Terbukti Lakukan Kekerasan saat Aksi 21-22 Mei, Ini Hukuman yang Diterima 10 Personel Brimob
Sebanyak 10 personel Brimob Polri dijatuhi sanksi internal pasca-kerusuhan 21-22 Mei 2019.
TRIBUN-TIMUR.COM-Sebanyak 10 personel Brimob Polri dijatuhi sanksi internal pasca-kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Sanksi tersebut diberikan berkaitan dengan aksi kekerasan yang mereka lakukan kepada warga saat kerusuhan, 21-22 Mei 2019.
"Ada 10 anggota yang sudah diproses dan saat ini sudah menjalani sidang disiplin," ujar Dedi dalam konferensi pers di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Dedi melanjutkan, kesepuluh personel Brimob Polri tersebut dijatuhi sanksi hukuman pidana di ruangan khusus selama 21 hari.
Baca: Amnesty Indonesia Temukan Pelanggaran HAM Berat yang Dilakukan Brimob saat Kerusuhan 21-22 Mei
Baca: Sosok di Balik Bebasnya Eggi Sudjana, Pernah Jadi Penjamin 58 Tersangka Kerusuhan 22 Mei
Baca: Jawaban Pemerintah Atas Tudingan Rekayasa Skenario Pemerintah Keterangan Pers Kerusuhan 22 Mei
"Namun, yang bersangkutan akan melaksanakan hukuman setelah anggota tersebut kembali ke Polda asalnya dia," ujar Dedi.
Sebab, personel Brimob yang dikenai sanksi ini bukan berasal dari Polda Metro Jaya.
Mereka berasal dari sejumlah Polda yang sebelumnya diperbantukan untuk menjaga keamanan Ibu Kota.
Sanksi ini, lanjut Dedi, merupakan bentuk ketegasan dari institusi Polri terhadap anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin di lapangan.
"Kami tegas saat menemukan anggota kami sendiri yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin di lapangan," ujar Dedi.
Amnesty Internasional Indonesia menemukan banyak pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia yang dilakukan kepolisian, khususnya dari kesatuan Brimob.
Amnesty menyebut pelanggaran HAM tersebut terjadi di Kampung Bali dan wilayah sekitarnya di Jakarta saat kerusuhan 21-22 Mei 2019 lalu.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya video yang diterima pihak Amnesty International Indonesia dan telah diverifikasi oleh tim fakta Amnesty International di Berlin, Jerman.
Dikutip dari Kompas.com, Amnesty menemukan setidaknya ada empat korban dugaan penyiksaan oleh personel Brimob saat kerusuhan.
Baca: Sosok di Balik Bebasnya Eggi Sudjana, Pernah Jadi Penjamin 58 Tersangka Kerusuhan 22 Mei
Baca: Kivlan Zein Akui Terima Uang dari Habil Marati, Benarkah untuk Membunuh 4 Jenderal saat Aksi 22 Mei?
Baca: Apa Kaitannya dengan Kerusuhan 22 Mei? Kok Indonesian Police Watch Minta Keluarga Cendana Diperiksa

"Selain kita tadi meminta adanya investigasi yang efektif, itu harus independen dan eksternal dari institusi yang diduga melakukan penyiksaan," kata peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Selain itu, Amnesty juga meminta pemerintah memasukkan larangan praktek penyiksaan dalam KUHP, atau setidaknya dibuat Undang-Undang baru.