Opini
Alarm Keras Kasus HIV/AIDS di Sulsel
Kasus HIV/AIDS di Sulsel capai 1.214 dalam 8 bulan, mayoritas tertular lewat hubungan sesama jenis.
Alarm Keras Kasus HIV/AIDS di Sulsel
Oleh: dr Airah Amir
Dokter dan Pemerhati Kesehatan Masyarakat
TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam delapan bulan, sejak Januari hingga Agustus 2025, jumlah HIV/AIDS di Sulawesi Selatan mencapai angka 1.214 kasus.
Lebih dari setengahnya yaitu 572 orang tertular karena lelaki seks lelaki (LSL). Sedangkan di Makassar terdapat 563 kasus, menyusul Gowa, Palopo, Bone, Toraja dan Parepare sebagai kabupaten terbanyak penderita HIV/AIDS. (tribuntimur.com, 19/9/2025)
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menargetkan dan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit.
Pada tahap akhir infeksinya dapat menyebabkan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome. (who.int, 15/7/2025)
Selama sepuluh tahun terakhir, kasus ODHIV telah bergeser dari populasi kunci ke populasi umum, artinya siapapun-bukan hanya populasi kunci-berisiko tertular HIV.
Di Indonesia, populasi kunci penderita HIV selama empat dekade terakhir terpusat pada kelompok pengguna narkoba suntik, lelaki seks lelaki, transgender, dan pekerja seks perempuan. (kompas.id, 4/12/2024)
Dari data yang sama diperoleh cakupan kasus HIV/AIDS menurut golongan usia terbanyak pada kategori usia 25-49 tahun mencakup 63 persen dan kategori usia 15-24 tahun mencakup 29 persen.
Malangnya, fakta penyebaran kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya yang jauh lebih besar tersebab oleh deteksi rendah pada kasus baru HIV/AIDS di Indonesia yang masih menjadi masalah utama.
Kementerian Kesehatan pada tahun 2025 melaporkan estimasi ODHIV di Indonesia sebanyak 564.000 kasus.
Terdapat hanya 63 persen yang mengetahui statusnya. (kemkes.go.id, 25/6/2025)
Tingginya kasus yang belum terdeteksi menjadi tantangan yang telah menjadi hambatan utama dalam penanganan.
Sebab berdampak pada rantai penularan yang terus menerus terjadi di masyarakat, jika kasus yang belum terdeteksi itu melakukan kontak seksual dengan orang lain.
Sehingga kian meresahkan sebab meningkatnya pergaulan bebas merupakan faktor risiko utama penularan yaitu melalui kontak seksual pada hubungan berbeda jenis maupun sesama jenis.
Kondisi pergaulan bebas pada remaja di berbagai daerah di Indonesia meningkatkan risiko penularan termasuk perilaku berganti-ganti pasangan.
Juga orang dengan penyakit infeksi menular seksual lainnya seperti herpes, sifilis, dan gonore juga berisiko terinfeksi HIV tersebab oleh adanya luka terbuka pada daerah kelamin.
Melihat angka ini, jelas penyebab utamanya adalah perilaku seksual menyimpang yang seolah telah menjadi pilihan hidup. Terlihat bahwa pilihan hidup ini ada komunitasmya, ada eventnya dan ada tempat “nongkrongnya.
Fakta ekonominya jelas dilematis sebab obat ARV yang diberikan secara gratis seumur hidup bagi pasien telah menjadi beban bagi negara.
Lalu adakah solusi yang ditawarkan? Tak jauh dari kata sosialisasi dan beri ruang aman. Tentu saja pragmatis, hanya menyentuh kulit luar.
Tapi Islam melihat lain, kasus ini tak sekadar urusan virus tapi ada pada akar moral.
Akar masalah inilah yang seharusnya memantik nalar kritis kita bahwa kasus HIV/AIDS terkait dengan banyak hal lain di luar faktor medis.
Diantara sebab penularannya pun berawal dari aktivitas negatif seperti berganta-ganti pasangan seksual, hubungan seksual sejenis dan pemakaian jarum suntik narkoba secara bergantian.
Dalam pandangan Islam, hubungan sesama jenis itu haram.
Bukan sekadar dilarang, tapi dosa besar. Karena ia tak hanya merusak kesehatan, lebih dari itu adalah merusak fitrah manusia dan juga merusak generasi.
Solusi syariah jelas: pencegahan dimulai dari keluarga yaitu pendidikan akhlak sejak kecil. Lingkungan yang mengawasi, bukan membiarkan. Negara juga tegas, bukan permisif.
Islam tidak sibuk bagi-bagi alat pengaman.
Islam tidak menunggu pasien antri di rumah sakit. Islam memotong akar penyimpangan.
Dengan pendidikan, dengan aturan dan dengan hukum.
Lihat bedanya, saat ARV dianggap sebagai solusi, Islam sibuk menyediakan aturan agar penyimpangan tak terjadi.
Saat perilaku menyimpang diberi ruang permisif demi hak asasi, Islam protektif demi keselamatan generasi.
Jika negara saat ini mengeluarkan biaya triliunan untuk obat, Islam justru hemat karena perilaku dicegah sejak awal.
Penyakit ini nyata. Angka kematian di Sulsel saja sudah 394 orang tahun ini. Jika solusi tidak menyentuh akar masalah maka angka itu bisa dua ribu. Lusa lima ribu. Dan kita akan sibuk lagi: bikin seminar, kampanye, hashtag.
Jangan lupa, sejarah sudah mencatat. Kaum Nabi Luth dihancurkan karena hal yang sama. Negeri mereka dibalik dan musnah.
Apakah kita mau ulangi babak itu? Dengan data 1.214 kasus, bukankah tanda-tandanya semakin jelas?
Maka sudah waktunya berhenti bermain di permukaan.
Berhenti pura-pura buta. Berhenti menutup masalah dengan kalimat manis. Karena solusi sejati bukan di seminar dan bukan pula di pamflet.
Solusi sejati ada pada aturan Allah secara menyeluruh (kaffah).
Aturan yang menjaga akidah, melindungi keluarga dan menguatkan generasi Sulsel baru saja beri alarm. Alarm keras. 1.214 kasus itu bukan sekadar angka.
Itu wajah generasi kita. Itu masa depan kita. Sekarang pilihan ada di kita. Mau terus dengan solusi pragmatis?
Kalau masih ragu, lihat lagi angkanya: 1.214 kasus. 572 karena lelaki dengan lelaki. Dengan jumlah angka kematian di angka 394 kasus. Wallahu a’lam. (*)
To MakkadangngE Ri Labu’ Tikka, Gelar Adat Menteri Agama RI Untuk Kepemimpinan Dunia |
![]() |
---|
Dakwah di Era Media: Jurnalisme sebagai Ruang Baru |
![]() |
---|
Silaturahim Bolak-Balik Prabowo-Jokowi |
![]() |
---|
Kader HMI dan Kemandirian Ekonomi: Menggerakkan Pembangunan Sulsel |
![]() |
---|
Bulu Alauna Tempe dan Kitab Kuning: Orkestra Santri dari Danau Tempe untuk Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.