Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Refleksi Bola Bundar

Refleksi Bola Bundar: Over Confidence PSM Makassar

PSIM jelas sudah mempelajari duel PSM vs Persija dengan sangat cermat. PSIM "hafal" strategi Bernardo Tavares.

Editor: AS Kambie
Ist
PENULIS OPINI - Foto M Dahlan Abubakar, Penulis Buku “Ramang Macan Bola”, yang dikirim ke Tribun-Timur.com untuk pada 22 September 2025 untuk melengkapi tulisan opininya. M Dahlan Abubakar adalah wartawan senior yang juga aktif menulis buku. 

 Oleh: M Dahlan Abubakar

Penulis Buku ”Satu Abad PSM Mengukir Sejarah”


TRIBUN-TIMUR.COM - Perasaan kita berbeda saat PSM akan menjamu Persija, 20 September 2025 dengan ketika PSM menjamu PSIM Yogyakarta 27 September 2025. 

Pada partai melawan Persija, kita dihadapkan kepada perasaan yang sangat ‘gundah’ dan gamang. Gelisah dan takut kalau PSM kalah.  Soalnya, Persija bertaburan  pemain tim nasional, Ternyata PSM mampu melibas “Macan Kemayoran” 2-0.

Menghadapi PSIM Yogyakarta, perasaan kita ‘adem’. Dalam benak kita muncul rasa optimisme yang tinggi. Persija saja kita bisa ‘hajar’, apalagi PSIM, pendatang baru di Liga Super BRI tahun 2025. 

Namun realitasnya, kita tetap kembali ke filosofi bermain bola. Bola bundar. PSM berhasil ditahan PSIM kacamata, 0-0.

Pertandingan Sabtu kemarin itu, boleh dikatakan sebagai antiklimaks. Tanpa Yuran Fernandes, para pemain PSM dapat dikatakan tetap “over confidence” (terlalu percaya dan yakin) akan mampu mengimbangi PSIM. 

Kenyataan di lapangan, seperti yang kita saksikan melalui layar kaca, justru tim tamu mampu menguasai jalannya pertandingan. PSM agak sulit berkembang karena setiap para pemain Juku Eja memperoleh bola, hampir tidak ada ruang longgar  menggoreng bola. 

Dalam pengamatan saya, PSIM jelas sudah mempelajari duel PSM vs Persija dengan sangat cermat. PSIM "hafal" strategi Bernardo Tavares.

Ketika berhadapan dengan Persija, gerakan pemain sayap PSM agak leluasa. Juga pada lini tengah. 

Gol kedua PSM yang lahir melalui umpan silang Risky Eka, kemudian disambut tandukan Abu Kamara Razard, menunjukkan longgarnya pertahanan belakang Persija. 

Pada laga 27 September itu, catatan pertama saya,  peluang saat melawan Persija inilah yang ternyata ditutupi oleh PSIM saat melawan PSM. 

PSIM tidak pernah memberi ruang sedikit pun kepada para pemain PSM bergerak bebas di daerah terlarang.

Terbukti, saat bola yang dikirim Victor Dethan dari sisi kanan melambung ke tengah,  sedikitnya tiga-empat pemain PSIM  ‘merondai’ wilayah di depan gawang Cahaya Supriadi. 

Dan ini, terus berulang, sehingga PSM sangat sulit memperoleh ruang yang lowong untuk melepaskan tandukan dan tendangan ke jala lawan.

Saat tendangan pojok, bagaimana pun PSM mendorong Alex Tank, Victor Luis atau Savio Roberta serta Medina ke depan jala lawan, selalu sulit bergerak. Pemain PSM seolah dikunci.        

Kedua, setiap pemain PSM memperoleh bola, yang kebanyakan mencoba masuk melalui kedua sisi, para pemain PSIM selalu menempel ketat.

Bahkan, setiap pemain tuan rumah menguasai bola, pemain lawan selalu menutup ruang, sehingga sulit mengumpan ke temannya.

Bahkan beberapa kali karena sering ditempel ketat, umpan bola pemain tuan rumah justru jatuh ke kaki pemain lawan.

Ketiga, PSIM jika menyerang, kerap menguasai lapangan tengah. Dalam kondisi seperti ini, para pemain PSM menarik diri mempertahankan daerahnya di kotak terlarang. 

Strategi ini sebenarnya ada untungnya, tetapi juga ada ruginya. Untungnya, para pemain lawan tidak dapat memperoleh ruang tembak efektif yang dapat melahirkan gol. 

Sedikitnya 4-5 kali, pemain PSIM melepaskan tembakan terarah ke jala PSM, tetapi Hilman Syah boleh disebut menjadi pahlawan bagi kegagalan PSIM mencuri poin penuh di kandang pasukan “Juku Eja” petang itu. 

Hilman Syah mampu menggagalkan bola yang menurut penilaian logik penonton pasti masuk. Ternyata tidak. Terima kasih Hilman Syah.

Ruginya, pada saat terjadi “scrimage” (perebutan bola di depan gawang), sangat mungkin terjadi bola liar menyusur tanah. 

Hilman Syah pun beberapa kali berhasil menepis bola sontekan pendek pemain PSIM. Ini sangat berbahaya karena ada beberapa bola yang berhasil ditepis Hilman Syah, mental kembali. Beruntung, cepat dikuasai oleh pemain PSM sendiri. Kalau saja bola mental itu berhadapan dengan pemain lawan, tentu  lain kisahnya.

Kekhawatiran yang lain saat “scrimage” adalah ‘hantu’ yang selalu membayangi para pemain yang bertahan. Penalti. Ini sangat rentan terjadi saat perebutan bola di depan gawang. 

Pemain yang bertahan mungkin berprinsip  ‘gerakan tanpa bola’-nya tidak terlihat wasit, tetapi dengan tersedianya alat bantu “video assistant referee” (VAR), pemain lawan bisa melakukan “challenge” (keberatan). Jika VAR setuju dan pertandingan sudah memasuki “injury time”, hasilnya bisa lain. Dan, sakitnya di sini! (*).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved