Opini
Kader HMI dan Kemandirian Ekonomi: Menggerakkan Pembangunan Sulsel
Kader HMI tidak cukup hanya berbicara di forum-forum intelektual; mereka harus mampu menciptakan lapangan kerja
Di tanah Bugis-Makassar, kita mengenal siri’ na pacce — nilai luhur yang menjunjung harga diri dan empati. Kemandirian ekonomi adalah perwujudan modern dari siri’, di mana seorang kader memilih berdiri di atas kaki sendiri daripada menjadi beban bagi orang lain.
Dan pacce — solidaritas itu — hadir ketika kader HMI mengajak sesamanya untuk tumbuh bersama dalam jejaring usaha, dalam koperasi, dalam komunitas ekonomi yang saling menguatkan.
Jika pergerakan dimulai dari kata-kata, maka perubahan dimulai dari keberanian untuk bertindak.
Mari kita kobarkan semangat kemandirian ekonomi sebagai bagian dari perjuangan mulia HMI.
Karena dari Sulawesi Selatan, dengan tangan-tangan kader yang bekerja dan hati yang penuh cita, kita bisa menyalakan obor perubahan — terang bagi daerah, dan cahaya bagi Indonesia.
Mengapa Kader HMI Harus Mandiri Secara Ekonomi?
Sulsel adalah tanah yang kaya akan anugerah: hamparan pertanian subur, laut yang melimpah hasil perikanan, panorama wisata yang memesona, serta geliat UMKM dan ekonomi kreatif yang terus tumbuh.
Namun, kekayaan ini belum sepenuhnya digarap secara maksimal, khususnya oleh generasi muda yang sejatinya menjadi tumpuan masa depan daerah. Di titik inilah, kader HMI memiliki peran strategis yang tak tergantikan.
Dengan sebaran kader di berbagai perguruan tinggi — dari Makassar hingga Palopo, dari Gowa hingga Parepare — HMI di Sulsel memiliki modal sosial yang besar untuk menjadi lokomotif pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan.
Bukan sekadar hadir dalam wacana, tetapi terlibat langsung di medan nyata: membangun usaha mandiri, merintis koperasi, mendirikan startup lokal, dan menggerakkan roda ekonomi dari bawah.
Kader HMI tidak cukup hanya berbicara di forum-forum intelektual; mereka harus mampu menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya saing produk lokal, dan menumbuhkan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.
Namun, perjuangan ini tidak mudah.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah kaderisasi yang belum disertai dengan kemandirian ekonomi.
Ketika kader tidak memiliki fondasi finansial yang kuat, mereka rentan terseret dalam arus politik transaksional — terutama di masa-masa politik elektoral, di mana idealisme kerap tergadaikan demi kelangsungan pribadi.
Ini bukan hanya menggerus integritas individu, tetapi juga mencemari ruh perjuangan organisasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.