Opini
Musabaqah Qiraatil Kutub International, Jejak Literasi dan Karakter Ilmu Pengetahuan
Kitab-kitab tersebut berbahasa Arab tanpa harakat dan berisi berbagai ilmu keislaman, seperti fikih, tauhid, akhlak, nahwu, serta sharaf.
0leh : A. RAHMAN
Ketua PKC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII Sulawesi Selatan Periode 2005-2007
TRIBUN-TIMUR.COM - Sulawesi Selatan menjadi titik awal sebuah gerakan ilmu pengetahuan.
Gerakan ini mengkonsolidasi potensi keilmuan dalam membaca teks kitab-kitab klasik yang lazim dikenal dengan kitab kuning atau kitab gundul.
Kitab-kitab tersebut berbahasa Arab tanpa harakat dan berisi berbagai ilmu keislaman, seperti fikih, tauhid, akhlak, nahwu, serta sharaf.
Semua itu merupakan kurikulum wajib bagi santri di pondok pesantren.
Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional yang dilaksanakan di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, Kabupaten Wajo, menjadi titik awal pergolakan.
Dari ajang ini lahir tawaran penting kaum santri bagi permasalahan masyarakat dunia, terutama terkait karakter ilmu pengetahuan dan penyelesaian masalah.
Krisis global telah menimbulkan konflik berkepanjangan di berbagai belahan dunia.
Kondisi ini berpotensi menciptakan bencana kemanusiaan berupa pemusnahan massal antarbangsa.
Penyebab utamanya adalah kepentingan sempit dalam menjaga eksistensi hidup, yang kemudian berubah menjadi perang ekonomi dan berujung pada unjuk kekuatan militer.
Dari persoalan pelik inilah manusia terjerumus pada tindakan zalim.
Ilmu pengetahuan menawarkan solusi penting, yaitu kembali pada akal sehat serta melakukan analisis menyeluruh atas masalah yang dihadapi masyarakat dunia.
Nilai-nilai luhur dalam kitab kuning layak dijadikan rujukan kebijakan yang relevan dengan perkembangan zaman.
Di sinilah peran kiai dan santri, yakni memberikan solusi dengan mengambil nilai substansial dari kitab klasik, lalu menghubungkannya dengan problematika modern.
Dinamika berpikir ulama dan penalarannya adalah tradisi penting yang harus dijaga agar setiap persoalan diselesaikan dengan akal sehat.
Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional menjadi diplomasi penting di saat dunia mengalami degradasi akal sehat.
Jalan damai semakin sulit ditemukan, sementara persaingan militer mengarah pada perang dunia yang berpotensi memicu krisis di banyak negara.
Kitab-kitab klasik hadir sebagai literasi peradaban. Manusia yang larut dalam konflik perlu kembali berpikir jernih bahwa kehidupan harus dijalani dengan kejujuran, kecerdasan, serta nilai kemanusiaan.
Dinamika mengaktifkan akal sehat dan menganalisis fenomena kehidupan adalah inti dari perintah Iqra.
Membaca menumbuhkan kesadaran bahwa hidup adalah perjalanan penting dalam meneguhkan eksistensi manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Tradisi membaca yang diwariskan ulama melahirkan karakter ilmu pengetahuan. Hal itu tampak dari susunan kitab klasik yang rapi dan terstruktur.
Masyarakat dunia harus kembali menggunakan akal sehat agar tidak terjerumus ke dalam konflik mematikan.
Pesan Musabaqah Qiraatil Kutub jelas: poros peradaban dunia harus dijaga. Gejolak perselisihan hanya bisa diselesaikan dengan akal sehat, yang membuat manusia saling memuliakan serta menjaga nilai kemanusiaan.
Ajang membaca kitab klasik membuktikan bahwa dunia masih memiliki corong ilmu pengetahuan yang independen.
Tujuannya bukan untuk kepentingan tertentu, melainkan demi kemanusiaan. Proses berpikir ulama yang diekspresikan dalam kitab klasik menjadi bukti sakralnya menerima petunjuk dan hidayah.
Pesan-pesan penting dari teks yang mereka tulis terus menginspirasi dunia pengetahuan.
Tradisi ini melahirkan karya ilmiah di berbagai bidang, seperti tafsir, hadis, fikih, dan sejarah. Untuk memahami bidang keilmuan tersebut, santri perlu menguasai ilmu alat: nahwu, sharaf, balaghah, dan mantiq. Dari proses itu tumbuh tradisi ilmiah yang membentuk etika, disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab.
Pesan Musabaqah Qiraatil Kutub adalah bahwa kemajuan pengetahuan hanya bisa dicapai dengan penguasaan berbagai disiplin ilmu.
Kurikulum pendidikan bangsa maju harus mengoptimalkan potensi berpikir serta menanamkan karakter luhur pada generasi mudanya.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengajarkan cara berpikir sistematis dan berkepribadian luhur, sehingga tidak terjebak dalam perilaku terbelakang.
Tepuk Sakinah: Gerakan Kecil yang Menyimpan Makna Besar |
![]() |
---|
Pencabutan ID Card Reporter CNN di Istana: Ketegangan Antara Akuntabilitas Publik dan Akses Pers |
![]() |
---|
Kuota Haji, Hifz Nafs dan Perdebatan Mens Rea |
![]() |
---|
Prabowo Terjepit di Antara Kelompok Kepentingan |
![]() |
---|
Radio di Tengah Krisis, Peran Strategis Penyiaran pada Peristiwa G30S/PKI 1965 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.