Opini
Kepergian Ulama Tarekat Menuju Tuhan
Almarhum merupakan saudara Syekh Sayyid Abd. Rahim Assegaf Puang Makka mursyid tarekat Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassariy.
Oleh: Mahmud Suyuti
Dosen Hadis UIM dan Katib Am Jam’iyah Khalwatiyah
TRIBUN-TIMUR.COM - Inna Lilllahi Wa Inna Ilayhi Rajiun Allahuyarham Syekh Sayyid Abd Rahman Assegaf Puang Tika (wafat Ahad 16/11) setelah menunaikan salat subuh di RSUD Haji Makassar.
Almarhum merupakan saudara Syekh Sayyid Abd. Rahim Assegaf Puang Makka mursyid tarekat Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassariy.
Allahuyarham Puang Tika tidak begitu saja pergi bersama tubuh kasarnya dan sesudah itu dilupakan karena beliau adalah seorang yang meninggalkan warisan berharga bagi murid-muridnya.
Puang Tika adalah putra salah satu Muassis Nahdlatul Ulama (NU) Sulawesi Selatan, Syekh Sayyid Djamaluddin Assegaf Puang Ramma.
Sebagai muassis NU Puang Ramma masyhur di kalangan masyarakat bahkan prestisenya sampai ke dunia internasional, terutama sejak beliau dipercaya menjadi anggota Dewan Konstituante pada tahun 1955-1959.
Puang Tika sebagai Ulama
Puang Tika (1956-2025) tergolong ulama yang masyhur fissamai wa masturun fil ardhi, terkenal di langit dan tersebunyi di bumi.
Dikatakan demikian karena Allahuyarham ini jarang terpublish di masyarakat, tidak semasyhur dengan ulama lainnya.
Namun demikian Puang Tika masyhur di langit karena di setiap malamnya tidak pernah alpa melakukan tahajjud, setiap usai salat menengadahkan tangannya ke langit berdoa.
Puang Tika sebagai ulama masyhur fissamai karena memang fokus pada pendampingan jamaah, amalan zikir dan riyadhah tarekat.
Perjalanan hidupnya tidak luput dari ujian menyebabkan kelumpuhan hingga harus menggunakan kursi roda sampai akhir hayatnya.
Meskipun demikian dan keterbatasannya secara pisik tetaplah Puang Tika ulama kharismatik dan menjadi uswah.
Kepergiannya bersama tubuh kasarnya yang dimakamkan sekomplek dengan makam abahnya Puang Ramma sebagai jalannya menuju Tuhan.
Di kompleks makam tersebut terpasang beberapa spanduk dan baliho bertuliskan tausiah yang disampaikan Puang Ramma kepada jamaah, murid-muridnya.
Selain spanduk dan baliho, sebagian tausiah tertulis pada dinding tembok sebelah atas bagian Selatan pusara makam dan jelas sekali terbaca bagi setiap peziarah.
Minimal tiga tausiah Puang Ramma yang perlu dikemukakan.
Pertama, “NU dibangun oleh para ulama maka lanjutkan perjuangan mereka, jangan kecewakan mereka”. Tausiah ini sebagai pesan visual agar kaum Nahdliyyin tergugah untuk melanjutkan khittah cita-cita perjuangan ulama NU.
Kedua, “Alai Sifa’na Waede”, ambillah sifatnya air. Sifat sekaligus zat air adalah mensucikan sebagai simbol bagi manusia agar selalu dalam keadan suci dan bersih secara lahir maupun batin.
Ketiga, “Padecengi Atimmu”, perbaiki hatimu, sucikan hatimu atau bersihkan hatimu yang oleh Puang Makka sebagai mursyid ke-12 penerus Puang Ramma menekankan agar murid-muridnya selalu tazkiyatul qalb ‘an sifatil mazmumah, yakni pensucian jiwa dari sifat-sifat tercelah.
Mahabbah ke Ulama dan Pahlawan Bangsa
Memuliakan ulama sekelas Allahuyarham Puang Tika bukan berarti mengkultuskannya tetapi sebagai ekspektasi rasa mahabbah terhadapnya.
“Kecintaan Allah dan Rasulullah padamu tergantung kecintaanmu kepada Orang Tua dan Gurumu”. Demikian pesan ritual dalam tarekat.
Kepergian ulama menuju Tuhannya seperti Puang Tika tidak perlu ditangisi walaupun air mata seperti tidak bisa dibendung tetapi karena adanya mahabbah maka ketulusan melepaskannya merupakan implementasi mahabbah yang dalam dunia tasauf menjadi maqam yang sangat urgen.
Sama halnya dengan para pahlawan yang telah wafat dan diperingati setiap 10 November seharusnya didoakan sebagai simbol mahabbah.
Perspektif kebangsaan peringatan ini diwujudkan melalui berbagai kegiatan seperti upacara dan ziarah tabur bunga di makam pahlawan.
Tujuan ziarah adalah sebagai bentuk penghormatan, rasa syukur dan penghargaan atas jasa pahlawan yang telah gugur demi kemerdekaan Indonesia.
Selain itu adalah menjadi momen untuk meneladani semangat juang mereka dan menumbuhkan rasa nasionalisme.
Sunnah ziarah makam dicontohkan oleh Nabi SAW yang selalu mengunjugi makam syuhada yang dimakamkan di Baqi.
Mereka adalah pahlawan yang syahid di Uhud. Setiap Nabi SAW ziarah mengucapkan salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan.
Banyak riwayat menyebutkan bahwa Nabi SAW seringkali mengunjungi Baqi dan mendatangi makam syuhada lainnya lalu mendoakan mereka (HR. al-Nasai: 698 dan Ibn Majah: 1412 disahihkan Albani: 1168).
Hadis tersebut sebagai dalil pentingnya mengenang para pahlawan dan mendoakan mereka dan tentunya yang penting adalah sekali lagi menumbuhkan rasa mahabbah dengan cara memberi penghormatan terhadap para tokoh yang berkontribusi besar bagi kemerdekaan dan pembangunan bangsa Indonesia.
Berkah kemerdekaan itulah dan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur maka sangat wajar jika Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar pahlawan nasional kepada beberapa tokoh bangsa, termasuk kepada Soeharto.
Penganugerahan gelar pahlawan yang diberikan kepada mereka menegaskan bahwa negara dan bangsa ini memiliki rasa mahabbah yang telah berjuang di berbagai bidang mulai dari politik, diplomatik, bidang pendidikan dan sosial keagamaan.
Semoga jasa ulama dan para pahlawan yang telah berjasa pada bangsa ini menjadi catatan amal jariah di sisi-Nya, Amiiin Ya Rabbal Alamin, Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq.(*)
| Kelisanan di Era Didital |
|
|---|
| Pelayaran Kedua Sang Nahkoda Ulung, Estafet Kepemimpinan untuk Kejayaan Universitas Hasanuddin |
|
|---|
| Kedaulatan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu |
|
|---|
| Pidana Mati di Indonesia: Antara Keadilan dan Kemanusiaan |
|
|---|
| Reorientasi Makna Pendidikan di Era Digital, Saatnya Pembelajaran Berpihak pada Manusia |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.