Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilpres Perancis: Antara Kiri Tengah dan Ekstrim Kanan (2-selesai)

Tokoh Islam senior Dalil Baubakeur, Imam Besar Masjid Raya Paris mengimbau agar umat Islam yang sekitar 5 juta secara massif memiliH Macron

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Opini Sawedi Muhammad di Tribun Timur cetak edisi Sabtu, 6 Mei 2017, halaman 15 

Sawedi Muhammad
Dosen Sosiologi, Fisip Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dalam laporannya, The Guardian menegaskan, “Perdagangan adalah hal yang baik, tetapi sistemnya harus adil dan berkelanjutan.

Baca: Pilpres Perancis: Antara Kiri Tengah dan Ekstrim Kanan (1)

Masyarakat juga butuh pelayanan publik, infrastruktur, pendidikan dan sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pada gilirannya, masyarakat membutuhkan sistem perpajakan yang berkeadilan. Apabila gagal menanganinya, maka Trumpisme akan bermunculan”.

Piketty kemudian menambahkan bahwa meski populisme agak membingungkan, ia adalah respon yang logis atas apa yang dialami kelas pekerja di negara-negara maju. Mereka merasa tertinggal oleh ritme globalisasi dan meningkatnya kesenjangan di berbagai bidang. Disinilah pertarungan ideologi politik bermula.

Populisme internasional dari ekstrim kiri (far-left) menemukan ladang suburnya. Diantara mereka adalah Unidos-Podemos di Spanyol, Syriza di Yunani, Bernie Sanders di AS dan Jean-Luch Mèlenchon di Perancis. Di sisi lain, fenomena kesenjangan telah menjadi sumbu utama melajunya Populisme-Xenophobia (far-right). Isu mendasar yang didengungkan adalah globalisme versus nasionalisme, multikulturalisme versus etnosentrisme dan liberalisme versus konservatisme.

Populisme Perancis
Untuk konteks Perancis, meningkatnya dukungan ke Populisme-Xenophobia versi Le Pen karena menumpuknya kekecewaan mereka yang disebut geografer Christophe Guilluy sebagai “ La France Pèriphèriquè”.

Menurutnya, kelompok peripheral ini adalah kelas pekerja kulit putih yang hidupnya tersebar di kota-kota kecil dan menengah, kurang bergairah karena rendah daya saing, yang pekerjaan dan mata pencahariannya terus menurun. Argumentasi Guilluy sederhana, tapi provokatif. Menurutnya, meski Perancis memiliki unifikasi yang kuat, pada kenyataannya terbelah antara mereka yang kaya dan secara kultur mengglobal seperti Paris dan Lyon dan mereka yang mengalami depresi dan terpinggirkan serta tertinggal jauh.

Mereka yang tertinggal adalah yang mayoritas, mengalami diskoneksi dengan kota besar, pasar global dan investasi. Mereka adalah mantan pekerja tambang, pensiunan pabrik kecil, hidup di pedesaan dan kota-kota kecil yang tidak lagi sepaham secara politik dengan mereka yang hidupnya di kota besar. Masyarakat peripheral ini menjauh dari ideologi Kanan Tengah atau atau Kiri Tengah yang saling mencakar di perkotaan.

Sebaliknya, ideologi Ekstrim Kanan dianggap sebagai panacea bagi mereka yang korban dari kebijakan penghematan ekonomi, pengangguran massal, deregulasi pasar serta kerentanan dari bahaya fundamentalisme Islam.

Prediksi Pemenang
Salah satu jejak pendapat yang dilakukan setelah putaran kedua, menempatkan Macron sebagai pemenang dengan perolehan suara 61% mengalahkan Le Pen yang hanya mendapat 39%. Besar kemungkinan pendukung ideologi Ekstrim Kiri, Sosialis dan Kanan Tengah akan memilih Macron ketimbang Le Pen.

Tokoh Islam senior Dalil Baubakeur, Imam Besar Masjid Raya Paris, mengimbau agar umat Islam yang jumlah pemilihnya sekitar 5 juta secara massif memilih Macron.

Dengan tidak terang-terangan menyebut Le Pen, Baubakeur menyatakan bahwa masyarakat Perancis harus paham terhadap ancaman Xenophobia, paham yang sangat berbahaya bagi persatuan bangsa. Lain Baubakeur, lain pula Jean-Mùlenchon.

Sebagai pengusung ideologi ekstrim kiri, ia mengalami dilema yang mematikan. Ia pernah berujar, “Pemilih punya pilihan diantara Ekstrim Kanan yang mengutuk keagungan keberagaman kita (multi-coloured people) untuk membenci dirinya sendiri, dan pendukung pasar bebas yang mentransformasi ketertinggalan dan penderitaan menjadi emas dan uang”.

Bagi Melunchon, Macron dan Le Pen bukanlah solusi bagi Perancis hari ini. Macron yang disebutnya sebagai Ultra-Neoliberal, hanya akan membawa Perancis ke pusaran globalisasi yang mematikan. Sementara Le Pen akan membawa Perancis menjadi ladang pembantaian bagi multikulturalisme dan egalitarianisme yang telah menjadi kebanggan Perancis sejak revolusi. Masih terlalu dini berspekulasi tentang pemenang.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved