Nasib Anggota Bawaslu Wajo Rudapaksa Pegawai PPPK
Sorotan itu menyangkut lambannya penanganan kasus dugaan rudapaksa yang dilakukan salah satu komisioner Bawaslu Wajo.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bawaslu Sulsel buka suara terkait sorotan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sorotan itu menyangkut lambannya penanganan kasus dugaan rudapaksa yang dilakukan salah satu komisioner Bawaslu Wajo.
Komisioner Bawaslu Wajo yang dimaksud adalah Heriyanto.
Korban dalam kasus tersebut adalah seorang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Heriyanto telah diberhentikan secara tetap oleh DKPP.
Namun sebelum keputusan itu keluar, Heriyanto ternyata sudah lebih dulu mengundurkan diri.
Koordinator Divisi Humas dan Datin Bawaslu Sulsel, Alamsyah membenarkan hal tersebut.
“Iya betul, sebelumnya dia memang sudah mengundurkan diri (sebagai anggota Bawaslu Wajo)," kata Alamsyah kepada Tribun-Timur, Selasa (11/11/2025).
Alamsyah mengungkapkan, setelah beberapa hari mengundurkan diri, Bawaslu RI putuskan memberhentikan secara tetap terhadap Heriyanto.
Terkait sorotan DKPP yang menilai Bawaslu Sulsel sangat lamban, Alamsyah menegaskan kasus tersebut memerlukan penanganan ekstra hati-hati.
Menurutnya, persoalan ini menyangkut aib internal Bawaslu Wajo.
Sehingga langkah yang diambil harus benar-benar cermat.
“Karena ini kan persoalan aib. Jadi kita sangat hati-hati kemarin itu (tangani kasus tersebut), karena persoalannya sesama internal di dalam. Kemudian kita memperhatikan juga aspek afirmatif,” kata Alamsyah.
Selain itu, faktor budaya di Sulsel menjadi salah satu alasan kehati-hatian ungkap kasus rudapaksa.
“Jadi persoalan kultur Sulsel dan afirmatif, sehingga kehati-hatian kami mengambil sikap pada saat itu," lanjutnya.
Bahkan, kata Alamsyah, sampai sekarang, persoalan kasus ini sementara ditangani Polres Wajo.
Sehingga, pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian.
“Karena ini butuh komprehensi, selain kehati-hatian tadi. Tapi kita tetap kedepankan kepastian hukumnya, dari aspek proporsionalitas, dan beginilah keputusannya,” tegas Alamsyah.
Penjelasan Alamsyah turut menyinggung kultur Sulsel dalam melihat kasus ini.
Ia merujuk pada nilai “Siri” sebagai prinsip budaya Bugis-Makassar yang sangat menjaga martabat dan kehormatan
Dalam pengertian tradisional, “Siri” menjadi pedoman menjaga martabat pribadi maupun keluarga, terutama perempuan sebagai simbol kehormatan.
Nilai ini pada dasarnya mengharuskan masyarakat melindungi perempuan—bahkan dalam banyak literatur budaya Bugis-Makassar.
“Siri” sering menjadi landasan untuk mencegah pelecehan atau perlakuan merendahkan.
Namun dalam konteks modern, sejumlah kalangan menilai nilai ini kerap ditafsirkan berbeda.
Bahkan dapat menimbulkan situasi yang justru menyulitkan korban bicara atau melaporkan kasus kekerasan seksual.
Dalam beberapa penelitian, “Siri na Pacce” memang dikaitkan dengan upaya mengurangi perilaku seperti catcalling.
Diberitakan sebelumnya, Anggota Bawaslu Wajo Heriyanto dicopot dari jabatannya DKPP RI.
Heryanto sebelumnya menjabat Kordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Wajo.
Ia dinyatakan tidak layak menjadi penyelenggara pemilu.
Putusan itu diberikan setelah terbukti melakukan kekerasan, pelecehan seksual, hingga rudapaksa kepada seorang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Korban berinisial SH bekerja di lingkup sekretariat Bawaslu Wajo.
Putusan itu dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (10/11/2025) kemarin.
Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, menegaskan bahwa tindakan teradu tidak dapat ditoleransi.
“Menjatuhkan sanksi tidak layak menjadi penyelenggara pemilu kepada teradu H selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Wajo terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ratna Dewi.
Terjadi Sejak 2023, Korban PPPK Alami Trauma
Korban berinisial SH merupakan pegawai PPPK yang bekerja di Bawaslu Wajo.
Dalam persidangan terungkap, rudapaksa itu terjadi sejak tahun 2023 hingga 2025, di lima waktu dan lokasi berbeda.
Anggota Majelis DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, mengungkap hasil pemeriksaan medis RSUD Lamaddukkelleng.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng (RSUDL) menyimpulkan bahwa pengadu diagnosis mengalami salah satu gangguan mental akibat peristiwa traumatis,” ungkapnya.
Kasus ini juga telah ditangani Polres Wajo.
Hingga persidangan digelar, penyidik masih melakukan pendalaman dan pengumpulan bukti-bukti tambahan.
DKPP menilai tindakan teradu tidak hanya melanggar etik, tetapi juga menjatuhkan nama lembaga pengawas pemilu.
H disebut memanfaatkan posisinya sebagai atasan untuk menekan korban.
Anggota Majelis, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyampaikan pernyataan tegas dalam sidang.
Bahwa Heriyanto (Teradu) selaku atasan bertindak sewenang-wenang kepada bawahannya, terutama korban secara berulang-ulang.
"Sehingga (SH) mengalami salah satu gangguan mental akibat peristiwa traumatis,” tegasnya.
Ia menilai perbuatan tersebut melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf c dan f, Pasal 12 huruf a dan b.
Serta Pasal 15 huruf a dan d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Dalam pertimbangannya, DKPP menyoroti kelambanan Bawaslu Sulsel yang tidak cepat mengirim hasil kajian masalah ini ke Bawaslu RI.
Kelambanan itu memberi celah bagi teradu untuk mengundurkan diri sebagai anggota Bawaslu Wajo, yang kemudian diproses dan disetujui Bawaslu RI.
Namun, I Dewa menegaskan bahwa sanksi tetap dijatuhkan meski teradu telah mengundurkan diri.
Satu Dipecat, Tujuh Direhabilitasi
Sidang ini memutus tiga perkara yang melibatkan sembilan penyelenggara pemilu.
Hanya satu yang dicopot dan dinyatakan tidak layak menjadi penyelenggara pemilu, yaitu Heriyanto.
Satu lainnya mendapat peringatan, sedangkan tujuh penyelenggara lainnya direhabilitasi karena tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo, didampingi J Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah.
Pengunduran diri Heryanto dibenarkan Ketua Bawaslu Wajo, Andi Hasnadi.
"Iya sudah mengundurkan diri dan sudah resmi tidak jadi Komisioner sesuai keputusan Bawaslu RI," ujar Andi Wandi sapaanya.
"Suratnya juga sudah keluar, tapi kami konfirmasi dulu ke Bawaslu Provinsi apakah bisa disebarkan atau tidak," tambahnya.
Diketahui, Heryanto mengundurkan diri sebagai komisioner Bawaslu setelah dilaporkan rekan kerjanya, perempuan inisial SH.
SH mengaku melaporkan HO alias Heryanto usai mengaku mendapat pelecehan seksual.
Kasus itu pun telah dilaporkan ke Mapolres Wajo, 17 Juni 2025 lalu.
"Iya, awal kejadian tahun 2023. Terakhir saya dilecehkan awal tahun 2025. Saya laporkan karena sudah resah dan saya harus bicara kepada publik," papar SH.
| Sosok Anggota Bawaslu Wajo Heriyanto Dicopot DKPP gegara Rudapaksa Pegawai PPPK Berulang Kali |
|
|---|
| PPPK Paruh Waktu di Sulsel Tunggu Penomoran Pusat Sebelum Dilantik |
|
|---|
| Dinkes Wajo Aktif Cek Kesehatan Gratis, Target 410 Ribu Warga Ikut Tahun Ini |
|
|---|
| Harga Gabah Anjlok ke Rp6.200 per Kilo, DPKP dan Bulog Wajo Cek Harga ke Tengkulak |
|
|---|
| Golkar Wajo Sebut Appi Peluang Jadi Ketua Golkar Sulsel |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/Ruang-pelayanan-Kantor-Bawaslu-Wajo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.