanyak 26 KK dari 50 KK yang digusur masih menampati tenda di atas lahan pinjaman dari Haji Mahmuludin, salah satu warga Kampung Bugis, Serangan.

Baca: Andi Jamaro Dulung Nilai Penggusuran Kampung Bugis di Bali Usik Keutuhan NKRI

Hingga saat ini, terhitung sudah enam bulan warga Kampung Bugis tiap hari menjalankan aktivitasnya di tempat pengungsian.

Mereka tak tahu ke mana lagi akan tinggal apabila tidak diberikan pinjaman tempat dan pinjaman tenda.

Kepala Lingkungan Kampung Bugis Serangan, Muhadi mengatakan, selain kerap kepanasan, dan terkena banjir saat musim hujan, puluhan warga Kampung Bugis yang mengungsi kerap kesulitan air bersih.

Pada awal-awal penggusuran dulu, air bersih selalu mereka dapatkan dari kiriman petugas Palang Merah Indonesia (PMI).

Namun, sejak dua bulan terakhir warga di sana enggan lagi selalu meminta, dan terpaksa memperoleh air bersih dengan cara membeli air isi ulang.

"Sejak dua bulan terakhir ini, kami kok rasanya tidak enak selalu menelepon. Makanya kami beli air isi ulang untuk minum dan masak. Kalau mandi kami pakai air sumur," kata Muhadi yang juga ikut menjadi korban penggusuran itu.

Baca: Bahas Kampung Bugis, Danny Pomanto Temui Ketua KKSS Bali

Selain kesulitan air bersih, dan kerap kepanasan, warga yang tinggal di tempat pengungsian itu juga kerap kebanjiran saat musim hujan tiba.

Saat banjir datang, mereka terpaksa memindahkan dan menyelamatkan barang-barang mereka agar tidak basah.

Ini karena tenda ini lokasniya di tanah yang datar, sehingga meskipun hujan dengan intensitas sedang, air juga bisa masuk ke tenda.

"Kalau banjirnya sudah surut, dan sudah ada matahari, baru kami jemur itu seperti kasur, dan sebagainya. Intinya kami kalau hujan kena banjir, kalau panas, kepanasan di sini," tutur pria paro baya itu.

Para pengungsi itu tinggal tak jauh dari lokasi bekas rumah mereka yang digusur, atau tepatnya 10 meter ke barat dari lokasi penggusuran.

Pantauan Tribun Bali, ada sedikitnya 26 tenda bertuliskan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang dipinjamkan untuk para pengungsi di Kampung Bugis.

Masing-masing kepala keluarga diberikan satu buah tenda.

Baca: Danny Pomanto Disambut Tangisan di Kampung Bugis Bali

Selama ini, para pengungsi itu pun harus berdesakan di dalam tenda. Sebab, tenda yang dipinjamkan itu berukuran 3x4 meter dan ditempati rata-rata oleh 4-6 orag.

"Harapan kami tidak banyak. Cuma itu saja. Mohonlah kami diberikan tempat yang pasti untuk kami bisa tinggal. Kami tidak akan lagi mempersoalkan yang kemarin, karena memang sudah begitu keadaannya. Tapi mohonlah kami diberikan solusi," kata Kaling Kampung Bugis, Muhadi.

Berat Tinggalkan Kampung Sendiri

Warga yang tinggal di tempat penampungan sementara ini lahir dan besar di Serangan, karena itu saat ada tawaran transmigrasi, mereka keberatan meninggalkan kampung halaman sendiri.

Lurah Serangan I Wayan Karma mengaku tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk warga Kampung Bugis yang masih tinggal di pengungsian.

Karma mengaku mereka sudah sempat ditawarkan untuk transmigrasi, namun tidak bersedia.

"Kami sudah tawarkan untuk transmigrasi, tapi tidak mau, ya mau bagaimana lagi," kata Karma.(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved