Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Yusran Lalogau: Jangan Sampai Anak Cucu Kita Tak Bisa Nikmati Kepiting

Eksploitasi berlebihan, terutama penangkapan induk kepiting, akan berdampak pada kelestarian populasi rajungan di masa depan.

|
Editor: Hasriyani Latif
dok Unhas
FGD RUSIRA - Bupati Pangkep, H Muhammad Yusran Lalogau foto bersama peserta Focus Group Discussion (FGD) di Ruang Pola Bundar Rumah Jabatan Bupati Pangkep, Kamis (2/10/2025). FGD bertema Inisiasi Pembentukan Rumah Singgah Induk Rajungan (RUSIRA) untuk Mendukung Program Stock Enhancement Rajungan Secara Berkelanjutan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bupati Pangkep, H Muhammad Yusran Lalogau menyoroti tingginya aktivitas penangkapan kepiting di beberapa titik wilayah Pangkep, Sulawesi Selatan. 

Menurutnya, eksploitasi berlebihan, terutama penangkapan induk kepiting, akan berdampak pada kelestarian populasi rajungan di masa depan.

"Mungkin sekarang kita masih bisa menikmati kepiting, tapi kita tidak tahu apakah anak dan cucu kita masih bisa merasakan hal yang sama," kata Yusran saat membuka Focus Group Discussion (FGD) di Ruang Pola Bundar Rumah Jabatan Bupati Pangkep, Kamis (2/10/2025).

FGD bertema Inisiasi Pembentukan Rumah Singgah Induk Rajungan (RUSIRA) untuk Mendukung Program Stock Enhancement Rajungan Secara Berkelanjutan. 

Digelar Pusat Kolaborasi Riset (PKR) Kepiting Berkelanjutan Universitas Hasanuddin (Unhas) di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Ketua Panitia, Rachmat Hidayat mengatakan kegiatan melibatkan berbagai pihak, termasuk Unhas, BRIN, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel, penyuluh perikanan, hingga kelompok nelayan. 

Menurutnya, kolaborasi ini penting karena nelayan merupakan ujung tombak dalam menjaga keberlanjutan populasi rajungan.

Narasumber Yushinta Fujaya memaparkan konsep dari Rumah Singgah Induk Rajungan sebagai inovasi untuk menyelamatkan dan melestarikan rajungan.
 
Menurut ahli Fisiologi Reproduksi itu, rajungan adalah kepiting laut dari genus portunus yang termasuk ke dalam salah satu komoditi unggul di Indonesia. 

Akan tetapi keberadaannya terancam overfishing atau penangkapan yang berlebihan. 

Baca juga: Tim Dosen Unimerz dan UMSi Berdayakan Warga Bone Lewat Inovasi Pakan Ternak dari Limbah Rajungan  

"Ciri-ciri overfishing, yaitu rajungan yang didapat lebih kecil. Kemudian rajungan di beberapa perairan indonesia sudah overfishing dan terancam overfishing. Kalau kita tidak peduli sekitar lima tahun ke depan sudah habis," ucap dosen prodi Budidaya Perairan itu.

Menurut Yushinta, permasalahan akibat penangkapan induk berlebihan dan degradasi habitat akan mengancam keberlangsungan hidup kepiting. 

Namun pemberhentian untuk menangkap kepiting juga tidak bisa sepenuhnya dilakukan karena menyangkut mata pencaharian masyarakat. 

"Perlu adanya intervensi ilmu pengetahuan untuk menanggulangi masalah tersebut," tegas perempuan kelahiran Ujungpandang, 23 Januari itu.

Prof Yashinta menjelaskan beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk menjaga populasi kepiting, yakni pembatasan ukuran tangkap.

Misalnya melarang kepiting kecil dan bertelur, serta pembentukan crab sanctuary sebagai wadah untuk mengembalikan populasi kepiting. 

"Sangat perlu menghadirkan suatu konsep pelestarian produktif atau rumah singgah yakni Crab Sanctuary (Suaka Kepiting). Tujuananya untuk menambah populasi kepiting dan melibatkan nelayan dan masyarakat sebagai ujung tombak dari program tersebut," jelas Yushinta.

Pilar pertama dari Crab Sanctuary, yaitu membangun rumah singgah induk kepiting.  

Nelayan yang menangkap kepiting bertelur dapat membawa tangkapanya ke rumah singgah.   

"Nanti setelah menetas, larva kepiting dibawa ke laut dan induknya bisa diambil kembali oleh nelayan. Bisa juga kalau kita punya dana nanti pengelola rumah singgah yang membeli kepitingnya," tutur Ketua PKR Kepiting Berkelanjutan Unhas itu.

Pilar kedua adalah rumah belajar nelayan yang berfungsi sebagai pusat pelatihan edukasi bagi nelayan kepiting dan masyarakat pesisir. 

Dengan memberi pelatihan tentang teknik tangkap ramah lingkungan dan budidaya pembenihan.

Terakhir Crab Sanctuary sebagai kawasan edukasi dan satwa lingkungan. 

Pilar ini menjadi wadah pengumpulan dana dari masyarakat untuk merawat dan menjalankan program konservasi ini. 

"Nanti kami panggil ahli pariwisata dari Unhas atau BRIN untuk membantu cara mengelola tempat tersebut sebagai lokasi pariwisata," jelas peraih  beasiswa Fulbright Indonesia Research Science and Technology (First).(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved